Mohon tunggu...
Katateje
Katateje Mohon Tunggu... Pramusaji - Buruh Harian

Kerja, Nulis, Motret

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pulang (Bukan Sekedar Memutus Rindu)

10 Februari 2023   01:16 Diperbarui: 10 Februari 2023   01:41 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Udah.....Ibu tadi masak sambal tumpang seperti kesukaanmu. Andai saja kamu ada di sini, pasti makanmu lahap Ko," sahut ibu dengan raut wajah yang tampak lelah.

"Bapakmu masih di ladang menanam kacang belum pulang dari pagi,"

"Kalau suruh istirahat sejenak tidak pernah mau."

"Ya, Ibu bilang saja ke bapak jangan terlalu kecapekan," kataku pelan.

Aku mulai hanyut oleh suasana yang menghinggapiku. Bagaimanapun, aku rindu pada bapak dan ibu. Rindu masakan lezatnya ibu. Rindu tentang cerita-cerita masa kecilku dan segudang kerinduan lainnya yang menumpuk. Namun, apa daya setelah aku ambil pensiun dini. Aku harus pandai-pandai mengatur waktu dan keuangan untuk keluargaku dan sekedar pulang. Sejak menikah, bisa dihitung dengan jari kepulanganku ke kampung halaman. Aku terlalu menyibukkan diri dengan beragam aktivitas sebagai karyawan di salah satu restoran di tempat tinggalku sekarang. Sementara itu, istriku yang berstatus sebagai seorang pegawai di perusahaan telekomunikasi. Hampir seluruh waktunya berkutat dengan dunia telekomunikasi, customer dan sejenisnya. Setiap kali ingat rumah, aku berusaha menyempatkan diri whatssapp atau telepon meskipun hanya sebentar. Bapak dan ibu tinggal sejauh 148 km dari tempat tinggalku sekarang. Bapak dan ibu di temani adikku bersama suami dan kedua anaknya.

"Kenapa kamu terdiam, Ko?" suara ibu membuyarkan lamunanku.

"Tidak apa-apa, Bu. Tetuko hanya membayangkan betapa lezatnya sambal tumpang dengan daun adas juga sambal korek buatan ibu," kataku berbohong dengan sedikit senyum. Ibu juga tersenyum dan sedikit obrolan. Tidak berapa lama, sambungan telepon kututup. Karena ibuku bilang kalau bapak baru saja pulang dari ladang.

==========

Setiap telepon atau video call dengan ibu, ada rasa rindu yang meletup. Rindu untuk pulang sekedar menengok kampung halaman. Namun, pekerjaanku dan istriku serta setiap keterbatasan melenyapkan niatku untuk sekedar menjenguk tanah kelahiran. Kedua anakku, Faaz dan Awan saat inipun mereka sudah dewasa dan keduanya sudah duduk di bangku kuliah. Aku selalu berusaha memberitahu kedua anakku untuk berusaha berkirim kabar pada kakek dan neneknya. Aku selalu membiasakan kedua anakku untuk berkomunikasi dengan sepupunya, anak dari adik-adikku. Sebeneranya aku merasakan betapa persaan ibu sangat merindukan cucunya yang sudah beranjak dewasa.

Setiap ada niat pulang, ada saja alasan yang menahan langkah kakiku. Terkadang, pekerjaan istriku May yang menumpuk membuatku urung untuk pulang. Tak jarang pula karena aku di kota yang jadi satu dengan mertua, sebab istriku putri kesayangan mertuaku. Jadi perlu berbagai alasan untuk membujuk pulang. Terkadang aku hanya pasrah dari segala situasi yang ada. Pernah tiba-tiba bapak dan ibu bersama keluarga adikku datang ke kotaku. Dalam hatiku, seharusnya aku sebagai anakmu yang berkunjung pak, bu...gumamku dalam hati. Kendati aku tanya, karena begitu kangennya terhadap cucunya. Aku maklum itu, niatku untuk pulang hanya tinggal angan belaka.

===========

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun