Mohon tunggu...
Kemas Ahmad Adnan
Kemas Ahmad Adnan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan Ilmu Komunikasi

Sekarang sedang belajar dan mencoba menulis berita, cerita, opini dsb

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Media Sosial 2021: 170 Juta dari 274,9 Juta Jiwa adalah Pengguna Media Sosial!

29 April 2021   10:07 Diperbarui: 29 April 2021   13:06 506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bermain media sosial saat ini menjadi salah satu aktivitas yang popular di kalangan masyarakat Indonesia. Setiap bagian dari kelompok masyarakat Indonesia, berdasarkan usia, profesi, ataupun latar belakang lainnya setidaknya pernah bermain ataupun menautkan dirinya pada satu akun dalam media sosial. Menurut data dalam riset kolaborasi antara We Are Social dan Hootsuite pada bulan januari 2021, menemukan sekitar 170 juta jiwa pengguna aktif media sosial dari 274.9 juta jiwa populasi di Indonesia. Selain itu, dalam data tersebut ditemukan bahwa rata-rata waktu yang dihabiskan untuk online pengguna aktif mencapai 3 jam 14 menit dan 99.8% waktu digunakan 'hanya' untuk mengunjungi ataupun menggunakan layanan dalam media sosial[1].

Kepopuleran media sosial tidak hanya pada segi komunikasi interaktifnya, akan tetapi juga  dalam misalnya segi komersial, influencing, edukasi, hiburan, dll. Adanya banyak fitur pilihan dan beragamnya cara setiap orang memanfaatkannya menjadi dinamika tersendiri dalam dunia media sosial. Hal ini dapat terjadi karena perkembangan pengetahuan, kemudahan akses, dan kebutuhan masyarakat terhadap hal baru dan unik akhirnya mendorong beberapa pihak seperti misalnya influencer dan developer media sosial untuk terus berinovasi demi menjaga eksistensi. Bentuk inovasi ini seperti misalnya banyak bermunculan tren-tren di media sosial dalam rentang waktu satu tahun lockdown dan pandemi di seluruh dunia, sebagai bentuk respon masyarakat terhadap kondisi terbatasnya interaksi offline seperti berjoget di tiktok (anda mesti paham arah saya), kopi dalgona, hobi mengurus tanaman, main saham, ataupun kelas webinar (lumayan sertif).

Dalam pandangan saya pribadi, potensi media sosial terbesar masih terletak pada interaksi dan akses tak terbatasnya (dengan syarat tertentu pastinya!) terhadap seseorang ataupun informasi yang ada di dalamnya. Sebagai pengguna media sosial, saya pastinya juga merasakan bentuk potensi tersebut. Seperti contoh ketika main Instagram, setiap kali selesai menstalk atau following suatu akun, tiba-tiba saja semua rekomendasi akun dan halaman search selalu penuh dengan konten-konten yang berhubungan dengan aktivitas saya sebelumnya (perlu diketahui kawan, kekagetan ini terjadi sebelum saya memahami konsep algoritma dalam media sosial hehe). Meskipun terkesan sepele, ketika dilihat melalui pernyataan saya tentang potensi, maka hal sepele ini menjadi 'big deals' karena terdapat kemungkinan kita akan selalu bertemu dan menemukan akun atau konten dengan tema dan isi yang 'sama' sehingga akan menambah wawasan dari keragaman konten dalam akun dan influencernya.

Nah karena potensi interaksi dan aksesnya, media sosial juga dianggap sebagai wadah strategis untuk menjalankan praktik bisnis dan marketing, terutama pada Instagram dan Facebook. Sebagai refleksi, saya yakin setidaknya akun instagram anda pernah sekali bertemu ataupun memfollow akun jual beli barang atau pada Facebook pernah mengikuti grup dagang contoh COD handphone, dan jika keyakinan saya benar, maka ini bisa sedikit membantu anda akan arah gambaran ide saya akan potensi media sosial dalam bidang ekonomi. Dalam sumber data yang sama menjelaskan, jumlah dana yang diinvestasikan untuk kepentingan marketing melalui social media ads mencapai $432.5 juta dari $1.45 milliar jumlah keseluruhan dana digital marketing yang dikeluarkan di Indonesia. Data dengan sumber yang sama juga menyebutkan bahwa jumlah audiens yang dapat dijangkau oleh instagram mencapai 85 juta jiwa, lalu untuk facebook mencapai 31 juta jiwa.

Angka-angka bombastis ini membuktikan dampak dan potensi media sosial terhadap perkembangan iklim bisnis di Indonesia. Jika boleh mengajak melihat kebelakang, kita bisa mengingat setahun yang lalu iklim bisnis di Indonesia sempat mengalami periode lesu dan beresiko tinggi utamanya kepada bisnis yang masih berorientasi pada interaksi secara langsung. Ketika wacana perpindahan landasan bisnis utamanya pada UMKM yang bergerak dalam interaksi langsung ke online diaplikasikan sebaga bentuk usaha survive dan transformasi adaptasi, saya menyadari bahwa himbauan tersebut adalah langkah cerdik mengingat selama PSBB, kita semua bergantung secara konsisten terhadap kehadiran media sosial. Dari sini, saya mengklaim bahwa jika terdapat satu bentuk bisnis yang secara cerdas, adaptif dan fleksibel mampu berintegrasi dengan konsep digital marketing atau e-commerce, maka kemungkinan exposure serta aktivitas jual beli yang mungkin terjadi akan meningkat pesat, yang berarti keuntungan akan deras mengalir dalam kas bisnis dan rekening ownernya.

Jadi dari beberapa uraian diatas dapat anda simpulkan poin saya, bahwa media sosial selain berpotensi untuk memperluas jaringan personal dan wawasan, juga mampu menjadi sarana mencari penghasilan. Dalam pengalaman dan pengetahuan saya, ide mencari penghasilan ini bergantung pada kapasitas dan kemampuan anda untuk mengetahui dan memahami tren media sosial, demand-supply barang dan jasa, digital marketing, branding, segmen audiens, dsb bergantung pada fundamental bisnis yang anda inginkan. Sehingga saran paling baik yang saya berikan bisa mengawali debut usaha dengan memahami segmen audiens atau perspektif sebagai pengguna media sosial. Meskipun media sosial memiliki potensi positif yang berlimpah, seperti analogi mata uang koin, media sosial nyatanya juga memiliki potensi negatif yang tidak sepele.

Dalam beberapa tahun terakhir, media sosial Indonesia seringkali disorot oleh pihak-pihak dari luar negeri sepeti misalnya netizen, media online dan yang paling hype, microsoft. Iya, Microsoft dalam usahanya mengampanyekan konsep internet safe for everyone, sejak tahun 2016 menjalankan serangkaian survey  yang pada tahun 2021 ini diwakili oleh 16.000 responden dari seluruh dunia, berkaitan dengan isu digital civility[2]. Hasilnya? Diwakili 503 responden, Indonesia akhirnya meraih 'prestasi' dengan tagline besar bertuliskan "worsened by 8 point to 76", diwakili penilaian terhadap beberapa poin seperti misalnya dari resiko yang berpotensi menyebar dan meningkat antara lain terdapat 47% hoax, scam dan fraud; 27% dari hate speech; serta 13% dari discrimination. Selain poin resiko, dalam poin lainnya yang berkaitan dengan isu bullying menyebutkan bahwa dalam kejadian pembulian online, terdapat 5 dari 10 orang yang ikut andil atau 47%-nya adalah seorang pembuli.

Dari pemaparan singkat dan sedikit diatas, kita bisa tahu bagaimana bentuk potensi negatif dari media sosial, yaitu ketika terdapat pengguna yang menulis tanpa etika ke massa internet. Ini jelas masalah pelik, karena salah satu akibatnya adalah media sosial dengan potensi interaksi tak terbatasnya akan menjadikan identitas kebangsaan kita oleh masyarakat global hanya diingat/dilabel sebagai sekelompok orang tidak beretika. Selain akibat tersebut, kita juga beresiko tinggi mengajarkan serta mencontohkan teladan buruk kepada netizen muda yang baru menyentuh media sosial. Untuk itu, sebagai pengguna saya memiliki beberapa ide yang relate dan perlu digaungkan guna memperbaiki iklim media sosial.

Pertama, kita sebagai pengguna perlu menyadari sikap brengsek terhadap orang lain salah satunya caranya dengan bertanya dan berkaca. Kedua, menstimulus kesadaran melalui 2 dimensi yaitu, pendidikan dan lingkungan, dengan pendidikan bisa dilakukan melalui sosialisasi etika bermedia sosial, sedangkan lingkungan bisa dimulai dari inisiasi kampanye atau aktivitas menggunakan etika dalam bermedia sosial. Ketiga, perlu adanya dorongan halus dan keras melalui pihak terkait seperti kominfo dengan membuat peraturan tata etika, dsb yang berfungsi sebagai SOP pengguna media sosial. Terakhir, karena dunia itu fana dan sementara, kita perlu banyak muhasabah diri dan berdoa, semoga wacana-wacana ini dapat ditakdirkan oleh Tuhan untuk terlaksana, dan mendorong perubahan pada Indonesia beserta label yang mengikutinya untuk menjadi lebih baik.

  

[1]Slideshare

[2]Microsoft

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun