Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Tahu Batas

28 Oktober 2020   07:07 Diperbarui: 28 Oktober 2020   08:12 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: Canva/katedrarajawen


"Orang yang mengenal batas tak dapat terjerumus dalam kehinaan." Taotecing 

Kiwari orang ramai berteriak tentang kebebasan berbicara, lalu sesukanya  bicara tanpa batas. 

Menganggap kebebasan berbicara menjadi privilese, termasuk bicara yang tak pantas. 

Tak heran, bila menghina orang lain, bahkan menghina  kepala negara pun bicaranya sedemikian lepas. 

Atas nama demokrasi bahkan sampai membawa agama. Entah demokrasi apa dan agama yang mana. 

Sebagai manusia sejatinya bisa mengenal batas yang ada, sehingga tidak jatuh dalam perilaku hina. Mengenal batas untuk memantaskan diri menjadi manusia. 

Lihatlah apa yang ada di dunia semua ada batasnya. Daratan, lautan, gunung, sungai, dan jalan batasnya ada. 

Ada batas pada benua, negara, provinsi, kabupaten, kota, dan desa. Bahkan rumah sampai apa yang ada di dalamnya masih ada batas-batasnya. Ruang tamu, dapur, kamar tidur, dan kamar mandi ada batas demikian jelasnya. 

Apalagi? Lihatlah dengan teliti.  Setiap barang di rumah  ada yang membatasi. Air dan makanan tersimpan dalam pembatasnya dengan rapi. 

Lihat lebih teliti lagi dan bercermin diri. Bukankah tubuh  ini harus ada yang membatasi? Demi kepantasan kita menggunakan pakaian untuk membatasi dari ketelanjangan yang semestinya tak terjadi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun