"Orang yang mengenal batas tak dapat terjerumus dalam kehinaan."Â TaotecingÂ
Kiwari orang ramai berteriak tentang kebebasan berbicara, lalu sesukanya  bicara tanpa batas.Â
Menganggap kebebasan berbicara menjadi privilese, termasuk bicara yang tak pantas.Â
Tak heran, bila menghina orang lain, bahkan menghina  kepala negara pun bicaranya sedemikian lepas.Â
Atas nama demokrasi bahkan sampai membawa agama. Entah demokrasi apa dan agama yang mana.Â
Sebagai manusia sejatinya bisa mengenal batas yang ada, sehingga tidak jatuh dalam perilaku hina. Mengenal batas untuk memantaskan diri menjadi manusia.Â
Lihatlah apa yang ada di dunia semua ada batasnya. Daratan, lautan, gunung, sungai, dan jalan batasnya ada.Â
Ada batas pada benua, negara, provinsi, kabupaten, kota, dan desa. Bahkan rumah sampai apa yang ada di dalamnya masih ada batas-batasnya. Ruang tamu, dapur, kamar tidur, dan kamar mandi ada batas demikian jelasnya.Â
Apalagi? Lihatlah dengan teliti.  Setiap barang di rumah  ada yang membatasi. Air dan makanan tersimpan dalam pembatasnya dengan rapi.Â
Lihat lebih teliti lagi dan bercermin diri. Bukankah tubuh  ini harus ada yang membatasi? Demi kepantasan kita menggunakan pakaian untuk membatasi dari ketelanjangan yang semestinya tak terjadi.Â