Dimensi kedua dari Tri Hita Karana, yaitu Pawongan, berfokus pada keharmonisan hubungan antar manusia. Dalam lingkungan sekolah, nilai ini terwujud melalui interaksi antara guru, siswa, tenaga kependidikan, dan masyarakat sekitar. Tata ruang sekolah yang baik dapat menjadi sarana untuk memperkuat nilai-nilai sosial tersebut.
Sekolah yang menata ruangnya secara terbuka dan komunikatif mendorong terciptanya hubungan sosial yang sehat. Misalnya, penempatan ruang guru dan kantor administrasi di dekat area siswa dapat memudahkan interaksi dan menciptakan suasana akrab tanpa sekat hierarki yang kaku. Ruang terbuka seperti kantin, taman, dan area istirahat berfungsi sebagai tempat pertemuan sosial informal, di mana siswa belajar menghargai perbedaan dan berlatih keterampilan sosial.
Konsep Pawongan juga bisa dihidupkan melalui ruang-ruang kolaboratif seperti ruang rapat, ruang konseling, dan ruang kegiatan ekstrakurikuler. Ruang-ruang ini menjadi wadah bagi siswa dan guru untuk berdiskusi, menyelesaikan masalah bersama, dan mengembangkan rasa empati. Kehadiran ruang konselor atau ruang bimbingan dan konseling (BK) mencerminkan perhatian sekolah terhadap kesejahteraan mental dan emosional siswa --- bagian penting dari harmoni antarmanusia.
Lebih jauh lagi, budaya sekolah yang mendukung kerja sama dan kebersamaan merupakan bentuk nyata implementasi Pawongan. Misalnya, program "kelas berbagi" di mana siswa senior membantu adik kelas dalam belajar, atau kegiatan service learning di mana siswa terlibat langsung membantu masyarakat sekitar. Semua ini mengajarkan nilai kemanusiaan yang menjadi inti dari pendidikan berbasis Tri Hita Karana.
Sekolah yang berhasil menanamkan nilai Pawongan akan menghasilkan generasi yang mampu bekerja sama, menghormati perbedaan, dan memiliki empati sosial yang tinggi --- kualitas yang sangat dibutuhkan di era globalisasi yang kompleks dan individualistik.
3. Palemahan: Menata Sekolah yang Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan
Dimensi terakhir dari Tri Hita Karana adalah Palemahan, yaitu hubungan harmonis antara manusia dan lingkungan alam. Dalam konteks sekolah, Palemahan mencakup bagaimana tata ruang dan kegiatan diatur agar ramah lingkungan, bersih, hijau, dan berkelanjutan.
Sekolah yang menerapkan Palemahan akan memperhatikan aspek lingkungan dalam setiap rancangan ruangnya. Misalnya, adanya area hijau atau taman sekolah yang berfungsi bukan hanya sebagai penghias, tetapi juga sebagai ruang belajar terbuka. Siswa dapat belajar biologi, seni, bahkan refleksi diri di tengah alam. Sekolah hijau juga biasanya menerapkan sistem pengelolaan sampah terpilah, penghematan air, serta penggunaan energi secara efisien.
Selain itu, Palemahan juga berkaitan dengan keselamatan dan kenyamanan. Tata ruang sekolah yang memperhatikan ventilasi udara, pencahayaan alami, serta jalur evakuasi yang jelas mencerminkan kepedulian terhadap kesejahteraan warga sekolah. Di beberapa sekolah, keberadaan assembly point atau titik kumpul evakuasi menjadi bukti nyata bahwa keselamatan manusia dan kelestarian lingkungan berjalan beriringan.
Implementasi Palemahan juga bisa masuk ke dalam kegiatan pembelajaran. Misalnya, proyek daur ulang, pembuatan taman vertikal, atau lomba kebersihan antarkelas yang bukan hanya mendidik tanggung jawab, tapi juga menanamkan kesadaran ekologis. Dalam konteks kurikulum Merdeka, sekolah dapat mengaitkan kegiatan tersebut dengan Profil Pelajar Pancasila, khususnya pada dimensi "beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia" serta "berkebinekaan global dan bergotong royong."
Dengan demikian, sekolah yang menerapkan nilai Palemahan bukan sekadar menjaga kebersihan lingkungan, tetapi juga menciptakan sistem pendidikan yang berkelanjutan --- menyiapkan generasi yang mampu hidup selaras dengan bumi.