Mohon tunggu...
Moch Mufidun
Moch Mufidun Mohon Tunggu... Mahasiswa - nikmati tulisan saya ya gan, jangan lupa berlangganan

malam yang panjang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sejarah Munculnya Pocong Part End

20 Mei 2021   09:30 Diperbarui: 20 Mei 2021   09:49 3804
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ki sarkam lari terburu-buru ke rumah Raden jaya untuk melaporkan kejadian yang telah dilihatnya. Raden Jaya dan istrinya benar-benar murka mendengar kabar buruk itu, lalu mereka membangunkan orang kampong untuk mengepung duloh. Malam itu, puluhan warga berbondong-bondong pergi ke sawah untuk mengepung Duloh. 

Saat warga tiba di sana ternyata Duloh dan Rara masih dalam keadaan telanjang bulat, Rara dengan terburu-buru menutupi badanya dengan sehelai kain sedangkan Duloh tidak sempat memakai pakaianya. Dia diseret oleh warga dengan keadaan telanjang bulat lalu dipukuli oleh warga hingga sekarat, Ki sarkam lalu menghabisi nyawa pemuda itu dengan menghantamkan batu ke kepala Duloh.

“Dia sudah mati” Kata Raden jaya. Inggit sebenarnya kasihan sama Duloh, tapi ia tak mampu berbuat apa-apa, ia hanya bisa menyaksikan penderitaan Pemuda itu.

“Raden, Duloh ini bisa hidup lagi, ia punya ilmu hitam” ujar ki sarkam.

“Hah…. Yang benar kamu ?” tanya Raden jaya dengan wajah terheran-heran.

“kita lihat saja besok, ia pasti akan hidup kembali” kata ki sarkam.

Untuk mencari kebenaranya jenazah Duloh pun tidak dikuburkan, tapi hanya dibaringkan saja di depan rumah Raden Jaya. Saat itu Rara menangis nelangsa. Menjelang subuh warga digegerkan dengan apa yang dilihat mereka, jenazah duloh hidup kembali, semua lukanya juga sembuh secara misterius.

“dia punya ilmu pancasona” kata Raden Jaya. Duloh memang mempunyai ilmu pancasona, ia tidak pernah mempelajari ilmu itu, tapi ilmu itu ia dapatkan secara alamiah dari nenek moyangnya yang telah hidup ratusan tahun lalu dan hanya Duloh lah pewaris tunggal ilmu itu. Sebenarnya Duoh sudah meninggal berkali-kali, bahkan saat ia kelaparan di jalan setapak kala itu, Duloh kecil sebenarnya sudah mati tapi dengan adanya ilmu pancasona ia berhasil hidup lagi. Duloh juga sudah meninggal saat ia disiksa ki sarkam waktu masih kecil, karna duloh beberapa kali mendapat pukulan keras dibagian dadanya, tapi ia hidup kembali karena mempunyai ilmu warisan yaitu pancasona. Kebetulan di kampong itu, ada seorang dukun yang mengerti tentang ilmu pancasona.

“Raden, kita buang saja Duloh ini ke lembah” ujar dukun itu. Di kampong itu memang ada satu lembah yang sangat dalam dan curam, kalau ada manusia yang masuk ke lembah itu, mungkin tidak akan dapat keluar dari sana. Duloh pun di seret warga menuju lembah mengerikan itu, sementara Rara hanya bisa menangis sejadi-jadinya, ia memohon kepada ayahnya agar Duloh tidak dibuang ke lembah. Tapi Raden jaya sudah gelap hati, ia akan tetap membuang Duloh kelembah itu. 

Sebelum di buang ke lembah, Raden jaya menyuruh warga untuk membungkus Duloh dengan kain putih dan mengikat seluruh tubunya agar Duloh tak bisa berkutik, selain itu si dukun juga menancapkan keris panjang ke perut Duloh. Keris itu bukanlah keris sembarangan, orang yang mempunyai ilmu pancasona tidak akan bisa berkutik selama keris itu masih menancap di perutnya. Sesampainya dibibir lembah, mereka langsung melemparkan Duloh kedalam lembah itu. Tidak berselang lama setelah duloh dilemparkan, entah apa yang ada dipikiran Rara, ia amalah menjatuhkan dirinya sendiri kedalam lembah itu, ia ingin mati bersama kekasih hatinya. 

Semua orang berteriak memanggil Rara, tapi ia sudah tidak bisa diselamatkan. Hingga akhirnya lembah itu dinamakan lembah Rara. Duloh juga tidak pernah terliha lagi di perkampungan, dia terjebak kedalam lembah tersebut bersama jasadnya Si Rara. Bertahun-tahun kemudian keluarga raden jaya sudah meninggal semua, kampong itu juga sudah berganti generasi, lembah Rara yang dulu menjadi tempat pembuangan Duloh, semakin hari menjadi semakin dangkal, karena kian tertimbun tanah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun