Mohon tunggu...
Frengky Keban
Frengky Keban Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Penulis Jalanan.... Putra Solor-NTT Tinggal Di Sumba Facebook : Frengky Keban IG. :keban_engky

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Dilanda Kekeringan, Warga Desa Mata Weelima Berjuang demi Dapatkan Air

17 Juli 2019   21:47 Diperbarui: 19 Juli 2019   08:58 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat masyarakat lain sudah menikmati pelayanan air bersih, bahkan beberapa diantaranya sudah kelebihan air tidak demikian dengan masyarakat di Desa Mata Weelima- Kecamatan Wewewa Timur. 

Masyarakat di desa yang memiliki jumlah penduduk 1000 lebih ini masih berharap dari sumber mata air alam yang kini mulai berkurang debitnya. Imbasnya, untuk mendapatkan satu jeriken air bersih, masyarakat diharuskan untuk mengantre beberapa jam lamanya. Bahkan di antaranya sudah harus bangun pagi-pagi untuk berjaga di sumber mata air yang ada di desa tersebut. 

Hal ini bisa dipahami karena letak mata air yang tersedia agak jauh dari pemukiman warga. Malah ada yang berjarak 3-4 kilometer. Sebut saja mata air Weelima dan Wee Bo'u di perbatasan dusun 2 dan 3. Malah di mata air Wee Bo'u ini warganya harus rela seharian berada di tempat tersebut hanya untuk menunggu air keluar dari sela-sela batu yang ada. 

Tetes demi tetes air yang membasahi kubangan yang mulai menguning akibat lumut sudah jadi kegembiraan tersendiri. Bahkan di sela-sela menunggu mereka masih mengisinya dengan membakar beberapa buah jagung untuk mengisi perut mereka yang lagi kosong. Asap mengepul, dengan abu bekas kayu yang terbakar seolah jadi teman setia mereka sambil menanti giliran mengisi air di jeriken yang sudah banyak berjejer tidak terhitung banyaknya tersebut.

"Saya sejak jam 04.00 WITA sudah harus ke sini untuk mengantre. Karena memang begitu setiap harinya. Kalau tidak mengantre bagaimana kami bisa mendapatkan air untuk kebutuhan hidup kami,"ujar Natalia Dada Mila saat awak media menemuinya.

Dengan logat khas Wewewa, perempuan setengah baya ini tanpa sungkan menyebut rutinitas tersebut sebagai pekerjaan baginya. Walaupun harus menempuh jarak yang jauh, dirinya tidak takut bahkan menyerah dengan keadaan. Bahkan hal itu membuatnya sadar bahwa hidup di desa Mata Weelima adalah sebuah cerita tersendiri yang mestinya dijalani dengan hati gembira. 


Iya kegembiraanlah yang membuatnya lupa bahwa kondisi kekeringan ini bukanlah pertama kali terjadi tapi sudah berulang-ulang kali terjadi, walaupun dirinya harus pulang pukul 21.00 WITA, waktu dimana orang di desa lain lagi asyik beristirahat dan bermimpi. Bermimpi bahwa daerah yang terkenal dengan wisatanya itu bisa berkembang lebih maju lagi di masa depan.

Berbeda dengan Natalia. Warga lainnya, Margareta Lende di sela-sela kesibukannya menunggu aliran air yang mengalir di mata air Weelima menyebut bahwa kondisi yang demikian miris tersebut bukan saja dialami orang dewasa tapi juga anak-anak di usia sekolah. Anak-anak yang seharusnya mengikuti pelajaran di sekolah terpaksa harus menyisihkan waktunya untuk berada di mata air. 

Tidak heran, hampir jika anak-anak di hari itu menguasai setidaknya 3 kubangan kecil di mata air itu. iya.. dengan keluguannya mereka semua larut dalam penderitaan orangtua mereka. Tidak ada raut wajah kecewa di sana. Malah menganggap sumber air sebagai tempat bermain baru. Di tempat itulah mereka bisa bertemu teman sepermainan mereka. 

Bercerita dan tertawa bersama walaupun kadang ada pertengkaran kecil akibat berebutan jeriken saat mengisi air. Mereka seolah lupa tentang diri mereka yang sehari-hari hanya menikmati air sebatas muka di atas untuk pergi ke sekolah karena mereka memang tidak peduli itu, mereka hanya peduli bagaimana orangtua mereka bisa masak, cuci, dan mandi.

"Iya mereka kadang tidak ke sekolah. Mau sekolah bagaimana kalau mereka kesulitan air. Kalaupun mereka pergi hanya basuh muka saja. Kita sebagai orangtua tidak bisa larang ataupun marah karena kembali-kembali air yang isi juga untuk kepentingan kita dalam keluarga," kata Natalia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun