Mohon tunggu...
Keisya Zahra Maharani
Keisya Zahra Maharani Mohon Tunggu... 43225010020-Universitas Mercu Buana

43225010020-S1 Akuntansi-Fakultas Ekonomi dan Bisnis-Universitas Mercu Buana-Pendidikan anti korupsi dan etik UMB-Dosen Pengampu Prof.Dr, Apollo, M.Si.A

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Diskursus 5 Tokoh Pentingnya Berpikir Positif Tentang Kehidupan

16 Oktober 2025   23:43 Diperbarui: 16 Oktober 2025   23:43 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://docs.google.com/presentation/d/1Rd160YZKXaVUmSZNosmE0ByHmsEfVPr_/edit?usp=sharing&ouid=100792547619349071972&rtpof=true&sd=true

Latar belakang

1.     Marcus Aurelius dan Epictetus menekankan kendali diri untuk mengelola emosi dan menerima hal yang tak bisa diubah. Dengan fokus pada kebajikan dan refleksi, pendekatan Stoik ini membawa ketenangan batin dan kebahagiaan sejati.

2.    Friedrich Nietzsche mengajarkan bahwa orang kuat mencintai hidup sepenuhnya, termasuk penderitaan, sebagai jalan menuju kreativitas dan pertumbuhan. Melalui konsep "Amor Fati", "Ja Sagen", dan "eternal recurrence", ia mendorong keberanian untuk hidup autentik dan menciptakan nilai baru di tengah kekosongan zaman modern.

3.     William James, pendiri pragmatisme dan "ayah psikologi Amerika", menekankan bahwa keyakinan positif mendorong tindakan nyata. Dalam The Will to Believe, ia menunjukkan bahwa percaya pada diri sendiri dapat memicu kesuksesan.

4.     Albert Ellis, pencetus REBT, menekankan bahwa penderitaan sering muncul dari pikiran irasional. Terinspirasi Marcus Aurelius, ia mendorong berpikir positif dalam bukunya *A Guide to Rational Living*.

 Kelima tokoh ini menunjukkan bahwa berpikir positif bukan hanya gagasan abstrak tapi hasil dari latihan harian seperti refleksi diri, penerimaan penderitaan, dan perubahan sikap terhadap kegagalan menjadi peluang pertumbuhan.

https://docs.google.com/presentation/d/1Rd160YZKXaVUmSZNosmE0ByHmsEfVPr_/edit?usp=sharing&ouid=100792547619349071972&rtpof=true&sd=true 
https://docs.google.com/presentation/d/1Rd160YZKXaVUmSZNosmE0ByHmsEfVPr_/edit?usp=sharing&ouid=100792547619349071972&rtpof=true&sd=true 

Marcus Aurelius (121--180 M) -- Filsuf Kaum STOA

Marcus Aurelius mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati atau eudaimonia adalah keadaan kesejahteraan yang stabil dan bermakna, yang diperoleh melalui penerapan kebajikan seperti kesabaran, kejujuran, dan ketenangan batin. Untuk mencapai ini, pikiran harus dilatih agar tetap tenang, rasional, dan positif secara terus-menerus.

Salah satu pernyataan terkenalnya, "You have power over your mind, not outside events. Realize this, and you will find strength," mengilustrasikan bahwa kekuatan yang autentik datang dari kemampuan menguasai pikiran dan emosi sendiri, bukan dari mengubah keadaan eksternal, sehingga memungkinkan seseorang untuk mempertahankan ketenangan di hadapan kesulitan

https://docs.google.com/presentation/d/1Rd160YZKXaVUmSZNosmE0ByHmsEfVPr_/edit?usp=sharing&ouid=100792547619349071972&rtpof=true&sd=true
https://docs.google.com/presentation/d/1Rd160YZKXaVUmSZNosmE0ByHmsEfVPr_/edit?usp=sharing&ouid=100792547619349071972&rtpof=true&sd=true

Contoh Penerapan Ajaran Marcus Aurelius dalam Kehidupan

Marcus Aurelius memberikan ajaran filosofis dan saran praktis untuk kehidupan sehari-hari, dengan prinsip utama mengontrol pikiran dan reaksi terhadap keadaan daripada mencoba mengubah yang tak terkendali, yang masih relevan di era modern seperti interaksi sosial dan lingkungan kerja.

Kasus: Orang Marah-Marah di Jalan Raya

Pada kasus ini, sikap yang paling tepat untuk kita terapkan Adalah tetap tenang dan tidak membalas dengan amarah. Dengan menerapkan berpikir positif, orang tersebut mencoba untuk memahami situasi dari sudut pandang yang lain, misalnya berasumsi bahwa pengendara itu sedang terburu-buru atau lain hal yang membuatnya seperti itu. Sikap rasional dan empatik ini dapat mengurangi emosi dan mencegah konflik yang tidak perlu.

Refleksi Singkat

Pengalaman itu menunjukkan bahwa berpikir positif ala Marcus Aurelius menumbuhkan kendali diri, ketenangan batin, serta kebijaksanaan dalam menghadapi keburukan. Seperti kutipannya, "Balas dendam terbaik adalah tidak menjadi seperti orang yang berbuat buruk kepada kita."

https://docs.google.com/presentation/d/1Rd160YZKXaVUmSZNosmE0ByHmsEfVPr_/edit?usp=sharing&ouid=100792547619349071972&rtpof=true&sd=true
https://docs.google.com/presentation/d/1Rd160YZKXaVUmSZNosmE0ByHmsEfVPr_/edit?usp=sharing&ouid=100792547619349071972&rtpof=true&sd=true

Marcus Aurelius dan Konsep Metode Conversio

Marcus Aurelius, filsuf Stoikisme utama dan kaisar Romawi, mengajarkan bahwa ketenangan batin tidak diperoleh dari menyesuaikan pikiran dengan keadaan luar, melainkan melalui "Conversio", teknik refleksi diri untuk transformasi batin dan penerimaan. Rutinitas ini membantu mengelola emosi, mengurangi kecemasan, dan mempertahankan kedamaian jiwa, bahkan di tengah tantangan seperti peperangan dan krisis.

Makna Metode Conversio

Marcus Aurelius, filsuf Stoikisme, dikaitkan dengan konsep "Conversio".  Secara sederhana, konversi adalah metode refleksi diri yang dimaksudkan untuk membantu seseorang melakukan transformasi batin. Ini sejalan dengan prinsip-prinsip Stoikisme, yang berpendapat bahwa kekuatan sejati berasal dari dalam diri seseorang, bukan dari pengendalian dari sumber luar.

https://docs.google.com/presentation/d/1Rd160YZKXaVUmSZNosmE0ByHmsEfVPr_/edit?usp=sharing&ouid=100792547619349071972&rtpof=true&sd=true
https://docs.google.com/presentation/d/1Rd160YZKXaVUmSZNosmE0ByHmsEfVPr_/edit?usp=sharing&ouid=100792547619349071972&rtpof=true&sd=true

Conversio dalam Pemikiran Marcus Aurelius

Menurut Marcus Aurelius, "Conversio" dalam Stoikisme adalah proses transformasi batin yang memperkuat ketahanan mental dan kedamaian batin dengan mengubah reaksi negatif menjadi sikap tenang dan menerima keadaan. Ini karena kebahagiaan sejati bergantung pada pengendalian emosi dan penilaian rasional.

Dalam karyanya Meditations, Marcus Aurelius menulis:

"If you are distressed by anything external, the pain is not due to the thing itself, but to your estimate of it; and this you have the power to revoke at any moment."
Menurut Marcus Aurelius, penderitaan bukan berasal dari kejadian luar, melainkan dari cara kita menilainya. Karena penilaian itu bersifat subjektif, kita memiliki kendali penuh untuk mengubahnya kapan saja. Dengan mengendalikan pikiran, kita bisa mencapai ketenangan dan kebebasan emosional.

Sebagai contoh, bayangkan jika saat berkendara di jalan raya, tiba-tiba seseorang menyalip dan marah-marah tanpa alasan yang jelas.

Reaksi awal yang biasanya muncul seperti rasa marah, tersinggung ataupun rasa ingin membalasnya. Namun, seseorang yang telah dilatih dalam Conversio menurut ajaran Marcus Aurelius akan berhenti sejenak dan mempertimbangkan situasi secara rasional. Ia menyadari bahwa ia tidak dapat mengontrol perilaku orang lain, tetapi ia dapat mengontrol cara berpikir dan reaksinya sendiri.

https://docs.google.com/presentation/d/1Rd160YZKXaVUmSZNosmE0ByHmsEfVPr_/edit?usp=sharing&ouid=100792547619349071972&rtpof=true&sd=true
https://docs.google.com/presentation/d/1Rd160YZKXaVUmSZNosmE0ByHmsEfVPr_/edit?usp=sharing&ouid=100792547619349071972&rtpof=true&sd=true

Metode Latihan (Askesis) -- Memisahkan Dua Hal antara Fortuna dan Virtue

Makna dan Tujuan Askesis

Askesis, yang berasal dari kata Yunani "sksis", yang berarti latihan diri, adalah teknik mental dan spiritual yang digunakan oleh filsuf Stoik untuk mencapai kebijaksanaan dan ketenangan batin.  Latihan ini mengajarkan seseorang mengendalikan pikiran dan emosi mereka untuk tetap rasional saat menghadapi kesulitan.Dalam hal ini, Marcus Aurelius mengajarkan konsep pemisahan antara dua hal penting:

Fortuna adalah hal-hal yang tidak dapat kita kontrol, seperti nasib, pendapat orang lain, cuaca, penyakit, atau kematian. Ini termasuk peristiwa dari luar yang tidak dapat kita kontrol.

Virtue, yaitu hal-hal yang kita kendalikan sepenuhnya, seperti pikiran kita, sikap kita, nilai moral kita, dan apa yang kita lakukan. Menurut stoikisme, inilah inti dari kebahagiaan sejati.

Askesis dalam Kehidupan Marcus Aurelius

Melalui askesis, seseorang seperti Marcus Aurelius mampu mengendalikan pikiran dan emosi, menjaga ketenangan di tengah tekanan, serta meraih kebijaksanaan dan kestabilan jiwa yang menjadi teladan bagi pemimpin modern dalam membangun ketahanan emosional.

https://docs.google.com/presentation/d/1Rd160YZKXaVUmSZNosmE0ByHmsEfVPr_/edit?usp=sharing&ouid=100792547619349071972&rtpof=true&sd=true
https://docs.google.com/presentation/d/1Rd160YZKXaVUmSZNosmE0ByHmsEfVPr_/edit?usp=sharing&ouid=100792547619349071972&rtpof=true&sd=true

Memisahkan Dua Hal : Fortuna dan Virtue dalam Filsafat Stoikisme

Fortuna (Nasib) -- Hal-hal yang Tidak Dapat Kita Kendalikan

Fortuna merujuk pada hal-hal yang datang dari luar, seperti takdir, keberuntungan, cuaca, atau status sosial, yang memengaruhi kehidupan seseorang, tetapi tidak dapat kita kontrol.

Virtue (Kebajikan) -- Hal-hal yang Dapat Kita Kendalikan

 Kebajikan dalam filsafat Stoik didefinisikan sebagai hal-hal yang dapat kita kontrol, seperti pikiran, sikap, dan tindakan kita.  Marcus Aurelius menekankan bahwa kendali atas pikiran dan emosi, bukan sumber daya luar, adalah kunci untuk ketenangan dan makna hidup.

https://docs.google.com/presentation/d/1Rd160YZKXaVUmSZNosmE0ByHmsEfVPr_/edit?usp=sharing&ouid=100792547619349071972&rtpof=true&sd=true
https://docs.google.com/presentation/d/1Rd160YZKXaVUmSZNosmE0ByHmsEfVPr_/edit?usp=sharing&ouid=100792547619349071972&rtpof=true&sd=true

Contoh Kasus : Penerapan dalam Kehidupan

Dalam kehidupan sehari-hari, seperti saat pegawai yang telah berusaha keras tetapi gagal dipromosikan karena keputusan pimpinan, terjadi dua hal: keputusan dan hasil promosi merupakan elemen Fortuna, yakni aspek di luar kendali kita, sedangkan sikap profesional, jujur, serta kerja keras adalah Virtue, yaitu hal-hal yang bisa kita kendalikan. Filsafat Stoik mendorong kita untuk menerima hal yang tidak dapat diubah (Fortuna) dan tetap berupaya menjalankan kebajikan (Virtue) dengan kesadaran dan pengendalian diri. Metode Askesis menguatkan kemampuan ini. Seperti kata Marcus Aurelius, sumber gangguan batin bukan pada peristiwa eksternal, melainkan penilaian kita terhadap peristiwa itu.

https://docs.google.com/presentation/d/1Rd160YZKXaVUmSZNosmE0ByHmsEfVPr_/edit?usp=sharing&ouid=100792547619349071972&rtpof=true&sd=true
https://docs.google.com/presentation/d/1Rd160YZKXaVUmSZNosmE0ByHmsEfVPr_/edit?usp=sharing&ouid=100792547619349071972&rtpof=true&sd=true

Kemampuan Membedakan Emosi dan Sensasi

Kemampuan membedakan emosi dan sensasi adalah keterampilan penting dalam Stoikisme untuk stabilitas jiwa dan kontrol diri. Emosi merupakan respons internal terhadap sensasi, yang dapat diatur melalui latihan mental seperti askesis, sementara sensasi adalah pengalaman fisik langsung dari luar yang tak terkendali. Dengan mengasah ini, seseorang dapat menghindari reaksi berlebihan dan fokus pada respons yang tepat, sehingga mencapai ketenangan batin serta kebijaksanaan dalam kehidupan sehari-hari.

https://docs.google.com/presentation/d/1Rd160YZKXaVUmSZNosmE0ByHmsEfVPr_/edit?usp=sharing&ouid=100792547619349071972&rtpof=true&sd=true
https://docs.google.com/presentation/d/1Rd160YZKXaVUmSZNosmE0ByHmsEfVPr_/edit?usp=sharing&ouid=100792547619349071972&rtpof=true&sd=true

Kemampuan Membedakan Sensasi dan Emosi Menurut Filsafat Stoik

Filsuf Stoik seperti Marcus Aurelius dan Epictetus menekankan betapa pentingnya kemampuan untuk membedakan antara pathos dan sensasi. Sementara keduanya seringkali tampak serupa karena muncul bersamaan, mereka sebenarnya berbeda dari satu sama lain dari segi asal, karakteristik, dan metode pengendalian.

Pengertian Sensasi (Aisthesis)

Dalam filsafat Stoik, aisthesis adalah persepsi sensorik murni yang termasuk dalam elemen tak terkendali seperti Fortuna, di mana sensasi muncul secara alami sebagai input dari dunia luar sebelum interpretasi akal budi. Stoikisme juga menyatakan bahwa sensasi adalah fenomena biologis netral dan tak terhindarkan, tetapi kita dapat mengontrol respons kita terhadapnya melalui latihan mental seperti askesis.

Pengertian Emosi (Pathos)

Pathos dalam filsafat Stoik didefinisikan sebagai gangguan jiwa dari emosi tidak terkendali yang disebabkan oleh penilaian salah terhadap hal-hal eksternal, seperti sensasi atau peristiwa Fortuna. Menurut Stoikisme, pathos dapat dikendalikan melalui akal budi dan latihan mental seperti askesis untuk mencapai apatheia, yaitu ketenangan batin tanpa gangguan emosional berlebihan, dan berbeda dengan sensasi pasif karena emosi adalah respons internal yang tidak netral.

https://docs.google.com/presentation/d/1Rd160YZKXaVUmSZNosmE0ByHmsEfVPr_/edit?usp=sharing&ouid=100792547619349071972&rtpof=true&sd=true
https://docs.google.com/presentation/d/1Rd160YZKXaVUmSZNosmE0ByHmsEfVPr_/edit?usp=sharing&ouid=100792547619349071972&rtpof=true&sd=true

Epictetus (50--135 M) -- Filsuf Stoik Yunani

Latar Belakang singkat

Sekitar tahun 50 Masehi, Epictetus lahir sebagai budak di Hierapolis, Frigia (kini Pamukkale, Turki) dan berkembang menjadi filsuf Stoik yang terkenal di Kekaisaran Romawi.  Ia mengajarkan pentingnya mengendalikan diri, menerima takdir, dan menerapkan kebijaksanaan praktis dalam kehidupan sehari-hari. Arrian, salah satu muridnya, mengumpulkan ajarannya dalam dua karya utamanya: The Discourses, yang terdiri dari delapan buku ceramah, dan The Enchiridion, yang merupakan ringkasan panduan hidup berdasarkan prinsip Stoik.

Pemikiran utama Epictetus

Epiktetus menekankan bahwa kebahagiaan dan penderitaan bergantung pada bagaimana kita melihat situasi, bukan situasi itu sendiri.  Ia membagi segala hal menjadi dua bagian: satu yang dapat kita kontrol (pikiran, penilaian, tindakan), dan satu lagi yang tidak dapat kita kontrol. Yang pertama adalah tubuh kita, reputasi, kekayaan, cuaca, opini orang.  Kebahagiaan sejati muncul saat kita berkonsentrasi pada hal-hal yang dapat kita kontrol dan dengan tenang menerima yang lain.

https://docs.google.com/presentation/d/1Rd160YZKXaVUmSZNosmE0ByHmsEfVPr_/edit?usp=sharing&ouid=100792547619349071972&rtpof=true&sd=true
https://docs.google.com/presentation/d/1Rd160YZKXaVUmSZNosmE0ByHmsEfVPr_/edit?usp=sharing&ouid=100792547619349071972&rtpof=true&sd=true

Kutipan Terkenal Epictetus (50--135 M)

"It's not what happens to you, but how you react to it that matters."
(Bukan apa yang terjadi padamu yang penting, tetapi bagaimana kamu bereaksi terhadapnya.)

Kutipan tersebut menyatakan Salah satu prinsip utama Stoikisme adalah bahwa bukan keadaan kita yang dipengaruhi oleh peristiwa luar, tetapi bagaimana kita menangani hal-hal yang terjadi di sekitar kita. Kutipan ini menunjukkan prinsip ini.  Menurut stoikisme, kesulitan hanya muncul karena penilaian negatif.  Dengan mengontrol pikiran dan sikap kita, kita dapat merasa tenang dan mendapatkan kebebasan penuh dalam menghadapi hidup.

Relevansi Ajaran Epictetus dalam Kehidupan Modern

Epictetus mengajarkan tiga prinsip penting untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari:

1. Berpikir positif berarti memandang segala sesuatu dengan cara yang logis dan bijak.

2. Jangan bertindak emosional terhadap masalah; reaksi emosional hanya akan memperburuk keadaan dan membuat Anda tidak tenang.

3. Menjaga kebebasan batin dalam keadaan apa pun, dengan tidak membiarkan hal-hal di luar mengendalikan pikiran dan emosi kita.

https://docs.google.com/presentation/d/1Rd160YZKXaVUmSZNosmE0ByHmsEfVPr_/edit?usp=sharing&ouid=100792547619349071972&rtpof=true&sd=true
https://docs.google.com/presentation/d/1Rd160YZKXaVUmSZNosmE0ByHmsEfVPr_/edit?usp=sharing&ouid=100792547619349071972&rtpof=true&sd=true

Epictetus (50--135 M) -- Filsuf Stoik Yunani

Epictetus menegaskan bahwa kebahagiaan berasal dari pikiran, bukan keadaan luar. Dengan memahami apa yang bisa dan tak bisa kita kendalikan, kita belajar menerima hidup dengan tulus dan tetap optimis. Ia menyatakan, "Tak ada manusia yang benar-benar bebas kecuali yang menguasai dirinya sendiri."

Contoh Kasus dan Penerapan Ajaran Epictetus

Seorang karyawan yang tidak diterima dalam promosi jabatan yang diharapkan mungkin mengalami reaksi umum seperti kecewa, iri, menyalahkan atasan, atau kehilangan semangat kerja. Namun, menurut Epictetus, pendekatan Stoik mendorong berpikir positif dan rasional: 'Saya tidak bisa mengendalikan keputusan atasan, tetapi saya bisa mengendalikan cara saya bekerja dan memperbaiki diri.' Dengan pandangan ini, seseorang dapat terhindar dari emosi negatif dan malah menemukan ketenangan serta motivasi baru untuk berkembang.

https://docs.google.com/presentation/d/1Rd160YZKXaVUmSZNosmE0ByHmsEfVPr_/edit?usp=sharing&ouid=100792547619349071972&rtpof=true&sd=true
https://docs.google.com/presentation/d/1Rd160YZKXaVUmSZNosmE0ByHmsEfVPr_/edit?usp=sharing&ouid=100792547619349071972&rtpof=true&sd=true

Friedrich Nietzsche (1844--1900) -- Konsep "The Will to Power" dan "Ja Sagen"

Pengertian the will to power

Gagasan utama Nietzsche tentang The Will to Power atau Der Wille zur Macht adalah energi hidup yang mendorong manusia untuk mengatasi kelemahan, melampaui batas, dan menemukan makna sendiri. Menurut Nietzsche, ini adalah sumber daya kreativitas dan daya hidup, bukan sekadar tujuan politik.

"Ja Sagen" -- Menyatakan "Ya" pada Kehidupan

Konsep The Will to Power mendorong penerimaan penuh terhadap kehidupan sebagai sumber sikap "Ja Sagen" (menyatakan ya). Menurut perspektif ini, kita harus menerima semua aspek kehidupan, termasuk penderitaan, kegagalan, dan kekacauan, tanpa membagi dunia menjadi hitam-putih seperti dikotomi baik-jahat atau suci-dosa. "Ja Sagen" menunjukkan keberanian untuk mengatakan "ya" pada semua aspek kehidupan demi pemahaman yang lebih dalam.

https://docs.google.com/presentation/d/1Rd160YZKXaVUmSZNosmE0ByHmsEfVPr_/edit?usp=sharing&ouid=100792547619349071972&rtpof=true&sd=true
https://docs.google.com/presentation/d/1Rd160YZKXaVUmSZNosmE0ByHmsEfVPr_/edit?usp=sharing&ouid=100792547619349071972&rtpof=true&sd=true

Hubungan dengan "Amor Fati"

Menurut Friedrich Nietzsche, konsep "Amor Fati", yang berarti mencintai takdir, adalah bentuk tertinggi dari sikap "Ja Sagen", yang mengajarkan agar kita tidak hanya menerima nasib kita, tetapi juga mencintai setiap aspek kehidupan, seperti penderitaan dan kesedihan, sebagai sesuatu yang indah dan bermakna. Nietzsche juga menegaskan bahwa cinta pada takdir bukan hanya menanggung apa yang perlu, tetapi juga mencintainya secara sadar dan setia.

Hubungan dengan Pemikiran Demokritos

Filsuf Yunani kuno Demokritos mengemukakan teori atom, yang menyatakan bahwa segala sesuatu terdiri dari atom-atom tak terbagi yang berbeda bentuk dan ukuran, bergerak dalam ruang kosong dan berinteraksi melalui tabrakan. Teori ini menentang pandangan Aristoteles tentang kekosongan dan memberikan pemahaman mekanik tentang bagaimana materi berubah, dan menjadi fondasi ilmu pengetahuan modern melalui penalaran logis dan pengamatan alam.

https://docs.google.com/presentation/d/1Rd160YZKXaVUmSZNosmE0ByHmsEfVPr_/edit?usp=sharing&ouid=100792547619349071972&rtpof=true&sd=true
https://docs.google.com/presentation/d/1Rd160YZKXaVUmSZNosmE0ByHmsEfVPr_/edit?usp=sharing&ouid=100792547619349071972&rtpof=true&sd=true

Contoh Penerapan Konsep "Ja Sagen" dan "Amor Fati"

Sebaliknya, seseorang yang menganut semangat Amor Fati (mencintai takdir) dan Ja Sagen (mengatakan ya terhadap hidup) akan melihat situasi dengan cara yang berbeda.
Dalam hatinya, dia akan mengatakan, "Ini adalah bagian dari perjalanan hidupku." Aku akan menghargai pengalaman ini sebagaimana aku menghargai kemenangan saya. Dari sini, aku akan belajar dan bangkit.

Kesimpulan

konsep-konsep Nietzsche seperti The Will to Power, Ja Sagen, dan Amor Fati membentuk pandangan hidup yang sangat positif, di mana hidup harus diyakini dan ditegaskan sepenuhnya. Setiap pengalaman, termasuk penderitaan, dianggap sebagai bagian dari kekuatan kreatif kehidupan, dan mencintai takdir berarti mencapai kekuatan, kebebasan, serta keaslian diri. Seperti yang diinginkan Nietzsche, manusia seharusnya berkata: 'Ya, ini hidupku --- dengan seluruh suka dan dukanya --- dan aku mencintainya sepenuhnya.

https://docs.google.com/presentation/d/1Rd160YZKXaVUmSZNosmE0ByHmsEfVPr_/edit?usp=sharing&ouid=100792547619349071972&rtpof=true&sd=true
https://docs.google.com/presentation/d/1Rd160YZKXaVUmSZNosmE0ByHmsEfVPr_/edit?usp=sharing&ouid=100792547619349071972&rtpof=true&sd=true

William James (1842--1910) -- Filsuf dan Psikolog Amerika

William James dianggap sebagai pendiri pragmatisme Amerika dan salah satu pemikir yang menggabungkan psikologi dan filsafat. Fokus pemikirannya bukan hanya teori atau keyakinan abstrak, tetapi bagaimana pengalaman dan tindakan nyata membentuk kebenaran.

https://docs.google.com/presentation/d/1Rd160YZKXaVUmSZNosmE0ByHmsEfVPr_/edit?usp=sharing&ouid=100792547619349071972&rtpof=true&sd=true
https://docs.google.com/presentation/d/1Rd160YZKXaVUmSZNosmE0ByHmsEfVPr_/edit?usp=sharing&ouid=100792547619349071972&rtpof=true&sd=true

William James: Keberanian untuk Percaya Sebelum Ada Bukti

Dunia modern menuntut bukti untuk segala sesuatu, termasuk keyakinan, di mana data, logika, dan kepastian menjadi dasar. William James, melalui pemikirannya, melihat pikiran sebagai alat kreatif untuk membentuk dunia, bukan sekadar cermin, dan dalam The Will to Believe, ia menekankan bahwa keyakinan adalah tindakan yang tidak memerlukan kepastian, sehingga kita hidup dengan menciptakan bukti melalui keberanian bertindak.

https://docs.google.com/presentation/d/1Rd160YZKXaVUmSZNosmE0ByHmsEfVPr_/edit?usp=sharing&ouid=100792547619349071972&rtpof=true&sd=true
https://docs.google.com/presentation/d/1Rd160YZKXaVUmSZNosmE0ByHmsEfVPr_/edit?usp=sharing&ouid=100792547619349071972&rtpof=true&sd=true

Transformasi Realitas Melalui Keyakinan

Berbeda dari Stoa yang menyarankan ketenangan di tengah badai atau Nietzsche yang mendorong mencintai badai itu, William James justru mengajak untuk "membangun badai sendiri", di mana hidup bukan sekadar bertahan melainkan menulis ulang realitas melalui keyakinan tulus. Misalnya, bagi seseorang yang kehilangan pekerjaan, harapan, dan arah, James menyarankan: percayalah dulu bahwa hidupmu masih berarti, sehingga keyakinan itu menciptakan makna baru. Teori James bukan tentang optimisme kosong, melainkan berpikir produktif yang menyalakan api dari dalam, di mana keajaiban lahir dari keputusan berani untuk percaya terlebih dahulu, sebelum bukti tampak.

https://docs.google.com/presentation/d/1Rd160YZKXaVUmSZNosmE0ByHmsEfVPr_/edit?usp=sharing&ouid=100792547619349071972&rtpof=true&sd=true
https://docs.google.com/presentation/d/1Rd160YZKXaVUmSZNosmE0ByHmsEfVPr_/edit?usp=sharing&ouid=100792547619349071972&rtpof=true&sd=true

Matriks Perbedaan James dengan Stoa dan Nietzsche

Nietzsche dan toisisme mendorong penerimaan dunia apa adanya.  Nietzsche mendorong keberanian dan kebesaran jiwa untuk mengatakan "ya" pada hidup yang penuh penderitaan, sementara Stoisisme menekankan ketenangan batin dan keikhlasan. Berbeda dengan keduanya, William James menerima realitas dan percaya bahwa dunia dapat berubah.  Ia menekankan pentingnya bekerja keras, menemukan kebenaran, dan percaya bahwa pilihan dan keyakinan kita dapat membentuk masa depan. Singkatnya, James percaya pada kemungkinan dunia yang belum ada jika Stoa dan Nietzsche menerima dunia yang sudah ada.

https://docs.google.com/presentation/d/1Rd160YZKXaVUmSZNosmE0ByHmsEfVPr_/edit?usp=sharing&ouid=100792547619349071972&rtpof=true&sd=true
https://docs.google.com/presentation/d/1Rd160YZKXaVUmSZNosmE0ByHmsEfVPr_/edit?usp=sharing&ouid=100792547619349071972&rtpof=true&sd=true

Contoh Nyata : "Realitas yang Diciptakan oleh Keyakinan"

Sebagai contoh nyata, James mengilustrasikan dua pasien dengan penyakit yang sama tapi keyakinan berbeda: Pasien pertama yang berkata, "Saya tidak akan sembuh," cenderung mengalami kepasrahan, menolak pengobatan, dan kehilangan semangat hidup. Sebaliknya, pasien kedua yang mengatakan, "Saya bisa sembuh," menunjukkan kepatuhan ketat pada pengobatan, kemauan untuk berjuang, dan respons mental yang lebih baik. Hasilnya: Meskipun kondisi awal mereka secara medis identik, hasilnya dapat berbeda.

Keyakinan sebagai Daya Kausal

James percaya bahwa hasil yang berbeda ini bukan kebetulan atau ilusi psikologis.  Keyakinan pasien kedua memiliki daya kausal, yang berarti bahwa ia berdampak (menghasilkan) sejumlah efek nyata

https://docs.google.com/presentation/d/1Rd160YZKXaVUmSZNosmE0ByHmsEfVPr_/edit?usp=sharing&ouid=100792547619349071972&rtpof=true&sd=true
https://docs.google.com/presentation/d/1Rd160YZKXaVUmSZNosmE0ByHmsEfVPr_/edit?usp=sharing&ouid=100792547619349071972&rtpof=true&sd=true

Albert Ellis (1913--2007) -- Filsuf dan Psikolog Modern Model ABC

Teori ABC, di mana A adalah peristiwa, B adalah keyakinan kita tentangnya, dan C adalah hasil emosional yang muncul, adalah inti pemikiran manusia, menurut Albert Ellis.  B-lah yang sebenarnya menentukan, tetapi kebanyakan orang menyalahkan A atas C. Sebagai contoh, jika teman tidak menyapa (A), pikiran "Dia marah padaku" (B) menyebabkan sedih dan bersalah (C). Namun, jika "Mungkin dia sibuk" (B) digunakan, hasilnya adalah ketenangan (C), yang menunjukkan bahwa reaksi bergantung pada cara berpikir.

https://docs.google.com/presentation/d/1Rd160YZKXaVUmSZNosmE0ByHmsEfVPr_/edit?usp=sharing&ouid=100792547619349071972&rtpof=true&sd=true
https://docs.google.com/presentation/d/1Rd160YZKXaVUmSZNosmE0ByHmsEfVPr_/edit?usp=sharing&ouid=100792547619349071972&rtpof=true&sd=true

Rasionalitas sebagai kekuatan positif

Psikolog Albert Ellis menyatakan bahwa kebanyakan penderitaan emosional berasal dari pikiran irasional atau "harus-isme" yang menyebabkan ketidakpuasan. Menurutnya, berpikir positif dan rasional mengubah cara berpikir menjadi lebih realistis, sehingga mengubah kecemasan menjadi ketenangan, dan ini menjadi dasar terapi seperti CBT untuk meningkatkan kesehatan mental.

Contoh Kehidupan Nyata

Seseorang yang gagal dalam wawancara kerja mungkin berpikir irasional, 'Saya benar-benar gagal total, hidup saya hancur,' yang menimbulkan perasaan kecewa, rendah diri, dan putus asa. Namun, dengan pendekatan Ellis, ia diarahkan untuk berpikir ulang: 'Saya gagal hari ini, tapi itu tidak berarti saya gagal selamanya. Saya bisa belajar dan memperbaiki diri.' Akibatnya, perasaannya berubah dari putus asa menjadi termotivasi, meskipun realitas eksternal tetap sama, sehingga menciptakan tindakan baru.

https://docs.google.com/presentation/d/1Rd160YZKXaVUmSZNosmE0ByHmsEfVPr_/edit?usp=sharing&ouid=100792547619349071972&rtpof=true&sd=true
https://docs.google.com/presentation/d/1Rd160YZKXaVUmSZNosmE0ByHmsEfVPr_/edit?usp=sharing&ouid=100792547619349071972&rtpof=true&sd=true

Relevansi Filosofis Model ABC Albert Ellis

Ellis mengalihkan fokus dari faktor eksternal ke aspek internal diri. Berbeda dengan Stoik yang menekankan pengendalian atas diri sendiri, dan Nietzsche yang menekankan penerimaan hidup, Ellis menekankan kekuatan akal sehat dan kesadaran rasional dalam membentuk perasaan.  Ia menunjukkan bahwa pola pikir positif bukanlah sesuatu yang salah; itu adalah kewajiban intelektual untuk memilih cara berpikir yang lebih sehat.

Kesimpulan

Albert Ellis mengajarkan bahwa pikiran berperan sebagai pencipta emosi. Kita bukanlah korban dari peristiwa yang terjadi, melainkan pelaku aktif dalam menafsirkan peristiwa tersebut. Dengan mengasah kemampuan berpikir rasional, kita dapat mengubah perasaan kita, dan melalui perubahan itu, kita membentuk hidup yang lebih baik. "Kebahagiaan tercipta bukan dari pencarian dunia yang ideal, melainkan dari pembelajaran cara berpikir yang lebih bijak terhadap dunia yang penuh kekurangan.

https://docs.google.com/presentation/d/1Rd160YZKXaVUmSZNosmE0ByHmsEfVPr_/edit?usp=sharing&ouid=100792547619349071972&rtpof=true&sd=true
https://docs.google.com/presentation/d/1Rd160YZKXaVUmSZNosmE0ByHmsEfVPr_/edit?usp=sharing&ouid=100792547619349071972&rtpof=true&sd=true

Matriks Lima Tokoh Pemikir Berpikir Positif

1. Marcus Aurelius dan Epictetus (Stoikisme)

Pemikir Stoik, termasuk Marcus Aurelius (Romawi) dan Epictetus (Yunani), sangat mendukung konsep kendali internal.

2. Friedrich Nietzsche (Eksistensialisme)

Friedrich Nietzsche menantang keyakinan pasif Stoik.  Seorang eksistensialis berfokus pada pengakuan penuh terhadap kehidupan.

3. William James (Pragmatisme & Psikologi Positif)

Dengan menjadikannya pro-aktif, William James membawa gagasan ini ke dunia pragmatis.  Ia melihat keyakinan sebagai kuas untuk melukis, bukan sebagai cermin dari kenyataan.

4. Albert Ellis (Psikologi Modern/REBT)

Model ABC diciptakan oleh Albert Ellis, pendiri Rational Emotive Behavior Therapy (REBT), untuk memasukkan prinsip-prinsip ini ke dalam konteks psikologi klinis.

https://docs.google.com/presentation/d/1Rd160YZKXaVUmSZNosmE0ByHmsEfVPr_/edit?usp=sharing&ouid=100792547619349071972&rtpof=true&sd=true
https://docs.google.com/presentation/d/1Rd160YZKXaVUmSZNosmE0ByHmsEfVPr_/edit?usp=sharing&ouid=100792547619349071972&rtpof=true&sd=true
Simpulan
Simpulan dari evolusi pemikiran positif dimulai dari Stoikisme yang diwakili oleh Epictetus dan Marcus Aurelius, yang menekankan kendali batin dan penerimaan realitas. Selanjutnya, Eksistensialisme ala Nietzsche menegaskan penerimaan aktif dan cinta terhadap hidup. Pragmatisme dari William James kemudian beralih ke kekuatan keyakinan dalam membentuk realitas. Akhirnya, Psikologi Modern melalui Albert Ellis mengonkretkan prinsip-prinsip ini menjadi terapi pikiran rasional untuk mencapai kesejahteraan emosional.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun