Mohon tunggu...
Kastrat BEM UI
Kastrat BEM UI Mohon Tunggu... Freelancer - @bemui_official

Akun Kompasiana Departemen Kajian Strategis BEM UI 2021. Tulisan akun ini bukan representasi sikap BEM UI terhadap suatu isu.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

UU ITE: Kebebasan Berpendapat atau Pembatasan Berpendapat?

18 September 2020   19:59 Diperbarui: 18 September 2020   20:10 6857
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penangkapan Jerinx dengan UU ITE (Sumber: Detik)

Namun berdasarkan peristiwa-peristiwa yang terjadi belakangan di masyarakat seperti salah satunya kasus dugaan ujaran kebencian oleh tersangka I Gede Ari Astina atau Jerinx, UU ITE terlihat sebagai suatu alat untuk membatasi kebebasan berpendapat warga negara dan bukan menjamin kebebasan berpendapat seluruh warga negara. Penerapan undang-undang tersebut seringkali terlihat sebagai upaya kriminalisasi terhadap ucapan atau pernyataan seseorang.

Dalam kasusnya, Jerinx dilaporkan atas dugaan melanggar ketentuan pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45A ayat (2) UU ITE. Adapun bunyi  dari pasal 28 ayat (2) adalah sebagai berikut "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA)" dan bunyi pasal 45A (ayat 2), "Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud Pasal, 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu miliar rupiah)". 

Jerinx dilaporkan atas unggahan dalam Instagram yang berisi "IDI kacung WHO" oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) atas dugaan ujaran kebencian. 

Terdapat beberapa kejanggalan dalam kasus ini, di antara lain adalah mengenai penggunaan pasal dan juga mengenai jenis delik dari pasal itu sendiri. Pasal 28 ayat (2) UU ITE merupakan delik tentang ujaran kebencian, yang merupakan jenis delik aduan. Delik aduan merupakan tindak pidana yang hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan dari orang yang dirugikan (Lamintang, 2019). 

Berdasarkan definisi delik aduan seperti yang telah dijelaskan, yang melakukan pengaduan terhadap tindak pidana yang terjadi seharusnya adalah seorang individu atau subjek hukum orang (persoon). Namun pada kasus ini, IDI sudah jelas bukan merupakan subjek hukum orang dan bahkan juga bukan merupakan badan hukum sehingga seharusnya Pasal 28 ayat (2) tidak dapat digunakan dalam kasus ini. 

Selain bahwa karena pelaporan tidak dilakukan sebagaimana mestinyasemestinya, tindakan Jerinx sedari awal tidak seharusnya dianggap sebagai dugaan tindak pidana. Salah satu unsur fundamental dari suatu tindak pidana adalah mens rea (niat jahat) (Hamzah, 2010). Tanpa ada mens rea, subjek hukum tidak dapat dipidana. Sesuai dengan asas actus reus non facit reum nisi mens sit rea, yang berarti suatu perbuatan tak dapat menjadi bersalah tanpa adanya niat bersalah. 

Khususnya pada kasus dugaan ujaran kebencian, terdapat enam hal yang harus diperhatikan yaitu (1) Konteks di dalam ekspresi; (2) Posisi dan status individu yang menyampaikan ekspresi tersebut; (3) Niat dari penyampaian ekspresi untuk mengadvokasikan kebencian dan menghasut; (4) Kekuatan muatan dari ekspresi; (5) Jangkauan dan dampak dari ekspresi terhadap audiens; dan (6) Kemungkinan dan potensi bahaya yang mengancam atas disampaikan ekspresi (ICJR, 2020). 

Berdasarkan pandangan penulis, Jerinx sama sekali tidak bermaksud untuk menyebarkan kebencian dalam ekspresi yang dikeluarkan melainkan hanya sebagai pendapat pribadi atas keresahan beberapa pihak terkait dengan penanganan kasus-kasus Covid-19 di Indonesia.

Selain kasus yang menimpa Jerinx, adapun peristiwa yang belakangan ini menunjukkan penggunaan UU ITE sebagai instrumen membatasi kebebasan berpendapat yaitu kasus Rius Vernandes, seorang YouTuber yang mengunggah dokumentasi perjalanannya dengan pesawat dari Sydney -- Denpasar. 

Pada penerbangan tersebut, Rius memperlihatkan menu makanan yang hanya ditulis pada selembar kertas tidak seperti buku menu pada biasanya. Namun tindakan Rius tersebut oleh pihak serikat pekerja maskapai dilihat sebagai tindakan ujaran kebencian sebagaimana diatur pada Pasal 27 ayat (3) UU ITE. Padahal pada kenyataannya, apa yang dilakukan Rius sama sekali bukan merupakan tindakan pencemaran nama baik melainkan hanya sebuah kritik yang dilakukan oleh pelanggan dari maskapai.

Secara keseluruhan, kedua kasus tersebut memberikan gambaran yang sangat jelas bagaimana UU ITE yang seharusnya menjadi peraturan, tidak mengatur secara jelas dan menjamin kebebasan berpendapat warga negara,dan justru dapat menjadi instrumen kriminalisasi bagi pihak-pihak yang berniat jahat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun