Mohon tunggu...
Khaidir Asmuni
Khaidir Asmuni Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Alumnus filsafat UGM

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Budiman, Religiusitas, dan Wisdom in Science

6 April 2022   08:19 Diperbarui: 6 April 2022   08:51 1009
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Contoh yang paling kecil adalah bagaimana Budiman bisa memasukkan gagasan-gagasannya ke masyarakat seperti konsep Algoritma ataupun Revolusi Industri 4.0 apabila masyarakat tidak memiliki budaya membaca. Padahal, masyarakat akan memahami dan menambah wawasan tentang teknologi lewat membaca.
Membaca demi memahami teknologi merupakan gerakan budaya yang penting demi keberhasilan revolusi teknologi di Indonesia.

Sementara peranan agama seperti kita ketahui ketika cloning diterapkan di Inggris pada era 80-an, pada saat itu timbul perdebatan dalam persoalan etika dan moral yang ujung ujungnya akan menyangkut masalah agama.

Karena bagaimanapun juga harus ada batas-batas dari perkembangan teknologi tersebut yang dikaitkan dengan moralitas tertinggi (agama).

Juga dengan berbagai hasil perkembangan teknologi lain. Seperti masalah Bitcoin dan sebagainya, yang tentu saja dalam gerakan budaya tetap membutuhkan pendapat pendapat dari sisi religius sesuai tatanan yang kuat melekat di masyarakat. Ini memang tak bisa dihindari.

Intinya, gerakan budaya dan upaya untuk menanamkan teknologi di masyarakat akan lebih efektif. Karena banyak sekali hasil-hasil dari perkembangan ilmu dan teknologi akan berbenturan dengan masalah moral yang ujung-ujungnya akan terkait dengan persoalan agama. Contoh ekstremnya ketika sesuatu diperdebatkan antara halal dan haram.

Oleh sebab itu inovasi teknologi ataupun Revolusi Industri 4.0, jika tanpa melibatkan gerakan budaya dam agama yang ada di masyarakat akan sulit merasuk ke dalam pemikiran.

Bahkan akan membutuhkan waktu lama untuk pengkondisian melalui pendidikan, kecuali dibantu oleh institusi pendidikan yang sebagian besar dikuasai oleh NU dan Muhammadiyah, melalui gerakan budaya yang mencerahkan.

Gerakan budaya ini terasa cenderung ke arah gerakan politik, meski itu hal yang berbeda. Gerakan budaya lebih bersifat strategi terkait nilai. Sedangkan politik menjadi bagian dari strategi yang bersifat kepentingan. Jika ingin mengarah ke peradaban baru gerakan budaya yang harus dikedepankan.

Budiman menyadari NU dan Muhammadiyah itu bukan semacam barang-barang yang ada di etalase ataupun di museum yang hanya bisa dipandang namun tidak bisa digunakan.

Jika gerakan budaya dan agama (dari dua organisasi besar itu) bisa memberi manfaat demi kemajuan dan demi peradaban, maka hal itu lebih baik ditempuh. Sebuah kursi atau meja di etalase atau museum hanya bisa dipandang. Tapi jika dia kita miliki, maka kursi atau meja itu bisa digunakan (dimanfaatkan). Tidak hanya sebuah pajangan.

Kembali ke persoalan religiusitas dan hadirnya sains, ada baiknya kita melirik persoalan yang terjadi setiap tahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun