Mohon tunggu...
Kelik Wardiyono
Kelik Wardiyono Mohon Tunggu... Pendidik di SMAIT Ibnu Abbas Klaten

Seorang yang menyukai bersepeda, membaca buku dan travelling untuk menambah wawasan dan kearifan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Cinta adalah Jalan Pintas Perubahan

12 Oktober 2025   04:07 Diperbarui: 12 Oktober 2025   04:07 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

"Dan di antara manusia ada yang menyembah tuhan selain Allah sebagai tandingan, yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman, sangat besar cintanya kepada Allah.".( Q.S. Al Baqarah, 2: 165)

       Beberapa waktu lalu, saya kembali merenungi salah satu pesan penting dari Ustadz Syihab dalam majelis bersama para pengurus Yayasan Ibnu Abbas Klaten. Beliau berbicara tentang sesuatu yang sederhana dalam ucap, namun sangat dalam dalam dampak: cinta.

       Dalam refleksi perjalanan 25 tahun pondok pesantren yang beliau dirikan bersama para asatidz di Soloraya, Ustadz Syihab menceritakan bahwa santri-santri yang dulu tidak naik kelas, bahkan ada yang sempat drop out (DO), ternyata banyak yang kemudian justru menjadi pendiri pondok pesantren. Hal ini menjadi bukti bahwa alih-alih hanya mentransfer ilmu pengetahuan, pondok pesantren harus mampu mentransfer cinta; cinta kepada iman, cinta kepada Allah dan rasulNya serta kepada para alim-ulama.

       Cinta inilah, menurut beliau, yang sejatinya ditanamkan dalam proses pendidikan yang tulus. Cinta yang tak selalu terukur oleh angka, tapi bisa mengubah jalan hidup seseorang secara drastis. Bahkan beliau menyebut, "cinta bisa merubah DNA".

       Refleksi ini membawa saya pada apa yang sering kita hadapi dalam mengelola lembaga pendidikan: kita terlalu sibuk dengan program kerja, SOP, dan evaluasi, namun sering lupa pada hal-hal yang tak terlihat --- relasi yang penuh cinta antara guru dan murid, antara tim pengelola, antara visi dan pelaksanaannya.

       Dalam sebuah makalah almarhum Ustadz Mu'in yang disarikan oleh Sholihin Abu Izzudin, dikutip pernyataan Jasim Badr al-Muthawwi': "Cinta adalah jalan pintas menuju perubahan. Betapa banyak jiwa yang berubah menjadi baik karena cinta. Betapa banyak akal yang terbenahi karena cinta."

       Senada dengan itu, Ahmad Thoha Faz dalam Titik Ba menulis bahwa cinta adalah cetak biru penciptaan manusia dan seluruh alam semesta. Dua nama Allah yang paling sering disebut, Ar-Rahman dan Ar-Rahim, keduanya berakar pada cinta dan kasih sayang. Maka, semua sistem, termasuk pendidikan, seharusnya tidak lepas dari logika cinta.

       Hal ini diperkuat oleh Jalaluddin Rumi, penyair sufi besar dari Persia. Rumi menyatakan bahwa cinta bukan sekadar urusan hati atau pikiran --- cinta adalah kekuatan yang menggerakkan semesta. "Jika tiada cinta," kata Rumi, "dunia akan membeku." Pendidikan yang kehilangan cinta akan menjadi mekanis, birokratis, dan kehilangan ruh.

       Cinta membuat hidup dinamis dengan secara sadar mengambil inisiatif pertama. Ia menuntut kita untuk menjadi makhluk yang memberi dan peduli. Terlebih di dunia pendidikan, cinta adalah inti dari proses menyentuh hati, menggugah pikiran, meresapi perasaan, menggerakkan logika dan emosi, serta menghidupkan potensi umat. Namun semua ini tidak mungkin dilakukan tanpa kualitas ruhiyah yang kuat dari sang pendidik --- kualitas yang selalu terhubung dengan sumber cinta sejati: Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dalam pandangan almarhum Ustadz Mu'in, cinta kepada Allah inilah yang mendorong seorang mukmin untuk berpikir, berikhtiar, beramal, dan bertawakal kepada Allah swt.

       Saya teringat apa yang disampaikan oleh Edgar Schein dalam Organizational Culture and Leadership, bahwa budaya organisasi lebih banyak dibentuk oleh pengalaman bersama dan nilai-nilai yang dihayati secara kolektif, dibandingkan dengan struktur formal atau dokumen kebijakan. Dalam konteks ini, cinta adalah nilai yang bisa menembus semua batas struktur dan birokrasi --- jika ia ditanam dan dirawat dalam pengalaman keseharian lembaga.

Alternatif Tindakan:

       Pemimpin lembaga perlu secara sadar menanamkan cinta sebagai fondasi budaya organisasi. Melalui interaksi yang tulus, kisah-kisah inspiratif, dan ruang refleksi ruhiyah, cinta dapat ditransfer sebagai energi perubahan. Dalam atmosfer cinta, visi akan lebih mudah diselaraskan, keputusan menjadi lebih bijak, dan kerja kolektif akan tumbuh dari hati---bukan sekadar struktur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun