Mohon tunggu...
Doddy Poerbo
Doddy Poerbo Mohon Tunggu... -

apalah arti sebuah nama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Begini Trik Pemprov DKI Beli Lahan Sendiri

4 Juli 2016   17:19 Diperbarui: 4 Juli 2016   18:19 1096
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kalau hukum bisa diatur, maka kejahatan akan tumbuh subur karena bisa ditutupi oleh hukum. Berberapa kasus menyangkut prilaku hakim yang mencuat kepermukaan adalah fakta yang tidak terbantah bahwa hukum sering disalah gunakan untuk menutupi kejahatan.  Hakim memiliki kewenangan yang tidak dapat diintervensi dan mengikat, begitu kira2 motto nya.  Namun dalam budaya korup seperti saat ini, hakim tak bisa menghindar dari budaya itu yang makin menyuburkan tindak korupsi.

Menilai sebuah putusan berbau rekayasa dapat membaca pertimbangan hakim dalam memutus perkara. Sebuah fakta yang saya hadapi, tidak bisa mengelak dari bukti yang saya bawa kepersidangan, kesaksiann dipalsukan agar gugatan tidak dikabulkan. Bisa terjadi seperti itu karena saya menolak setor sejumlah uang yang disarankan oleh pengacara. Kemenangan dipengadilan bukan tujuan saya, tujuan utama adalah memancing keluarnya dokumen yang dipalsukan dan itu sudah saya peroleh gambaran bahwa dalam hukum kita, dokumen hanya bersifat formalitas normatif untuk memenuhi syarat namun putusan akan tergantung dari pertimbangan hakim.

Ketika saya mengajukan gugatan terhadap seorang notaris, secara tertulis notaris sudah mengakui perbuatannya dan bagi saya pengakuan itu yang terpenting. Akibat dari tindakan notaris tersebut, ada pihak yang dirugikan dengan nilai cukup besar. Tak ada bukti pembayaran sebagai landasan tindakan notaris, hakim memalsukan keterangan saksi menjadi sudah dibayar agar notaris terhindar dari konsekwensi atas perbuatannya.

Sekalian cari uang besar-besaran, kalau mafia diperlakukan seperti itu tidak apa-apa biar kapok, begitu gurauan saya kepada siapapun yang menanyakan perkara saya yang tidak pernah menang. Belakangan mungkin baru memahami apa yang saya katakan seperti bergurau tersebut memang menguras harta benda komplotan itu. Kasian pak, berdamai saja bujuk seorang penyidik yang saya kenal, mereka sudah habis-habisan. 

Terbetik sebuah informasi yang membuat saya tertawa prihatin, mereka mengalami kerugian lebih dari 10 milyar rupiah. Spontan saya menjawab, saya akan ganti semua dengan syarat harus jelas kerugian tersebut karena apa, dibayarkan kepada siapa dan untuk apa, sebelum saya selesaikan akan saya konfirmasi terlebih dahulu ke KPK.

Semua itu berangkat dari putusan hakim yang didalamnya tertulis pertimbangan hakim yang saya yakin berdasarkan keterangan palsu dan merekayasa dokumen sehingga bermakna saya telah menjual perseroan dan selruh assetnya se3bagai landasan untuk membidik penggunaan kop surat. Membidik penggunaan kop surat untuk melegalkan tindakan dugaan pelanggaran perbankan. Boneka dibuat menjadi pihak yang seolah-olah sebagai pembeli, boneka inilah yang saya jadikan target hukum dengan berlandaskan pertimbangan hakim yang diduga tujuannya untuk melegalkan tindakan perbankan.

Trik yang sama mungkin saja digunakan dalam kasus pembelian tanah oleh Dinas Perumahan DKI yaitu dengan menggugat PT Sabar Ganda yaitu dengan tujuan untuk mengusir PT Sabar Ganda yang menguasai fisiknya. Bukti kepemilikan pemprov DKI adalah surat perolehan tanah yang tidak tercatat di BPN yang menjadi dasar pertimbangan hakim mengambil putusan.Akhirnya Pemprov DKI memenangkan gugatan pada tingkat kasasi ke Mahkamah Agung setelah sebelum dikalahkan pada tahun 2012.

Diduga, trik ini bertujuan untuk mengamankan fisik sementara itu BPN menerbitkan sertifikat untuk object yang sama seperti yang dipublikasi dengan no sertifikat  13069 tanggal 8 juli 2010.  Antara gugatan Pemprov DKI dan terbitnya sertifikat oleh BPN tergambar sebuah skenario hanya bertujuan untuk mengusir PT. Sabar Ganda sedangkan secara yuridis formal object tersebut milik Toeti Sukarno. 

Ketika hal tersebut terungkap oleh BPK, jawaban klise pembelaan diri tidak tahu seperti itu sudah menjadi jawaban wajib  sampai kelini paling bawah, tidak tahu adalah jawaban mengelak bertanggung jawab. Seorang mantan pegawai kelurahan yang mengaku mengetahui sejarah tanah tersebut langsung dinilai publik sebagai saksi kunci padahal dia dapat memberitahu kepada BPN mengenai hal tersebut dan BPN dapat melakukan pemblokiran untuk mencegah transaksi. Baru setelah ramai terungkap media, nyanyian dikumandangkan, uang negara sudah terlanjur melayang.

Dari apa yang terkuak di media dan nyanyian mantan pegawai kelurahan, adalah sebuah gambaran diduga ada sebuah grand skenario penjarahan tanah negara yang melibatkan banyak pihak dan yang perlu didalami siapa sesungguhnya Toeti Sukarno, apakah dia salah seorang komplotan yang hanya dipinjam namanya sebab Toeti Soekarno dalam transaksi tersebut menguasakan kepada pihak lain. Siapakah pihak lain itu ?

PT Sabar Ganda yang menduduki fisik dan diusir oleh putusan pengadilan memiliki peran penting dalam carut marut pembebasan lahan oleh Dinas Perumahan DKI itu yang harus diusir dari object "jarahan" melalui sebuah proses peradilan yang nyatanya kemudian dibeli oleh Pemprov DKI dari pihak lain. Sehingga, diduga gugatan tersebut untuk "mengamankan" Toeti Soekarno.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun