Mohon tunggu...
khairul ikhwan d
khairul ikhwan d Mohon Tunggu... pernah main hujan

sedikit demi sedikit, lama-lama habis

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Urgensi Repatriasi Orangutan dari India

18 September 2025   16:40 Diperbarui: 21 September 2025   01:25 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Orangutan sumatra mamalia khas Indonesia yang terancam punah. (Foto: WWF Indonesia)

Optimistis

Kendala yang khas di India ini tentu tidak membuat kita menjadi pesimistis. Toh banyak kisah sukses yang bisa menjadi pemacu semangat. Misalnya repatriasi orangutan dari Malaysia, Kuwait dan terutama dari Thailand. Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) mencatat sepanjang 2006-2023 ada 71 orangutan dari Thailand yang berhasil direpatriasi.

Tetapi memang proses pemulangan ini relatif lama. Berbilang tahun. Misalnya tiga orangutan yang diselamatkan dalam satu operasi di Bangkok pada 2016, namun baru dikirim ke Indonesia pada akhir Desember 2023. Terpaut tujuh tahun.

Apa boleh buat, tahapannya memang panjang. Kita hanya bisa membayangkan seperti apa kerumitan, dan beragam sandungan di sepanjang proses repatriasi itu. Negosiasi demi negosiasi. Masalah administrasi, urusan hukum kelas internasional, hingga pelibatan personel lintas negara dan lintas lembaga. Jadi ini bukan sekadar pemindahan dari satu titik ke titik lainnya, melainkan gabungan dari semua proses yang kompleks. Butuh banyak upaya, waktu dan juga biaya.

Ketika akhirnya bisa kembali ke Tanah Air, orangutan itu juga tidak bisa serta-merta dilepaskan ke hutan. Banyak tahapan yang mesti dilalui. Butuh waktu juga. Apalagi jika masih anakan. Harus diajari cara memanjat pohon, mencari makanan di hutan, dan juga cara membuat sarang. Pengetahuan yang semestinya diperoleh dari induknya.

Krusial

Repatriasi penting dilakukan sebagai upaya untuk mengembalikan satwa ke habitatnya. Dalam kasus orangutan, maka repatriasi menjadi lebih krusial karena satwa tersebut merupakan endemik Indonesia yang terancam punah. Populasinya terus menurun karena proses berkembangbiaknya lama. Orangutan betina hanya melahirkan sekali dalam delapan tahun. Sudah begitu, perburuan dan penyelundupan masih terus terjadi.

Orangutan telah menjadi komoditi ilegal yang menggiurkan. Siti Nurbaya Bakar saat menjabat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pernah menyatakan, harga satu anak orangutan selundupan di Eropa bisa mencapai USD 30 ribu. Itu hampir setengah miliar uang kita dengan kurs saat ini. Mungkin di India harganya tidak sampai segitu, tetapi tidak mengurangi kelamnya masalah penyelundupan ini.

Sebab itu upaya kolektif perlu dilakukan agar masalah ini tidak terulang di mana pun, tidak hanya di India. Petisi itu merupakan tonggak awal perlunya memberi perhatian ke India karena menjadi salah satu negara tujuan penyelundupan. Semua pihak dapat berkontribusi dengan langkah yang sederhana, memberikan tanda dukungan, dan mengesampingkan pertanyaan: apakah ini efektif?

Penyematan tanda pagar #sendbackhomeorangutan di media sosial tentu juga bentuk sokongan yang esensial. Memberi ruang yang lebih luas agar kampanye ini menyebar di berbagai medium, penanda bahwa kepedulian terus terbangun di jagat maya. Dengan begitu gaungnya terus bergema hingga proses repatriasi orangutan dari India itu terjadi. #

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun