Pemerintah Indonesia menargetkan penerapan bahan bakar campuran E10 yakni pencampuran 10% etanol ke dalam BBM mulai tahun 2026. Program ini diklaim sebagai bagian dari upaya transisi energi hijau dan pengurangan emisi karbon. Namun di balik ambisi tersebut, muncul pertanyaan besar: "Apakah infrastruktur dan bahan baku dalam negeri benar-benar siap?"
Dari Tebu ke Tangki BBM
Etanol di Indonesia umumnya dihasilkan melalui proses fermentasi dari tanaman bergula seperti tebu, atau berpati seperti singkong dan jagung. Salah satu pabrik bioetanol besar yang telah beroperasi adalah PT Energi Agro Nusantara (Enero) di Mojokerto, Jawa Timur. Pabrik ini mengolah molases (tetes tebu) menjadi bioetanol multigrade dan diresmikan Presiden Joko Widodo pada November 2022 sebagai bagian dari program ketahanan energi nasional (Setkab.go.id, 2022).
Selain itu, di Lampung Tengah terdapat PT Indonesia Ethanol Industry dengan kapasitas sekitar 20.000 kiloliter per tahun, yang juga menjadi bagian penting dalam rantai pasok bioetanol nasional (CNBC Indonesia, 2024).
Namun, jika target E10 diterapkan secara nasional, kebutuhan etanol akan mencapai ratusan ribu kiloliter per tahun artinya kapasitas produksi saat ini masih jauh dari cukup.
Infrastruktur dan Risiko di SPBU
Tantangan berikutnya adalah kesiapan infrastruktur penyimpanan dan distribusi. Etanol bersifat higroskopis, mudah menyerap air. Karena itu, tangki penyimpanan di SPBU perlu dimodifikasi agar tidak terjadi pencampuran air yang bisa menurunkan kualitas bahan bakar dan memicu korosi pada mesin kendaraan.
Negara seperti Brasil dan Thailand, yang lebih dulu menerapkan E10, telah menyesuaikan sistem penyimpanan dan distribusinya untuk mengatasi masalah tersebut. Indonesia pun perlu menyiapkan standar teknis serupa agar program ini tidak terganggu secara operasional di lapangan.
Dari Ladang ke Produksi
Masalah bahan baku menjadi kunci. Studi Kajian Teknoekonomi Bioetanol Berbahan Molasses dari Universitas Sebelas Maret menyebut molases tebu sebagai bahan paling efisien karena kandungan gulanya siap difermentasi (Jurnal UNS, 2023).