Mohon tunggu...
Keitshya PutriP
Keitshya PutriP Mohon Tunggu... Atlet

Full-time Athlete | Part-time Traveler 🌍 Mendedikasikan diri untuk prestasi dan petualangan. Hidup saya di antara garis finish, airport check-in, dan timeline editing. 🎥

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Sportivitas Pancasila : Menegakkan Etika dalam Setiap Pertandingan

13 Oktober 2025   23:30 Diperbarui: 13 Oktober 2025   23:30 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto ilustrasi : iStock 

Olahraga Bukan Sekadar Menang, Tapi Panggung Kejujuran Karakter

Olahraga adalah arena etika yang paling jujur, sebuah panggung terbuka di mana karakter sejati seseorang diuji. Artikel opini ini menganalisis secara mendalam bagaimana etika pertandingan, yang diwujudkan melalui semangat fair play, penghormatan mutlak terhadap lawan dan wasit, serta sikap lapang dada dalam penerimaan hasil, merupakan manifestasi langsung dan konkret dari nilai-nilai luhur Pancasila.

Aktualisasi etika yang kokoh ini dalam setiap level kompetisi adalah kunci fundamental untuk membangun karakter atlet yang berintegritas tinggi, menjauhkan dunia olahraga nasional dari penyakit sosial seperti rasisme, anarki, dan kekerasan, sekaligus berperan strategis dalam memperkuat sendi-sendi persatuan nasional.

foto dari : Web Kemlu 
foto dari : Web Kemlu 

Mengapa Etika Olahraga Harus Berlandaskan Pancasila?

Dunia olahraga profesional kontemporer seringkali menguji dan bahkan melampaui batas-batas moralitas. Hasrat untuk meraih kemenangan---sebuah tujuan yang sah---terkadang secara tragis menggeser nilai-nilai fundamental sportivitas. Di saat tekanan mencapai puncaknya, godaan untuk berbuat curang atau melanggar aturan demi keunggulan sesaat menjadi ancaman nyata.

Sebagai bangsa yang secara filosofis dan ideologis berlandaskan pada Pancasila, etika dalam berolahraga seharusnya tidak dipandang sekadar sebagai seperangkat aturan teknis. Ia harus menjadi perwujudan nyata dari filosofi dan kepribadian kebangsaan kita. Etika adalah pondasi moral tak tergoyahkan yang menjamin bahwa kemenangan apa pun yang diraih adalah kemenangan yang bermartabat, diperoleh melalui jalan yang jujur, dan tidak menodai kehormatan diri maupun negara.

Pesan Kunci: Etika adalah raison d'tre (alasan keberadaan) yang membedakan kompetisi yang sehat dari konflik yang berujung anarki.

Transformasi 5 Sila Menjadi Aksi Nyata di Lapangan Hijau (dan Arena Lain)

Etika pertandingan dapat dipecah, diuraikan, dan dihubungkan secara erat dengan setiap sila dalam Pancasila, menjadikannya sebuah pedoman moral yang komprehensif untuk semua pelaku olahraga.

1. Kemanusiaan dan Fair Play (Sila ke-2 & ke-5)

Fair Play adalah inti tak terpisahkan dari etika pertandingan yang sejalan sempurna dengan sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Konsep ini menuntut lebih dari sekadar kepatuhan, melainkan menuntut Integritas dan Penghargaan (Respect) mendalam kepada semua pihak.

2. Persatuan dan Kontrol Emosi (Sila ke-3)

Etika pertandingan adalah sarana efektif memelihara Persatuan Indonesia. Perilaku setiap pelaku olahraga (atlet, pelatih, suporter) harus diatur agar persatuan nasional tidak retak oleh perbedaan dukungan atau hasil pertandingan.

  • Pengendalian Diri dan Anti-Anarki: Pemain profesional harus mengendalikan emosi, menghindari provokasi, dan secara total menolak kekerasan.

  • Kekalahan Bukan Pembenaran: Tindakan anarkis, tawuran, atau perusakan fasilitas oleh suporter adalah pelanggaran serius terhadap nilai persatuan dan etika kebangsaan. Kekalahan harus diterima sebagai peluang untuk evaluasi, bukan pembenaran untuk kerusuhan.

3. Integritas dan Keadilan (Sila ke-5)

Pelanggaran etika yang paling serius dan sistemik adalah bentuk pengkhianatan paling terang-terangan terhadap sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

  • Anti-Doping: Menjunjung Integritas Tubuh: Doping adalah kecurangan yang merusak integritas atlet dan merampas hak atlet lain untuk berkompetisi secara adil. Olahraga harus menjadi panggung bakat murni dan kerja keras.

  • Anti-Kecurangan dan Match Fixing: Pengaturan skor (match fixing) menghancurkan roh kompetisi. Keadilan sosial menuntut bahwa hasil pertandingan adalah cerminan jujur dari performance di lapangan, bukan hasil dari manipulasi yang tidak bermoral.

Penutup: Sportivitas Pancasila, Pilar Martabat Bangsa

Etika pertandingan dalam konteks Indonesia harus dipandang sebagai aktualisasi multidimensi dari ideologi Pancasila yang terjadi secara real-time di lapangan. Sportivitas, penghormatan, dan kejujuran bukanlah sekadar kebijakan, melainkan nilai-nilai Pancasila yang jika diinternalisasi secara teguh, akan melahirkan:

  1. Atlet berkarakter baja dan berintegritas.

  2. Komunitas olahraga yang beradab dan terpelajar.

  3. Persatuan bangsa yang kokoh di tengah perbedaan dukungan.

Dengan menjamin penegakan etika yang teguh, olahraga akan bertransformasi dari sekadar tontonan menjadi media yang sangat kuat untuk pendidikan karakter. Sportivitas Pancasila adalah komitmen kita bersama untuk menjadikan olahraga sebagai pilar penopang martabat bangsa, membuktikan bahwa kita mampu meraih prestasi global tanpa pernah mengorbankan moralitas luhur.

(Artikel opini ini dibuat berdasarkan analisis normatif-deskriptif yang berfokus pada internalisasi nilai-nilai Pancasila dalam etika berolahraga.)

Referensi Bacaan:

  • Lutan, Rusli. (2003). Olah Raga dan Etika Fair Play.

  • Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) - Publikasi terkait Sportivitas dan Nilai Pancasila.

  • Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun