Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pengalaman dengan Keluarga yang Terpapar Covid-19

29 Juni 2021   20:33 Diperbarui: 5 Juli 2021   17:04 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: diolah dari postwrap dan cartoonpictures

Apa daya bila virus korona sudah menyapa bertamu   ke tubuh dan merasa nyaman tinggal di situ. Diusir pun enggan pergi. Jadi, sabarlah melalui beberapa waktu bersama. Percaya diri boleh saja, hati-hati pun perlu ada. 

Ada yang merasa panik dan cemas lalu kebingungan. Bila harus isolasi mandiri, obat dan vitamin apa saja yang direkomendasi teman  beli saja. Saking banyaknya kembali bingung minum yang mana. 

Ada juga sekadar cemas, kemudian biasa saja. Menikmati isolasi di rumah penuh perhatian. Makanan sampai berlimpah. Vitamin  dan ramuan entah dari mana berdatangan tersedia. 

Ada sindiran kena Covid-19 enak nian, libur 14 hari tetap dapat gajian, makan enak pula di rumah. Terlalu. Sakit mana ada yang enak. 

Januari lalu saya mengurus adik yang terpapar Covid-19 yang cukup parah karena sudah sampai tahap sesak dan harus pakai oksigen. 

Saya harus menunggu dua malam satu hari tanpa bisa ke mana-mana sampai mendapatkan ruang untuk isolasi dan perawatan di salah satu rumah sakit di Jakarta Pusat. 

Waktu mengurus adik sebelum mendapat ruangan sampai berkali-kali saya ditegur dokter karena terlalu dekat jaraknya. Mau tidak mau harus dekat misalnya ketika menuntunnya ke kamar mandi atau memberikan sesuatu. 

Kini, kedua anak juga terpaksa harus isolasi mandiri di rumah. Seperti kita tahu kondisi rumah sakit saat ini. 

Anak yang nomor satu demam dan batuk. Satu lagi biasa saja. Padahal dia yang menukarkan ke kakaknya. Karena sudah dua minggu  kerja dari rumah. 

Mendengar kabar ini mamanya yang sedang berada di rumah orangtua di luar pulau ingin segera pulang. Anak-anak justru dengan keras melarang. Mereka takut malah jadi tambah masalah dan ikut terpapar. 

Oleh sebab itu saya bilang biar saya urus dan istri cukup berdoa  di sana. Semua saya urus dan akan baik-baik saja. 

Sewaktu saya ke  rumah membawa makanan atau vitamin dan menggodok ramuan mereka malah ingin saya cepat-cepat pergi, takut ikut terpapar katanya. 

Di lain tempat, setelah demam beberapa hari, akhirnya ponakan juga dinyatakan positif dan juga harus melakukan isolasi mandiri di apartemen, karena di rumah ada anak umur dua tahunan. Kalau mamanya ada di rumah suka rewel. Jadi, untuk isolasi di rumah terlalu berisiko. 

Sebelumnya adik saya juga mengalami gejala batuk, pilek, dan kehilangan penciuman. Waktu itu  hanya melakukan tes antigen cepat  dan hasilnya masih non reaktif.  Rencana mau Swab-PCR beberapa kali gagal. Karena bimbang, banyak pertimbangan. 

Beruntung setelah melakukan isolasi mandiri dan mengonsumsi vitamin kondisi sudah membaik saat ini. 

Tenang jangan banyak nasihat atau malah menyalahkan

Dari semua pengalaman yang ada bahwa menyikapi kondisi dengan tenang  bila ada keluarga yang terpapar Covid-19  adalah pilihan terbaik. Jangan panik dan grasah-grusuh tak karuan. 

Seperti ketika anak dinyatakan positif, istri menelepon  terus begitu juga saya. Banyak sekali omongannya. Wanti-wanti ini dan itu tiada bosan.

Saya tegaskan, "Yang penting tetap tenang, De."

Anak menjawab yang membuat saya terdiam sejenak. 

"Tadinya Dede udah tenang sebenarnya, Papi dan Mami telepon dan ngomong terus sekarang malah  jadi gak tenang."

Kebanyakan ngomong dan nasihat justru membuat tidak tenang. Lebih baik diam atau bicara seperlunya malah lebih menenangkan. Orang yang sedang sakit lebih membutuhkan perhatian daripada nasihat. 

Yang lebih membuat tidak tenang bila ada keluarga yang terpapar langsung menyalahkan. Saya pikir ini jangan menjadi pilihan. Menyalahkan bukan hanya tiada guna, tetapi justru membuat suasana tambah parah.

Dalam kondisi  tenang kita baru bisa mengambil langkah terbaik. Semestinya kita paham hal ini dan bijak menyikapi. 

Terlalu banyak rekomendasi malah membuat bingung, sebisanya tetap konsultasi ke dokter

Saya selalu katakan bahwa semua obat yang direkomendasikan  pasti bagus karena berdasarkan pengalaman. Namun kita tidak tahu kondisi setiap orang. Hal ini yang menentukan cocok atau tidak suatu jenis obat.

 

Apabila sembarang kasih, bukannya sembuh malah keblinger. Tentu hal ini tidak kita inginkan. 

Walaupun dalam kondisi darurat sebisanya tetap konsultasi ke dokter. Kita bisa mendatangi dokter terdekat tanpa harus membawa yang sedang terpapar dengan memberikan gambaran kondisi pasien. Ada pengalaman teman melakukan  seperti ini. 

Jangan sampai karena panik, semua obat yang direkomendasikan dicoba. Khawatir bukan kesembuhan yang didapat, tetapi penyesalan yang ada. 

Sebenarnya ada satu obat yang murah meriah dan efek sampingnya tidak membahayakan. Yakni hati yang gembira dan banyak tertawa. Namun sering menjadi barang mahal dan langka ketika sedang mengalami sakit.

@cerminperistiwa 29 Juni 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun