Kalau boleh jujur, kita pasti sering melihat pelanggaran-pelanggaran aturan yang dilakukan masyarakat. Entah berkendara sepeda motor tanpa menggunakan helm, menyeberang jalan tidak di zebra cross, berjualan di trotoar atau merokok dan membuang sampah sembarangan.
Pelanggaran aturan itu dilakukan masyarakat karena berbagai alasan. Seperti tidak takut pada sanksi akibat lemahnya penegakan hukum, faktor kebiasaan berdasar norma sosial budaya yang salah (misal terbiasa membuang sampah di sungai), faktor ekonomi (melanggar aturan lebih menguntungkan, misal menghindari membayar pajak), kurangnya kesadaran dan pemahaman, sampai 'efek dunning-kruger' (merasa lebih tahu dan kebal hukum).
Dari sekian banyak alasan melakukan pelanggaran aturan, alasan yang paling dominan adalah kurangnya kesadaran. Padahal aturan (norma, hukum) sejatinya dibuat untuk menciptakan lingkungan yang aman, nyaman, tertib, bersih dan sehat. Bisa dibayangkan betapa nyamannya suatu negeri yang masyarakatnya penuh kesadaran (awareness) mentaati aturan. Kita tidak perlu susah payah menggunakan polisi atau aparat.
Teknik-teknik psikologi
Menurut teori psikologi, kesadaran (awareness) masyarakat untuk menaati aturan bisa dibangun melalui beberapa pendekatan yang bersifat jangka panjang dan berkelanjutan. Berikut ini beberapa cara atau teknik psikologi untuk menciptakan kesadaran. Teori-teori ini (8 Teori) banyak digunakan dalam kebijakan publik, pemasaran, dan intervensi sosial :
 1. Social Proof (Bukti Sosial)
Teori ini dipopulerkan oleh Robert Cialdi. Cialdini dalam bukunya "Influence: The Psychology of Persuasion" (1984) menjelaskan bahwa orang cenderung meniru tindakan mayoritas. Orang cenderung mengikuti apa yang dilakukan mayoritas. Jika mereka melihat banyak orang menaati aturan, mereka akan terdorong untuk melakukan hal yang sama.
Contoh: Kampanye yang menunjukkan bahwa "90% warga sudah membuang sampah pada tempatnya" bisa membuat orang lain ikut merasa perlu melakukannya.
2. Cognitive Dissonance (Ketidaksesuaian Kognitif)
Leon Festinger (1957) mengemukakan bahwa ketika seseorang memiliki keyakinan tetapi bertindak bertentangan dengannya, mereka akan merasa tidak nyaman dan terdorong untuk menyelaraskannya. Teknik ini bisa digunakan untuk mendorong perubahan perilaku.
Contoh: Jika seseorang percaya bahwa lingkungan bersih itu baik, tetapi masih membuang sampah sembarangan, dorong mereka untuk menyadari kontradiksi ini agar mereka mau mengubah perilaku.