Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lupa dalam Omong Kosong

19 Mei 2022   07:33 Diperbarui: 19 Mei 2022   07:46 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lupa sudah menjadi penyakit manusia yang dianggap hal biasa. Bahkan bisa jadi lupa dirinya manusia masih dianggap manusiawi. Lupa menjadi pembelaan paling benar. Tidak heran zaman sekarang banyak manusia yang lupa diri. 

Mendengar seseorang mengatakan lupa boleh dibilang adalah hal biasa dalam keseharian. Begitu banyak lupa yang terjadi. Bahkan ada yang begitu santai mengatakan bahwa ia lupa. Lalu cukup dengan meminta maaf masalah sudah dianggap selesai. 

Namanya lupa, mau apa? 

Belum lama ini pengalaman membuktikan. Setelah perjalanan satu setengah jam dari lokasi krematorium ke sebuah lokasi di pinggiran Tangerang dalam bayangan saya sudah menunggu perahu motor yang akan membawa kami ke tengah laut untuk melarungkan abu dan menabur bunga. 

Ternyata yang terjadi di luar bayangan sama sekali. Perahu motor yang seharusnya sudah berada di tempat tidak ada. Supir dari krematorium tidak tahu masalah ini. 

Orang krematorium yang berada di lokasi pun mengakui belum ada koordinasi, sehingga belum menyiapkan  perahu. 

Supir yang segera menghubungi kantornya mendapat jawaban masalah ini terjadi karena lupa. 

Ketika berbicara dengan adik melalui telepon orang yang mengurus masalah ini hanya berkata "maaf" karena lupa. 

Ada saudara sampai berkomentar, "Kok urusan bayaran tadi tidak lupa?" 

Terpaksa kami harus menunggu yang katanya sepuluh menit, ternyata lebih dari itu. Maaf, menunggu, dan tanpa kompensasi apapun. Harus rela menerima. Gara-gara si  lupa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun