Mohon tunggu...
Khabibah Solikhah
Khabibah Solikhah Mohon Tunggu... Psikolog - Clinical Psychologist

Psikolog Klinis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Malingering: Saat Sakit Menjadi Alasan untuk Suatu Tujuan

21 Februari 2024   13:00 Diperbarui: 21 Februari 2024   13:08 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Pernahkah menghadapi seseorang yang mengaku sakit setiap kali mendapat tanggung jawab besar di pekerjaan? Atau, pernahkah membaca berita tentang seseorang yang tersandung kasus hukum, kemudian  menjelang persidangan individu tersebut tiba-tiba mengaku sakit?

Kondisi tersebut dinamakan MALINGERING.

Dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder Fifth Edition (DSM-V),  malingering merupakan  suatu upaya seseorang untuk memalsukan keluhan, baik fisik maupun psikologis untuk mendapat insentif eksternal (American Psychiatric Association, 2013). Insentif eksternal ini mengacu pada hal-hal yang mendatangkan keuntungan pribadi pada orang tersebut. Beberapa diantaranya yakni untuk menghindari tanggung jawab pekerjaan, mendapatkan kompensasi finansial, menghindari wajib militer, mendapat jatah cuti berbayar, menghindari tuntutan hukum dan juga dengan tujuan mendapat obat-obatan (khususnya pada penyalahguna obat).

Individu yang melakukan malingering (berpura-pura sakit) pada dasarnya memahami bahwa dirinya tidak sakit. Namun dengan sengaja memalsukan keluhan, entah dengan menyampaikan keluhan yang sebenarnya tidak dirasakan, atau melebih-lebihkan keluhan yang ada. Keluhan yang disampaikan bisa jadi keluhan perut, sakit kepala, nyeri dada bahkan berbagai keluhan psikologis seperti depresi, dan juga halusinasi. Resnick & Knoll (2005) menyebutkan terdapat tiga kategori perilaku malingering, yakni :

1. Malingering murni (pure malingering), yakni kondisi dimana individu sepenuhnya memalsukan keluhannya, dan keluhan tersebut secara medis tidak terbukti.

2. Malingering parsial (partial malingering), yakni kondisi dimana individu melebih-lebihkan gejala atau keluhan yang dialami.

3. Imputasi palsu (false imputation), yakni kondisi dimana keluhan yang disampaikan individu tidak ada kaitan dengan penyebabnya. Misalnya mengeluhkan luka di kaki akibat ditabrak oleh motor, tapi berdasar pemeriksaan medis tidak ditemukan luka benturan.

Malingering bukan merupakan gangguan mental. Namun, perilaku tersebut bisa muncul pada individu dengan gangguan mental. Misalnya pada salah satu adegan di drama korea Daily Dose of Sunshine, dimana pasien skizofrenia bernama Kim Seo-Wan berpura-pura masih memiliki halusinasi dan waham agar bisa tetap tinggal di RSJ untuk menghindari ujian pegawai negeri sipil. Selain itu, juga kasus tunawisma dengan riwayat gangguan mental (skizofrenia) yang melebih-lebihkan gejala halusinasi agar dapat tetap dirawat di RSJ hingga terjamin tempat tinggal dan makannya.

Lantas, bagaimana mengenali ciri-ciri perilaku malingering?

Berdasar panduan DSM-V, terdapat beberapa ciri yang patut diduga sebagai perilaku malingering, yakni :

1. Individu datang dengan membawa surat penyerta dari pengadilan atau kepolisian yang menunjukkan bahwa proses hukum masih berjalan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun