"Terima kasih. Alhamdulillah, bisa beli seragam baru buat Alana." Ratmi menciumi lembaran kertas itu dengan hati bahagia.
Pria pemilik pabrik genteng itu--Soleh Prayoga selalu terpana setiap menatap Ratmi yang tidak pernah lelah bekerja. Ada rasa kagum padanya karena bisa hidup meski serba kekurangan. Diam-diam Yoga mengumpulkan informasi tentang Ratmi dari buruh lain.
"Kalau begitu saya pamit pulang, Pak. Mau jemput Alana," pamit Ratmi.
"Tunggu dulu! Saya ada sesuatu untukmu."
Ratmi menghentikan langkahnya dan berbalik menatap juragannya dengan heran. Tidak biasanya dikasih bingkisan, padahal buruh lain tidak membawa apa-apa saat keluar dari ruangannya.
Yoga mengambil bungkusan dari bawah kakinya, lalu menyodorkan di hadapan Ratmi. Membuat dahi Ratmi mengerut karena bungkusan itu terlihat mewah.
"Ini apa, Pak?" tanya Ratmi bingung.
"Ini seragam sama sepatu buat anakmu. Semoga ukurannya pas. Kamu jangan nolak. Saya ngasih ini untuk anakmu, bukan untukmu," tegas Yoga membuat Ratmi berprasangka yang tidak-tidak.
Ratmi mengintip isi bungkusan, seragam dan sepatu itu masih dalam bungkusan plastik. Ia tidak tahu harus menerima atau tidak, tetapi ini seperti menemukan harta Karun di tumpukan sampah.
"Ini apa tidak berlebihan, Pak? Ini sepertinya mahal," tanya Ratmi tidak enak.
"Tidak apa. Itu sebagai hadiah karena anakmu selalu juara kelas. Terimalah."