Mohon tunggu...
KASTRAT BEM FEB UGM
KASTRAT BEM FEB UGM Mohon Tunggu... Penulis - Kabinet Harmoni Karya

Akun Resmi Departemen Kajian dan Riset Strategis BEM FEB UGM

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kompleksitas Pemberlakuan Kebijakan dalam Menghadapi Uncertainty pada Masa Pandemi

12 Agustus 2020   23:15 Diperbarui: 13 Agustus 2020   00:17 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada Juni 2020, dana penanganan COVID-19 sendiri diperbesar menjadi Rp677.2 triliun. Akibatnya, diperkirakan defisit anggaran akan mencapai Rp1039 triliun. Maka dari itu, defisit anggaran sekali lagi diperlebar ke angka 6.32% terhadap PDB. 

Bantuan ini dianggarkan untuk bantuan keamanan sosial, subsidi bunga dan kredit bagi UMKM, tentunya juga untuk sektor kesehatan. Tidak ketinggalan pemerintah juga akan memberikan insentif untuk BUMN. Lebih lanjut, akan dibuat Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2020 agar langkah pelebaran defisit menjadi 6.32% bisa dijalankan dan tidak terhalangi Perpu (Bardan 2020).

Sayangnya job uncertainty dapat mempengaruhi efektivitas dari kebijakan fiskal (Blanchard 2017). Dengan ini, konsumen akan tetap ragu untuk membelanjakan uangnya dalam jumlah yang tinggi. Tidak aneh bila permintaan domestik tetaplah lesu. Efek ini juga dipengaruhi oleh salah satu penyebab keberadaan dari animal spirit yaitu stories atau cerita-cerita yang berada di masyarakat. 

Menurut Akerlof dan Shiller (2009), cerita yang beredar di masyarakat ternyata dapat mempengaruhi tingkah laku konsumen. Isu negatif yang beredar di masyarakat dapat memperburuk keadaan, dikarenakan dapat membuat masyarakat menjadi takut. Sebut saja seperti teori konspirasi unik perihal pandemi yang merujuk kemungkinan diciptakan dengan sengaja untuk membasmi populasi.

Bantuan Sosial

Pemerintah juga memberikan bantuan sosial yang cocok dengan kondisi saat ini. Meskipun kepercayaan diri dan kemampuan daya beli masyarakat dan perusahaan menguat, mereka pun akan terkekang. Karena tidak semua jenis usaha bisa menjalankan work from home. 

Kebijakan yang diambil adalah peningkatan anggaran PKH (Program Keluarga Harapan) menjadi Rp37.4 triliun dari sebelumnya Rp29.13 triliun. Skemanya juga akan diubah dari tiga bulan sekali menjadi sebulan sekali mulai April 2020. Target PKH untuk program ini pun meningkat sebanyak 800.000 KPM (Keluarga Penerima Manfaat) (Anjaeni dan Hidayat 2020).

Pemerintah telah mencairkan anggaran sebesar Rp14 triliun untuk kartu sembako. Target penerima kartu sembako juga meningkat dari 15,2 juta hingga 20 juta KPM. Nilainya pun bertambah dari Rp150.000/bulan menjadi Rp200.00/bulan. 

Ditambah lagi target penerima kartu pra-kerja juga akan ditingkatkan sebanyak 5,6 juta orang dari anggaran yang dikucurkan sebesar Rp20 triliun. Diharapkan dengan adanya kartu ini masyarakat akan bisa bersaing di pasar tenaga kerja melalui pelatihan yang diberikan. Sasaran program ini adalah untuk pegawai kelas rendah yang ingin meningkatkan skill-nya.

Adanya bantuan tersebut diharapkan masyarakat dapat langsung merasakan manfaatnya, meskipun kebijakan fiskal dan moneter akan mengalami lag dalam implementasinya.

Belum lagi hasil bantuan akan terdistorsi karena semua tergantung lagi kepada agen ekonomi mau bertindak seperti apa. Tindakan yang dilakukan agen ekonomi selain dipengaruhi rasionalitas pada ekspektasi yang akan terjadi di masa depan juga bisa dipengaruhi oleh nafsu hewani. Hal ini tentunya membuat upaya untuk menentukan kebijakan yang tepat akan sulit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun