Kau tidak salah baca, kawan, gaji jelas tak cuma berbicara tentang hitung-hitungan (baca: nominal uang).Â
Untuk sebagian orang menyoal gaji adalah sebuah tantangan, apalagi untuk karyawan senior yang mengharapkan adanya perbaikan (baca: kenaikan).Â
Mereka tak mengenal jenis kelamin—baik laki-laki atau puan, sama.Â
Baca juga: Puan di antara Flexing Gaji dan Jabatan
Mari kita bicara soal cara nego gaji—demi naiknya penghasilan.
Gaji adalah sesuatu yang paling menyita perhatian setiap orang—dengan segala denotasi baik dan buruknya: yang paling bisa menggiurkan orang-orang—atau sebaliknya, yang ditunggu tanggal datangnya;—atau yang sering kali disesali ke mana saja "raib"-nya.Â
Nominal gaji—seperti yang kita tahu pada awalnya—lebih banyak ditentukan oleh dua (2) indikator utama: pendidikan dan pengalaman; keduanya boleh jadi bisa menentukan "nilai" untuk menghargai kecakapan dan atau keahlian seseorang dibidang yang ia geluti.
Besar-kecil gaji yang seseorang terima juga bisa pula ditentukan berdasarkan posisi atau jabatan apa yang dipegangnya—yang tentu memiliki korelasi langsung dengan jumlah load tugas atau tanggungjawab yang diemban.
Dunia kerja itu keras, kawan. Begitu sebagian besar orang berujar—dan menyoal besaran (baca: jumlah) nominal gaji, bisa saya sederhanakan maknanya menjadi:Â
"daripada menjadi pengangguran yang tak berpenghasilan, lebih baik digaji standar"—alih-alih resign (baca: opsi terakhir dari bentuk perlawanan).
Anehnya, tak sedikit orang yang memilih menggerutu di belakang karena apa yang diterima tak berbanding lurus dengan kenyataan—alih-alih malah memilih bertahan.
Ups.
Baca juga:Â Bukan Penelitian: Syarat Absurd dalam Sebuah Lowongan Kerja Itu Nyata
Saya yakin, setiap orang memiliki (baca: dalam kepalanya masing-masing) nilainya tersendiri menyoal nominal gaji "idaman", terlepas pekerjaan yang dilakukannya untuk mendapatkan itu sesuai dengan passion-nya dari sejak awal atau tidak.