Mohon tunggu...
Kesya Azka Najhan
Kesya Azka Najhan Mohon Tunggu... Mahasiswa Ilmu Sejarah di Universitas Airlangga

Paling suka ngulik soal budaya, dan nekat aja dulu.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dekonstruksi Historiografi: Sebuah Merdeka Dalam Wacana "Penulisan Ulang Sejarah"

10 Oktober 2025   23:11 Diperbarui: 10 Oktober 2025   23:17 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dekonstruksi Adalah Solusi Untuk Mengawal Isu "Penulisan Ulang Sejarah"

Kembali pada konteks Sejarah, beberapa dari kita juga masih cukup sering mengasosiasikan kata "merah" untuk menyebut partai-partai radikal, sebut saja PKI, SI Merah, atau yang masih hangat, PDIP. Kecenderungan inilah yang menumpulkan kekritisan kita dalam menafsirkan Sejarah, sehingga melewatkan (penundaan makna) kebenaran-kebenaran alternatif yang belum sempat tersingkap dalam upaya interpretasi sejarah, karena telah terburu-buru dalam menetapkan suatu "kebenaran" yang harus segera dikonsumsi publik.

Dekonstruksi dapat menjawab kekurangan tersebut. Dekonstruksi melahirkan sikap yang kritis dimana kita harus selalu mempertanyakan "kebenaran", dalam hal ini fakta tertulis, meski telah diberikan embel-embel fakta sejarah dengan serangkaian bukti, guna menyingkap dan tidak melewatkan kebenaran alternatif lain dari suatu peristiwa. Kadang-kadang, kebenaran alternatif tersebut muncul dari suara-suara pihak, kelompok, atau masyarakat yang termarginalisasi dari dominasi dan hegemoni penguasa. Sebagai contoh, perdebatan mengenai gerakan PKI 1926 yang disebut pemberontakan, alih-alih perlawanan sebagaimana pergerakan organisasi nasional semasanya. Tidak salah bahwa sebutan "Sejarah ditulis oleh pemenang" masih relevan hingga sekarang. 

Wacana "Penulisan Ulang Sejarah" sejatinya bisa dimanfaatkan sebagai peluang untuk menyingkap kebenaran lain dan meluruskan narasi dominan yang sebenarnya keliru. Hanya saja, bila kita kembali berkaca pada realitas di lapangan, cukup wajar kalau kekhawatiran dalam penyelewengan kesempatan emas ini jauh lebih besar daripada jadi angin segar. Sejarah mungkin tidak disifati untuk dapat terulang, namun pola Sejarah sejatinya berulang seperti sebuah siklus yang melingkar. Melihat sepak terjang pemerintahan Indonesia hingga saat ini...ah, semoga suatu saat ada hari baik ketika semua cita publik tercapai!

Viva Historia!

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun