Mohon tunggu...
Kertas Putih Kastrat (KPK)
Kertas Putih Kastrat (KPK) Mohon Tunggu... Dokter - Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM IKM FKUI 2022

Kumpulan intisari berita aktual // Ditulis oleh Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM IKM FKUI 2022 // Narahubung: Jansen (ID line: jansenjayadi)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pengefektifan Pajak Pertembakauan sebagai Solusi Ekonomi

1 Juni 2017   16:24 Diperbarui: 1 Juni 2017   22:16 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: http://www.repelita.com

oleh Ditta Shabrina Suhada

Sebagai salah satu negara berkembang dengan ekonomi menengah ke bawah, Indonesia masih memiliki masalah dengan penggunaan tembakau yang mengarah pada banyaknya angka kematian. Masalah ekonomi muncul seiring dengan tingginya biaya pelayanan kesehatan dan turunnya produktivitas masyarakat.

Ditinjau dari berkembangnya teknologi dalam pengolahan tembakau, banyak juga buruh dan petani yang tidak lagi dibutuhkan dalam proses produksi hasil olah tembakau. Yang berarti, semakin ke sini, tembakau semakin merugikan bagi kondisi ekonomi masyarakat kelas bawah. Selain itu, perkembangan teknologi juga membuat harga produk hasil olah tembakau semakin turun.

Melihat masalah ekonomi yang muncul, The Task Force on Innovative International Financing for Health Systems merekomendasikan pajak pertembakauan sebagai salah satu solusi untuk pembiayaan sistem pelayanan kesehatan. Adapun dalam pelaksanaannya, diperlukan pendekatan global maupun nasional.

Jika ditinjau lagi dari sisi perpajakan, seringkali pajak di negara ekonomi menengah ke bawah masih rendah. Hal ini memungkinkan tembakau untuk dinaikkan pajaknya.

Sayangnya, pemerintah di berbagai negara seringkali “takut” jika adanya peraturan ketat mengenai tembakau, justru akan memberi dampak negatif terhadap ekonomi. Yang dikhawatirkan adalah, dengan tingginya biaya pajak untuk tembakau, konsumen tembakau dengan ekonomi rendah akan semakin kesulitan dalam membiayai kesehariannya yang masih juga bergantung akan rokok. Padahal mayoritas konsumen tembakau adalah masyarakat dengan ekonomi rendah.

Pemerintah jarang menyadari bahwa jika di lihat dari sisi positif, dengan adanya beban pada biaya tembakau, masyarakat ekonomi rendah justru akan perlahan meninggalkan tembakau sehingga dapat terjadi pertumbuhan sosial ekonomi. Karena menurut beberapa survey, ternyata masyarakat ekonomi rendah lebih sensitif terhadap kenaikan harga, sehingga akan cenderung meninggalkan tembakau dengan harga tinggi.

Masalah kembali muncul ketika beberapa negara kesulitan dalam perpajakan karena administrasi dan struktur perpajakan yang masih buruk, ataupun kesulitan dalam mengawasi pasar sehingga menaikkan pajak tembakau menjadi hal yang sulit. Tidak adanya data analitik konkrit mengenai keuntungan menaikkan pajak tembakau menjadi duri dalam perjuangan menaikkan pajak tembakau.

Di Indonesia sendiri, per 1 Januari 2017, tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) rokok dinaikkan 0,4% menjadi 9,1%. Dengan target penerimaan 1,3 triliun, Indonesia tetap digoncang isu isu akan kurangnya pendapatan negara, mengingat produksi rokok adalah salah satu kontributor besar perekonomian Indonesia. Tetapi mengingat banyaknya penyakit yang dapat ditimbulkan oleh rokok, pemerintah tidak cukup memikirkan kurangnya pendapatan negara dari rokok, tetapi juga memang harus memikirkan APBN yang nantinya akan dikeluarkan untuk anggaran kesehatan yang dikeluarkan jika para perokok terdampak penyakit akibat merokok.

Terlebih, fakta menunjukkan bahwa 21,73% penyakit yang ditanggung oleh BPJS kesehatan per 2016 adalah penyakit katastropik, yaitu penyakit komplikasi yang salah satu sebabnya adalah budaya merokok. Bahkan IDI menyebutkan bahwa berdasarkan data yang ada, meski cukai dari tembakau bernilai tinggi, penyakit yang harus diobati nantinya dapat bernilai empat kali lebih tinggi dari cukai tersebut.

Referensi

  1. http://www.who.int/tobacco/economics/background/en/
  2. http://www.who.int/tobacco/economics/tax_avoidance_and_illicit/en/
  3. http://www.who.int/tobacco/economics/innovative_financing/en/
  4. http://www.who.int/tobacco/economics/other_issues/en/
  5. http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2017/01/12/193222826/pajak.rokok.naik.pemerintah.targetkan.raup.rp.1.3.triliun
  6. http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/167-artikel-pajak/19657-pajak-sebagai-alat-pengendalian-konsumsi-rokok
  7. https://m.tempo.co/read/news/2017/01/26/090839929/gara-gara-rokok-klaim-bpjs-kesehatan-membengkak
  8. http://m.republika.co.id/berita/nasional/umum/17/02/20/oloa2d365-idi-30-persen-anggaran-bpjs-digunakan-untuk-obati-penyakit-akibat-rokok

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun