Apabila engkau di sana merindukan kata-kataku, maafkan, hari ini aku tak menenun kata-kata. Bukan karena aku kehabisan kata, tetapi ingin dalam hening merasa.
Banyak sudah kata yang tertata, menjadi sampah atau permata. Ini yang sedang kupertanyakan pada sang tuan penenun kata.Â
Apakah berkarya tulis sudah sesuai pesan sang pujangga Kahlil Gibran dalam "Sang Nabi" : ... menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu.Â
Apakah kata-kata yang ada menjadi benih dan bertumbuh atau sekadar ibarat menjadi daun kering saja?
Ataukah aku tetap akan menghibur diri, bahwa daun kering pun masih masih berguna?
Aku ingin menepi mencari arti dari semua yang terjadi  sehingga tak menulis hari ini. Bukan aku tak rindu menyapamu, tetapi aku juga  ingin tahu apakah aku juga merindukanmu.Â
Aku tak menulis hari ini dan akan merenungi, apakah setiap kata yang kueja hanya pemenuhan nafsu demi citra diri atau sebagai cara berkarya untuk berbagi. Tanpa pamrih.Â
Karena masih simpang siur kabar yang kuterima sehingga aku ingin masuk dalam keheningan agar mendapat  jawaban dari suara yang jernih. Bukan kata-kata indah, tetapi penuh omong kosong yang hanya menyenangkan hati.Â
Aku tak menulis hari ini. Bukan karena akan berhenti, pamit dan pergi, atau akan melupakan  semua yang terjadi, tetapi untuk belajar agar tahu diri. Apa sesungguhnya yang aku cari dari menulis ini?
Jangan sampai semakin menulis justru semakin tidak tahu diri sehingga kehilangan jati diri. Ketika aku tidak menulis dan duduk dalam kesendirian baru mengerti. Karena dalam keramaian dan ego tinggi menguasai pembenaran yang selalu terjadi.Â
Aku tidak menulis hari ini agar esok aku dapat benar-benar menulis dengan pikiran jernih dan kelembutan hati. Sejatinya ini adalah keinginan semula, dalam perjalanan waktu jadi lupa, yang lalu menjadi pemakluman sebagai hal yang manusiawi.Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!