Hai, namaku Iqlima aku anak pertama dari 3 saudara. Â Aku punya adik yang satu perempuan dan satu laki-laki jarak usia di antara kita bertiga hanya berselisih 3 tahun, aku bukan dari keluarga yang berada. Ibuku seorang single parent yang sangat pekerja keras kuat dan tangguh.Â
Yap, papaku meninggal saat aku menduduki bangku sekolah dasar, lebih tepatnya saat usiaku 8 tahun.
Bulan Desember adalah bulan yang penuh dengan kenangan bagiku, tepatnya di tahun 2006 Â kedua adikku baru saja berulang tahun di awal bulan, dan di akhir bulan Desember tepatnya tanggal 25 papa pergi meninggalkan kita untuk selama-lamanya.Â
Beliau menderita penyakit keras yaitu kanker paru-paru stadium 4 selama kurang lebih 3 tahun. Hingga akhirnya Tuhan memanggil papa kembali dalam pangkuannya. Banyak sekali badai-badai yang dilalui oleh aku, adik dan mamaku setelah kepergian papa. Dimulai dari kendala ekonomi, cacian orang-orang hingga perundungan yang aku dapatkan semasa sekolah dasar. Walaupun begitu ketika di rumah aku tetap mendapatkan kasih sayang yang hangat dari mama.
Dan berkat tangan Tuhan hari demi hari bisa aku lalui. Sampai akhirnya aku memasuki usia remaja. Usia yang dimana teman-temanku yang lain melanjutkan pendidikannya di jenjang SMP dan SMA, sedangkan aku memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolah dan memilih untuk bekerja membantu mama. Tentu saja aku tidak melupakan sepenuhnya tentang pendidikan, aku tetap mengikuti program pemerintah yaitu sekolah kesetaraan yang biasa disebut juga paket b dan paket c setara SMP dan SMA.Â
Mulai dari jualan, kerja di toko baju, kerja di cafe, jadi tukang cuci piring di tukang bubur bahkan menjadi ojek panggilan sudah pernah aku lakukan. Namun beruntungnya kedua adikku tidak sampai putus sekolah, mereka berdua tetap melanjutkan sekolah hingga jenjang SMA, bahkan adikku yang perempuan bisa melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi.
Walaupun terkadang ada rasa iri dengan teman-teman sebayaku  yang di mana mereka masih bisa berkumpul dengan teman-teman sekolahnya, masih bisa menggunakan seragam SMA dan punya cerita yang manis di masa sekolah, sedangkan aku harus bekerja  untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Namun aku juga merasa sangat senang, karena dengan kerja kerasku aku jadi banyak disukai orang seolah-olah aku punya identitas bahwa aku ini seorang pekerja keras dan selalu bersedia ketika dimintai pertolongan oleh siapapun. Aku juga senang karena lingkunganku saat itu sangat bisa mengandalkan ku dalam hal apapun.
Mungkin kalau diukur dari usia aku ini memang masih remaja, tapi lingkungan pertemananku banyak sekali bapak-bapak dan ibu-ibu di sekelilingku. Aku banyak berkenalan dengan bapak-bapak tukang ojek tukang becak pedagang kaki lima. Dan semua itu dimulai saat aku berjualan cemilan yang mama buat di rumah, kemudian dikemas dan aku titip-titipkan ke warung untuk di jual dengan berbagi hasil keuntungan.Â
Dan dari sinilah aku belajar bagaimana caranya berbicara agar bisa mempromosikan barang dagangan yang aku jual. Dan tentunya harus tetap bertutur kata sopan dan ramah agar orang-orang tertarik dan berminat dengan apa yang aku jual.
Hingga akhirnya sampai di usiaku 18 tahun aku mendaftarkan diri ke dinas ketenagakerjaan untuk bekerja sebagai TKI di Malaysia, dengan tujuan yang sama seperti diawal aku katakan yaitu membantu perekonomian keluarga.Â
Kemudian tidak berselang lama dari pengajuan formulir pendaftaran, aku mendapatkan panggilan untuk bekerja di salah satu perusahaan manufaktur yang ada di Malaysia dengan kontrak kerja selama 2 tahun.Â
Seperti yang aku bilang di awal, saat teman-teman seusiaku elanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi, aku harus merantau untuk bekerja. Tapi di sisi lain aku merasa sangat senang sekali karena ini adalah pertama kalinya aku pergi ke luar negeri, pertama kalinya aku bisa naik pesawat dan pertama kalinya aku berkenalan dengan orang-orang asing. Karena kalau melihat dari sisi ekonomi sangat jauh kemungkinan untuk aku bisa pergi ke luar negeri, baik itu untuk belajar atau sekedar jalan-jalan dan jauh kemungkinan untuk aku bisa naik pesawat, mengingat biaya yang dibutuhkan untuk itu semua tidaklah sedikit. Dan ini menjadi kebanggaan tersendiri.
Dua tahun terasa waktu begitu cepat, tiba waktunya di akhir masa kontrak-ku. Tepatnya 2 bulan sebelum masa kontrak ku habis, aku bertemu dengan sosok pria yang usianya 5 tahun di atasku. Namanya Amin, dia berasal dari Jawa Timur. Dengan waktu yang singkat kita cukup bisa saling mengenal satu sama lain. Dari pertemuan pertama hingga akhirnya tiba hari dimana aku harus kembali ke tanah air, dia berjanji akan menyusul untuk pulang dan datang ke rumah menemuiku untuk mengajakku menikah.Â
Setelah penantianku kurang lebih selama 6 bulan di kampung halaman, dia menepati janjinya untuk melamarku hingga pernikahan itu benar-benar terjadi tepat di bulan juni, 1 tahun setelah kepulanganku dari perantauan. Waktu yang begitu singkat tanpa ada istilah pacaran dan langsung ke jenjang pernikahan.
Cukup sulit untuk dijelaskan tapi yang pasti kita berdua punya impian yang sama, punya latar belakang yang hampir mirip dan kita saling membutuhkan satu sama lain agar bisa berjalan bersama mencapai tujuan dan cita-cita tersebut.
Tentu, waktu yang singkat itu membuat proses untuk mencapai hari H pernikahan begitu banyak sekali lika-liku yang harus kita lalui. Mulai dari Restu orang tua, biaya pernikahan, hingga pertanyaan-pertanyaan dari orang sekitar yang membuat kita sedikit goyah dan bimbang.
Tapi terlepas dari semua lika-liku yang harus kita jalani, pada akhirnya kita tetap dipersatukan oleh Tuhan dalam ikatan pernikahan sampai hari ini. Mungkin di lain kesempatan aku akan menceritakan Lebih detail tentang perjalanan kisah cintaku dengan suamiku.Â
Pesan yang bisa aku sampaikan buat kalian, bagaimanapun kondisi kalian saat ini, apapun permasalahan dan cobaan yang sedang kalian hadapi, tetaplah kuat dan bertahan karena yakin semua itu akan terlewati. Dan balasan dari semua usaha yang sudah kita lakukan akan menghampiri kita di waktu dan momen yang tepat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI