Mohon tunggu...
Kesya Athiyah
Kesya Athiyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hallo! Saya Kesya Athiyah.

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Penari Berani Bela Diri

25 Juli 2021   12:58 Diperbarui: 25 Juli 2021   13:23 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Sejujurnya, saya tidak punya banyak pengalaman yang bersangkutam dengan bidang olahraga. Sejak taman kanak-kanak saya selalu diarahkan oleh Ibu saya untuk menjadi model atau hal-hal lain yang berhubungan dengan seni. 

Saya dilatih mengikuti lomba fotogenic, modeling, dan bergabung dengan kegiatan seni. Menang dibeberapa perlombaan fotogenic dan modeling mulai dari juara tiga sampai juara satu sudah pernah saya raih. Saya juga pernah menjadi mayoret saat taman kanak-kanak. Sampai akhirnya saya menjadi siswa sekolah dasar.

Saya bergabung dengan esktrakulikuler tari, lebih tepatnya tari tradisional. Beberapa kali mengikuti perlombaan dan berhasil membawa pulang piala untuk sekolah. Rasa nyaman yang saya rasakan saat menari membuat saya menjadi enggan untuk mempelajari sesuatu yang baru. 

Olahraga, misalnya. Saya tidak begitu tertarik. Kalau ibu saya bukan seorang guru senam, mungkin rasa ketertarikan itu sama sekali tidak saya miliki.

Namun, seiring berjalannya waktu sampai akhirnya saya duduk di bangku kelas 5 SD. Saya memilih mengikuti ekstrakulikuler selain seni tari, yaitu Karate. 

Terdengar aneh, karena seperti yang saya tuliskan tadi saya tidak punya minat di bidang olahraga namun sekarang malah memilih bergabung dengan ekstrakulikuler karate. Alasannya? 

Ya, Lagi dan lagi karena saya ikut-ikutan saja. Tetapi untuk kali ini keputusan mengikuti karate karena saya terinspirasi dari kakak laki-laki saya yang pada saat itu sudah mencapai sabuk coklatnya. Karate Gojukai, itu nama nya. Menurut penjelasan yang pernah saya baca, Goju memiliki arti keras-lembut. 

Di Indonesia sendiri Karate Do-Gojukai didirikan oleh Setyo Hardjono pada tanggal 15 Agustus 1967 di Jakarta dengan berafiliasi pada Honbu Gojukai di Jepang. Aliran ini memadukan teknik keras dan teknik lembut, dan merupakan salah satu perguruan karate tradisional di Okinawa. 

Sembari menggowes sepedah saya berangkat dari rumah ke sekolah setiap hari sabtu sore untuk berlatih. Lupa siapa nama pelatihnya, yang jelas beliau adalah seorang pria yang memiliki postur tubuh tinggi dan besar. Lalu, saya mengikuti latihan gabungan di hari minggu pagi setiap dua minggu sekali.

Di dalam Karate ada yang namanya sabuk. Sabuk ini memiliki beberapa tingkatannya sendiri, sesuai dengan kemampuan karateka. Sabuk putih atau Shirobi melambangkan kesucian, kemurnian, serta kehidupan yang baru. Sabuk ini dikhususkan untuk para pemula. 

Ditingkatan kedua, sabuk kuning atau Kirodi melambangkan matahari. Dalam tingkatan ini mereka masih mempelajari bagian dasar dari karate, namun sudah bisa untuk mengikuti turnamen bagi tingkat dasar. 

Ditingkat selanjutnya ada sabuk hijau atau Modoriobi. Selanjutnya, sabuk biru atau Aiobi melambangkan samudra dan langit. Ditingkat ke lima ada sabuk coklat atau Chaobi. 

Coklat bermaknakan tanah, yang artinya jika karateka sudah mencapai di tahap ini mereka harus mencerminkan rendah hati kepada sesama dan harus lebih stabil dari juniornya. Ditingkat terakhir yaitu sabuk hitam atau Kuroobi / DAN. 

Tingkatan tertinggi ini melambangkan keteguhan dan percaya diri. Dan sebagai pemula, pada saat itu saya dan teman-teman yang baru bergabung masih berlatih dengan sabuk putih. 

Beberapa bulan berlatih. Setelah sudah mempelajari semua tekniknya saya melakukan pelatihan untuk seleksi naik sabuk menjadi sabuk kuning. Namun, sayangnya belum sempat mengikuti seleksi naik sabuk, saya sudah harus pindah ke luar kota.

Akhirnya saat saya duduk dibangku sekolah menengah pertama (SMP) saya kembali bergabung dengan ekstrakulikuler seni tari di sekolah. Kali ini tidak menjadi perwakilan lomba, tetapi ikut tampil menjadi team penari disetiap acara sekolahan. Anggun, feminim, dan lembut yang merupakan citra seorang penari. 

Namun, mereka tidak mengetahui bahwa sebenarnya saya juga jago bela diri. Setelah dulu bergabung di karate Gojukai. Saat ini, saya bergabung dengan kegiatan pencak silat. Bukan bagian dari ekstrakulikuler di sekolah, melainkan paguyuban di sebuah desa yang mana anak-anaknya banyak yang ikut bergabung disana. 

Saya diajak sepupu saya pada saat itu karena dia yang sudah bergabung lebih dulu. Kegiatannya dilaksanakan setiap malam jumat di halaman depan rumah sang pelatih. Seperti biasa, kegiatan bela diri seperti ini selalu di dominasi dengan laki-laki. Berbeda dengan karate, pencak silat lebih berpadu dengan kesenian. Ya, karate juga seni bela diri. 

Tetapi, tidak memakai alunan musik disaat sedang berlatih. Dulu, saat sudah menguasai teknik bela diri yang diajarkan kita akan diuji untuk tampil mulai dari 2 -- 3 orang untuk mengulang kembali gerakan yang sudah diajarkan tadi, pastinya dengan iringan alat musik gendang dan beberapa alat musik daerah lainnya. 

Paguyuban pencak silat yang saya ikuti juga sempat di undang untuk menjadi salah satu pengisi di acara peringatan hari ulang tahun, tapi saya lupa ulang tahun apa. 

Yang jelas, kami berbondong-bondong menaiki di jemput dengan truk TNI untuk diantar sampai ke lokasi acaranya di lapangan tengah kota. 

Mengikuti dan mempelajari bela diri ternyata bukan hal yang buruk. Justru karena saya suka menari, sikap anggun harus saya imbangi dengan berlatih bela diri untuk melindungi diri saya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun