Mohon tunggu...
Eko Dwi Purwanto
Eko Dwi Purwanto Mohon Tunggu... Wiraswasta

Membaca dan Menulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Etanol dalam BBM: Siapkah Infrastruktur dan Bahan Bakunya?

12 Oktober 2025   22:54 Diperbarui: 12 Oktober 2025   22:54 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penelitian UIN Suska Riau juga menunjukkan bahwa substrat ampas tebu menghasilkan etanol lebih cepat dibanding batang jagung pada proses fermentasi hari ketiga (ejournal.uin-suska.ac.id). 

Sementara itu, kombinasi tongkol jagung dan ampas tebu juga memiliki potensi produksi bioetanol (jurnal.univpgri-palembang.ac.id).

Namun, hingga kini belum ada penelitian yang menegaskan varietas tebu atau jagung paling ideal untuk produksi etanol di Indonesia. Varietas unggul dengan rendemen gula tinggi dan produktivitas stabil masih harus dikembangkan, di mana Balitbang Pertanian dan PTPN berpotensi memainkan peran besar.

Jangan Sampai Impor Etanol Jadi Jalan Pintas

Kemandirian bahan baku menjadi titik krusial. Jika kebutuhan meningkat tetapi pasokan lokal belum mencukupi, ada risiko pemerintah mengimpor etanol dari luar negeri. Hal ini justru akan bertolak belakang dengan tujuan program E10 untuk mengurangi ketergantungan impor energi fosil.

Menurut pengamat energi yang dikutip CNBC Indonesia (2024), transisi energi hijau akan kehilangan makna jika Indonesia tak mampu memenuhi pasokan etanol dari dalam negeri sendiri.

Antara Energi Hijau dan Ketahanan Pangan

Permintaan bahan baku etanol yang tinggi juga bisa bersinggungan dengan kebutuhan pangan nasional. Jika perluasan lahan tidak dikelola hati-hati, produksi energi berbasis bioetanol bisa menekan produksi pangan. Karena itu, kebijakan energi perlu berjalan seimbang dengan kebijakan pertanian dan ketahanan pangan.

Iklim tropis Indonesia sebenarnya memberi peluang besar. Namun keberhasilan program E10 sangat bergantung pada sinkronisasi kebijakan lintas sektor mulai dari Kementerian ESDM, Kementerian Pertanian, hingga BUMN energi dan perkebunan. Jika dilihat program E10 ini di atas kertas sangat menjanjikan yaitu lebih ramah lingkungan, mengurangi emisi, dan membuka peluang kerja baru di sektor pertanian. Tapi semua itu hanya akan terwujud jika fondasi teknis dan logistiknya siap, dari ladang bahan baku, pabrik etanol, hingga tangki di SPBU.

Jika tidak, maka risiko ketergantungan baru pada impor etanol bisa menjadi kenyataan sesuatu yang jelas tidak diharapkan dalam perjalanan menuju kemandirian energi nasional.

Bagaimana pendapatmu soal kebijakan E10 ini? Apakah menurutmu Indonesia benar-benar siap, atau masih perlu banyak pembenahan di lapangan? Yuk diskusikan di kolom komentar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun