Mohon tunggu...
Doddy Poerbo
Doddy Poerbo Mohon Tunggu... -

apalah arti sebuah nama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pukulan Telak Untuk Pengusul RUU Revisi KPK

14 Februari 2016   02:15 Diperbarui: 14 Februari 2016   06:37 1470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bisa dibayangkan kalau KPK melakukan penyadapan harus minta izin terlebih dahulu oleh pengadilan dengan prilaku penegak hukum yang curang seperti tertangkap tangannya Kasubdit MA, Pengacara dan penyuap jumat malam lalu. Bukan tidak mungkin tarip transaksi jabatan makin menggila dilingkungan pemutus keadilan negeri ini dengan diberikan kewenangan pemberian izin penyadapan yang harus didapat oleh KPK dalam melaksanakan fungsinya kepada pengadilan yang tidak bersih.

Suap dalam mendapatkan keputusan keadilan bukanlah rahasia lagi, pasal-pasal bisa diplintir dibolak balik, yang salah jadi benar yang benar jadi salah. Pendek kata, berhadapan dengan prilaku hukum seperti saat ini rakyat menjadi object perasan dan rakyat yang menjadi korban hanya bisa mengeluarkan sumpah serapah.

Perkara sudah menjadi proyek karena disitulah kekuasaan memutuskan dipegang seseorang sehingga terjadi transaksi jabatan yang melibatkan pejabat MA , pengacara dan pengusaha yang ingin mendapatkan kemenangan. Kalau ahli hukum memafaatkan keahliannya untuk perbuatan melawan hukum, dampaknya adalah ketidak pastian hukum yang berimbas kepada kehidupan bernegara baik politik, sosial maupun ekonomi.

Mungkin saja parpol hanya memikirkan kepentingannya yang masih mengandalkan keuangan APBN atau APBD sebagai sember biaya politiknya dan menganggap KPK tak mau menyesuaikan dengan keadaan tersebut.  Banyak kader parpol sudah menjadi pesakitan KPK sehingga KPK dinilai menjadi duri karena memiliki kewengan tindakan intelejen untuk menangkap tangan yang targetnya kader parpol.

Namun, dengan tertangkap tanganya petinggi Mahkamah Agung menerima suap adalah menjadi bukti konkrit bahwa mengharuskan KPK untuk meminta izin melakukan tindakan intelejen sama saja memberi tahu kepada para pelaku pelanggaran hukum untuk mengantisipasi sehingga apapun kerja KPK akan menjadi sia-sia.

Prilaku suap itu sesungguhnya sudah begitu membudaya dalam segala lini mulai dari jalanan titip uang tilang sampai pada garda konstitusi. Namun, lagi-lagi bukti diperlukan karena hukum menghendaki bukti itu, tanpa bukti bisa berkhir fitnah yang membuat rakyat takut mengusiknya.  Bukti itu diperoleh KPK dengan operasi intelejen yang mestinya tidak diketahui oleh target, kalau harus minta izin dahulu kepengadilan, itu sama saja menghilangkan kewenangan KPK untuk mengambil langkah tindakan intelejen.

Hukum dapat digunakan sebagai alat oleh kekuasaan untuk menjadikan rakyat patuh, namun hukum digunakan untuk mencari uang mestinya harus menjadi perbuatan haram jika ingin rakyat patuh hukum. Berilah contoh kepada rakyat untuk patuh hukum agar rakyat dan bangsa ini dapat tertib sebagai dasar kehidupan yang sejahtera.  Tanpa ada ketertiban, semua usaha rakyat menjadi spekualasi karena banyak hal dengan alasan hukum harus ditutup dengan biaya, apalagi sudah menjadi target hukum yang dapat menyebabkan miskinnya seseorang.

Menjadi sebuah tamparan yang telah ketika mayoritas wakil rakyat mendukung revisi UU KPK yang memangkas kewenangan KPK dalam OTT yang terjadi kemarin. Mestinya wakil rakyat mewakili kepentingan rakyat, dengan usulan revisi KPK tersebut menjadi lebih gamblang lagi, menjadi wakil rakyat hanyalah kendaraan yang oleh karena peraturan menjadi wakil rakyat namun esensinya adalah kepentingan golongan atau pribadi.

Hasil sebuah reformasi politik yang ternyata disiasati dan hukumpun disisiati maka lengkaplah sudah penderitaan rakyat yang menjadi object politik maupun ekonomi.  Tak mengherankan terus menerus terjadi kegaduhan namun sayangnya banyak pihak yang mengaku pejuang terdiam setelah masuk dalam lingkran budaya suap dan penyalah gunaan jabatan.

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun