Mohon tunggu...
Kemal Jam
Kemal Jam Mohon Tunggu... Freelancer - Belajar Menulis dan Mengamati sekitar.

Mengamati apa yang nampak, dan menggali apa yang tak nampak. Kontak langsung dengan saya di k3malj4m@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Rebranding Hijrah, Jangan Monopoli Hijrah

1 September 2019   02:47 Diperbarui: 2 September 2019   04:13 1418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : Dokpri

Makna Hijrah yang Dinamis

Hijrah arti harfiahnya berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Dalam Islam maknanya seringkali merujuk pada peristiwa perpindahan basis dakwah Rasulullah saw. dari Mekkah ke Madinah.

Perjalanan waktu selama puluhan, ratusan dan ribuan tahun setelahnya melaksanakan hijrah fisik tidak lagi relevan dilakukan. Dalam upaya tetap meneladani Rasulullah saw., para ulamapun mengembangkan pemikiran baru mengenai makna dan penerapan hijrah selain perpindahan ruang.

Ibnu Hajar berkata: "Hijrah itu dua jenis; lahiriyah dan batiniyah. Hijrah batin adalah meninggalkan seruan nafsu dan kehendak jahat, sedangkan hijrah lahir adalah meninggalkan fitnah untuk menjaga agama".

Ibnu Qayyim juga mengatakan bahwa "hijrah ada dua macam. Pertama hijrah dengan fisik dari suatu negeri ke negeri yang lain. Dan kedua adalah hijrah maknawi, yaitu menuju Allah dan Rasul-Nya. Hijrah maknawi inilah hijrah hakiki yang merupakan akar fondasi semua amalan hijrah."

Penyempitan Makna Hijrah

Belakangan ini pemaknaan istilah hijrah justru mengalami gejala penyempitan makna. Bahkan kalau bisa dibilang terjadi re-branding yang ingin memonopoli makna istilah itu pada bentuk perilaku tertentu.

Kita semua tentu pernah menemui melalui televisi, internet atau dalam pergaulan sehari-hari, dialog seperti "Itu si Fulan/Fulanah sudah hijrah lho". Biasanya informasi berikutnya seputar gerakan meninggalkan bank konvensional, praktek poligami, nikah muda, cadar, dan hal sejenisnya.

Istilah gamblangnya ada pandangan di masyarakat bahwa orang-orang yang sudah melakukan hijrah adalah orang-orang yang sudah melakukan hal-hal tesebut diatas. Begitu pula sebaliknya orang-orang yang tidak melakukannya berarti belum berhijrah.

Lantas apa urgensinya bagi kita bila maknanya menyempit?

Silahkan teliti lagi di Al-Quran dan pendapat ulama-ulama terhadahulu mengenai hukum berhijrah. Dari sana kita akan mendapati bahwa bagi orang-orang beriman hijrah itu hukumnya wajib, bahkan di Al-Quran sampai ada hukuman bagi yang tidak hijrah.

Logikanya, apabila hijrah itu wajib, dan semua perilaku-perilaku khusus itu adalah hijrah, maka semua perilaku itu menjadi wajib. Apabila tidak melaksanakannya, tentu mendapatkan konsekwensi. Pandangan ini benar-benar terjadi dilapangan.

Di lapangan muncul klaim, stigma, tuduhan bahkan hujatan bagi yang tidak sepaham dengannya. Predikat bodoh, bid'ah, dosa besar, bahkan masuk neraka dilekatkan bagi mereka yang tidak menerapkan perilaku-perilaku tersebut.

Tulisan ini tidak akan membahas satu persatu hukum perilaku-perilaku tersebut. Alasanya karena untuk mengupas tiap-tiap perilaku itu perlu pembahasan (mungkin terjadi perdebatan) yang sangat panjang, sedangkan ruang tulisan ini sangat terbatas.

Tulisan ini lebih mempermasalahkan cara memaknai istilah hijrah yang seolah-olah hijrah melulu dipahami soal fiqh. Fiqh adalah hukum, maka sesuai dengan karakteristiknya pembahasannya cenderung bernuansa lurus, kaku dan memaksa. Secara tidak langsung seolah Islam itu hanya berkarakter fiqh yang kaku.

Hijrah itu Luas Seluas Islam

Sebenarnya hijrah sendiri tidak hanya dapat dipahami dalam aspek fiqh semata. Apabila merujuk pada pengertian Ibnu Qayyim diatas, bahwa hijrah adalah bergerak menuju Allah dan Rasulnya, maka bisa dibilang Islam sebagai agama hijrah, dan tentu ajaran Islam tidak hanya fiqh.

Secara kronologi sejarah turunnya wahyu mula-mula justru bukan mengenai ketaatan hukum, melainkan justru perubahan pola pikir, kesadaran alam semesta, kemanusiaan dan spiritual.

Pada masa Mekkah, Allah menurunkan ayat-ayat yang menggugah nalar kesadaran manusia terhadap alam, kemanusiaan dan penciptannya. Menggerakkan mereka yang berakal sehat dan berhati jernih untuk beriman. Dengan kata lain ayat-ayat masa itu menggugah sisi rasional dan kemanusiaan manusia untuk tumbuh rasa spiritual ketuhanan.

Baru setelah itu di Madinah membangun penguatan kesolidan sosial, ekonomi, politik, hukum dan militer. Kesemuanya itu diarahkan pada pembangunan perbaikan dan kemajuan peradaban masyarakat.

Di Madinah (Yastrib) Rasul mempersaudarakan suku-suku Quraisy (muhajirin), Aus, Khasraj. Menyatukan agama-agama baik Islam, Nasrani, Yahudi dan agama asli Yatsrib dalam piagam Madinah. Membangun Pasar, Menegakkan hukum, Membangun kekuatan militer untuk mempertahankan diri dari musuh.

Baik dari masa Mekkah dan Madinah tersebut ajaran Islam mengarah pada pembangunan peradaban yang maju.

Jelas bahwa Islam bukan hanya fiqh, tetapi meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Jadi janganlah kita menyempitkan pengertian orang yang telah berhijrah hanya pada mereka yang sudah tidak menabung di bank konvensional, sudah berpoligami, sudah pakai cadar, atau sudah menikah diusia muda.

Apabila ada pandangan melakukan itu sama dengan sudah berhijrah ya silahkan saja, tetapi jangan bilang bahwa mereka yang tidak melakukan itu belum berhijrah apalagi sampai distigma bodoh, bid'ah, sesat, dosa besar, bahkan masuk neraka.

Hijrah Kekinian

Dr. Abad Badruzzaman menjelaskan dalam bukunya bahwa Al-Quran tidak turun dalam ruang hampa. Ia turun dalam ruang sejarah yang memiliki tatanan sosial, budaya dan pranata lainnya. Al-Quran turun untuk menyapa, berdialog, dan berdialektika dengan semua itu.

Poinnya adalah Al-Quran sebagai ajaran Islam dapat memberi solusi di masa itu karena yang tertuang di Al-Quran mengandung solusi terhadap masalah sosial kemasyarakatan masa itu.

Seharusnya begitulah ajaran Islam saat ini dikembangkan, yaitu harus mampu mengejawantahkan nilai Al-Quran agar memberi dorongan yang produktif untuk mencapai solusi-solusi sosial kemasyarakatan saat ini terhadap masalah sosial, bukan sebaliknya.

Hijrah kekinian yang dapat kita lakukan bisa banyak sekali, karena sebagai individu, anggota, bangsa dan sebagai umat Islam kita memiliki masalah yang tidak sedikit dan berbeda-beda.

Hijrah kekinian Bagiku

Sebagai umat Islam mungkin kita perlu hijrah dari pola pikir sempit dalam beragama. Maksudnya mengurangi ketergesa-gesaan menghujat paham lain yang tidak sepaham. Ada baiknya mempelajari sudut pandang orang lain agar kita saling memahami.

Gunakan kata-kata yang sopan dalam berdialog. Bukankah dalam sejarah kita dapati para sahabat dan para imam berbeda pendapat, namun perbedaan mereka tidak menjadikan mereka menghina satu dengan lainnya. Dan bukankah kita juga diperintahkan untuk tidak menghina tuhan-tuhan agama lain, dan tidak memaksakan agama kepada orang lain.

Sebagai bangsa saat ini kita sedang membutuhkan negara yang bersatu, dan kuat secara ekonomi. Paling tidak kedua hal itulah yang paling mendesak, selain juga masalah korupsi dan moralitas.

Maka ada baiknya saat ini kita hijrah dari kebiasaan yang bisa memecah belah bangsa, seperti perilaku memicu sentimen SARA. Hijrah dari kebiasaan menyebar hoax, kebiasaan gampang membagi berita tanpa validasi.

Mungkin kita harus hijrah dari kemalasan yang mengantarkan pada kemiskinan. Hijrah dari mindset mencari kerja menjadi menciptakan lapangan kerja. Hijrah dari mindset konsumen menjadi produsen. Hijrah dari jago impor menjadi jago ekspor.

Sebagai masyarakat global kita dihadapkan dengan masalah pemanasan global, sampah plastik, dan kelangkaan air bersih. Mungkin kita harus mulai hijrah dari sumber energi batu bara dan minyak ke sumber energi yang lebih ramah lingkungan. Hijrah dari plastik dengan mengurangi pemakaiannya. Hijrah dari boros air bersih menjadi hemat air bersih.

Terakhir, sebagai individu, mungkin saya harus hijrah dari kebiasaan males mencatat waktu dapet ide biar ide-idenya tidak menguap. Atau harus hijrah dari nulis jarang-jarang ke nulis sering-sering. Hehehe.

Itulah Hijrah kekinian bagiku. Bagaimana dengan kamu?

Selamat Tahun Baru Hijriah
1 Muharam 1441 H / 1 September 2019 M

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun