Teruntuk rindu yang masih jauh di seberang menara
dibalik jendela kelenteng dengan rindangnya beringin Â
kulirik dengan kerling cinta yang ditemani secangkir kopi
menghantar bait sepi yang belum sempat kuresapi
hingga menjadilah angan kala terdengar gending kecapi
tertahan lirih sepi bagai bayu yang singgah sejenak untuk menepi
pada pesona abjad lantunan doa pada Sang Khalik
Dalam sisa-sisa celoteh Alain meledakkan rasa
yang penuh keluh kesah resah membuat hatinya gundah
Mei Lin.....entah kesepian atau kesendirian yang menyelimutiku
hingga mengajarkan untuk memekik dalam sepi
mungkin akulah dalang dari prosa-prosa putus asa
yang menggantung dalam lembah waktu tanpa jeda dan nama
Melihatmu berkerudung biru berjalan tertunduk malu
tak menghilangkan paras cantik orientalmu
berjalan berjingkat meneriakkan gemericik air hujan
tak ubahnya kamu bahagia melantunkan shalawat nada kecapimu
Kidung Agungku tak mampu meluruhkan keteguhanmu
lilin-lilin indah dalam dermagaku tak mampu menghapus
terangnya lampion dengan shufa syair-syair cinta
dinding tebal seakan tak menembus dalamnya rasaku
meski kuluruhkan semua melodi tentang cinta
Mungkin bukan untuk kali ini aku bisa merayumu
hadirmu dalam bayang di cangkir kopiku akan sirna
kala aku akan ucapkan kata cinta yang ungkapkan bahagia
hingga kutemukan bait kata tentang beda
dan menghabiskan kopi bersama di antara kubah menara dan kelenteng
walau cinta itu tumbuh dari seberang katedral tua kala hujan reda
Kudus, 30 Januari 2023