Mohon tunggu...
khairul ikhwan d
khairul ikhwan d Mohon Tunggu... pernah main hujan

sedikit demi sedikit, lama-lama habis

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Urgensi Repatriasi Orangutan dari India

18 September 2025   16:40 Diperbarui: 21 September 2025   01:25 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Orangutan sumatra mamalia khas Indonesia yang terancam punah. (Foto: WWF Indonesia)

Petisi itu mulai bergema sejak akhir Agustus lalu. Desakannya terarah jelas pada pemerintah India. Meminta negara itu mengambil langkah nyata untuk memulangkan belasan orangutan korban penyelundupan kembali ke Indonesia.

Di bawah judul, Desak Pemerintah India Pulangkan Orangutan Indonesia, petisi itu dilatari situasi yang menyedihkan. Senior Wildlife Campaigner Geopix, Annisa Rahmawati yang menggagas petisi ini menuliskan pesan yang lugas, “Kami sangat prihatin atas kasus penyelundupan dan perdagangan ilegal orangutan asal Indonesia beberapa tahun terakhir ini di India. Sejak tahun 2015-2024, tercatat paling tidak ada 15 individu orangutan dari kejahatan tersebut yang berakhir di negara ini, dan tidak diketahui keberadaannya sampai sekarang.”

Selama tiga pekan pertama, petisi yang tersemat di Change.org itu telah memperoleh 5.994 tanda tangan terverifikasi. Dukungan ini bukan sekadar angka, melainkan cerminan dari ribuan individu yang secara proaktif bersuara merespons situasi kritis. Terkait nasib satwa langka Indonesia yang kini terpisah ribuan kilometer dari habitat aslinya. Setiap tanda tangan tersebut berkontribusi pada kekuatan kolektif untuk menggerakkan perhatian publik. Mendorong dilakukannya aksi nyata.

Pilu

Kurun sembilan tahun dalam kasus penyelundupan 15 orangutan di India, yang dimunculkan dalam petisi tersebut, sesungguhnya apa yang diketahui baru sebatas kasus yang terungkap di permukaan. Seperti gunung es, fakta yang terlihat hanya puncaknya saja, yang tidak diketahui mungkin lebih banyak lagi.

Sebagian kasus itu mencuat ke publik karena publikasi media. Sebutlah misalnya HindustanTimes.com yang pada September 2022 memberitakan, pihak berwenang menemukan dua bayi orangutan di dalam kardus dekat pos pemeriksaan Lailapur, kawasan perbatasan Assam dan Mizoram. Pelaku tak berhasil ditemukan.

Dua bayi orangutan selundupan yang diselamatkan di India pada September 2022 (Foto: HindustanTimes.com)
Dua bayi orangutan selundupan yang diselamatkan di India pada September 2022 (Foto: HindustanTimes.com)
Foto yang muncul di dalam berita memantik rasa prihatin. Kedua bayi orangutan itu masing-masing ditempatkan dalam satu kerangkeng berbahan kawat. Tubuh kurus mereka yang ringkih, meringkuk lemah di dalamnya. Pilu.

Kedua orangutan itu semula dibawa penyelundup, dan kemungkinan dibuang untuk menghindari razia. Hanya bisa membayangkan apa yang dialami kedua orangutan itu sebelum akhirnya diselamatkan. Dalam usia seperti itu, semestinya mereka masih menyusu pada induknya, namun justru terkungkung di dalam kardus.

Perjalanan mereka mungkin mengikuti salah satu jalur penyelundupan yang pernah diungkap media. Dimulai dari satu titik di Riau, kemudian diseberangkan ke Johor, Malaysia, seterusnya melewati perbatasan Thailand, lalu masuk ke Myanmar. Dari sana lalu dikirim ke Mizoram, wilayah timur laut India yang berbatasan dengan Myanmar. Itu perjalanan yang membentang sepanjang 4.800 kilometer. Setara rute Banda Aceh-Bandar Lampung bolak-balik.

Satu kasus penyelundupan lainnya mungkin pula menggunakan pola serupa. Media IndiaTodayNe.in pada Oktober 2023 memberitakan, petugas menangkap seorang pelaku dan berhasil mengamankan satu bayi orangutan di wilayah Aizawl, Mizoram.

Namun bayi orangutan tersebut, seperti juga belasan orangutan korban penyelundupan lainnya yang berhasil diselamatkan di India, kini tidak diketahui pasti keberadaannya. Hal ini menyebabkan upaya repatriasi menjadi sulit. Itulah yang melatari desakan kepada pemerintah India untuk mengembalikan mamalia tersebut ke tanah asalnya.

Optimistis

Kendala yang khas di India ini tentu tidak membuat kita menjadi pesimistis. Toh banyak kisah sukses yang bisa menjadi pemacu semangat. Misalnya repatriasi orangutan dari Malaysia, Kuwait dan terutama dari Thailand. Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) mencatat sepanjang 2006-2023 ada 71 orangutan dari Thailand yang berhasil direpatriasi.

Tetapi memang proses pemulangan ini relatif lama. Berbilang tahun. Misalnya tiga orangutan yang diselamatkan dalam satu operasi di Bangkok pada 2016, namun baru dikirim ke Indonesia pada akhir Desember 2023. Terpaut tujuh tahun.

Apa boleh buat, tahapannya memang panjang. Kita hanya bisa membayangkan seperti apa kerumitan, dan beragam sandungan di sepanjang proses repatriasi itu. Negosiasi demi negosiasi. Masalah administrasi, urusan hukum kelas internasional, hingga pelibatan personel lintas negara dan lintas lembaga. Jadi ini bukan sekadar pemindahan dari satu titik ke titik lainnya, melainkan gabungan dari semua proses yang kompleks. Butuh banyak upaya, waktu dan juga biaya.

Ketika akhirnya bisa kembali ke Tanah Air, orangutan itu juga tidak bisa serta-merta dilepaskan ke hutan. Banyak tahapan yang mesti dilalui. Butuh waktu juga. Apalagi jika masih anakan. Harus diajari cara memanjat pohon, mencari makanan di hutan, dan juga cara membuat sarang. Pengetahuan yang semestinya diperoleh dari induknya.

Krusial

Repatriasi penting dilakukan sebagai upaya untuk mengembalikan satwa ke habitatnya. Dalam kasus orangutan, maka repatriasi menjadi lebih krusial karena satwa tersebut merupakan endemik Indonesia yang terancam punah. Populasinya terus menurun karena proses berkembangbiaknya lama. Orangutan betina hanya melahirkan sekali dalam delapan tahun. Sudah begitu, perburuan dan penyelundupan masih terus terjadi.

Orangutan telah menjadi komoditi ilegal yang menggiurkan. Siti Nurbaya Bakar saat menjabat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pernah menyatakan, harga satu anak orangutan selundupan di Eropa bisa mencapai USD 30 ribu. Itu hampir setengah miliar uang kita dengan kurs saat ini. Mungkin di India harganya tidak sampai segitu, tetapi tidak mengurangi kelamnya masalah penyelundupan ini.

Sebab itu upaya kolektif perlu dilakukan agar masalah ini tidak terulang di mana pun, tidak hanya di India. Petisi itu merupakan tonggak awal perlunya memberi perhatian ke India karena menjadi salah satu negara tujuan penyelundupan. Semua pihak dapat berkontribusi dengan langkah yang sederhana, memberikan tanda dukungan, dan mengesampingkan pertanyaan: apakah ini efektif?

Penyematan tanda pagar #sendbackhomeorangutan di media sosial tentu juga bentuk sokongan yang esensial. Memberi ruang yang lebih luas agar kampanye ini menyebar di berbagai medium, penanda bahwa kepedulian terus terbangun di jagat maya. Dengan begitu gaungnya terus bergema hingga proses repatriasi orangutan dari India itu terjadi. #

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun