Mohon tunggu...
Kastrat BEM IM FKM UI 2022
Kastrat BEM IM FKM UI 2022 Mohon Tunggu... Lainnya - Universitas Indonesia

Departemen Kajian dan Aksi Strategis merupakan departemen yang berada di bawah naungan bidang sosial politik yang taktis dan praktis melakukan penyikapan dan pengawalan terkait isu sosial politik strategis khususnya isu kesehatan masyarakat melalui fungsi pengkajian, penyikapan, dan pengakaran.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Peta Jalan Industri Hasil Tembakau, Jangan Sampai Menyesatkan!

1 Februari 2023   16:13 Diperbarui: 1 Februari 2023   16:16 625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: kaskus.co.id

Cukai adalah pungutan negara terhadap produk tertentu yang konsumsinya perlu dikendalikan karena dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup. Salah satu produk kena cukai sering dijumpai adalah tembakau. Cukai Hasil Tembakau (CHT) wajib diterapkan pada barang yang mengandung hasil tembakau seperti rokok, tis, sisha, vapes, dan pengolahan tembakau lainnya. 

Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara atau BAKN (2022) menyatakan bahwa penerimaan cukai yang paling dominan berasal dari hasil tembakau, yaitu sekitar 95% dari keseluruhan penerimaan cukai. Begitu pun masih banyak masyarakat yang berpendapat bahwa industri rokok memiliki peran yang sangat besar terhadap sumber pemasukan negara Indonesia. Hal ini dikarenakan pada tahun 2015, tercatat bahwa industri rokok mampu memberikan pemasukan bea dan cukai serta pajak daerah sebesar 170 triliun rupiah. 

Selain itu, industri rokok juga memberikan lapangan pekerjaan untuk sekitar 6,1 juta orang (Kemenkes RI, 2018). Hal ini menunjukkan pertumbuhan 23,51% year on year (yoy) yang menyebabkan penerimaan kepabeanan dan cukai menerima kontribusi yang besar dari Penerimaan CHT yaitu sebesar 69,85% (Kemenkeu RI, 2022). Namun hingga saat ini, pengeluaran negara akibat konsumsi produk tembakau jauh lebih besar dibandingkan pendapatan dari cukai yang diterima. Kemenkes RI (2017) menginformasikan bahwa kerugian yang ditimbulkan akibat merokok mencapai 600 triliun rupiah per tahun atau setara dengan seperempat APBN. Kerugian di atas mencakup hilangnya tahun produktif (morbiditas, disabilitas dan kematian dini), belanja kesehatan, dan rokok (Chrisnahutama, 2019).

Dampak rokok dan tembakau dalam hal kesehatan ditanggung negara melalui BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan merogoh kocek sebesar 5,3 triliun rupiah untuk menangani penyakit akibat rokok yang mencapai 5.159.627 kasus rawat inap dan rawat jalan. Pada tahun 2018, pengeluaran dari BPJS meningkat menjadi 18,9 triliun rupiah untuk penyakit akibat tembakau. 

Selain itu, hasil survei dari BPS menunjukkan bahwa merokok merupakan pengeluaran termahal kedua setelah makan, pada masyarakat miskin perkotaan dan pedesaan. Hal tersebut dapat menambah beban bagi JKN untuk memfasilitasi keluarga miskin untuk kemudahan akses pelayanan kesehatan. Maka dari itu, hal tersebut dapat mengancam upaya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan memperburuk defisit JKN di masa yang akan datang karena pendanaan yang terpakai untuk pengobatan pada penyakit akibat rokok (Azizah, 2019). 

Defisit BPJS Kesehatan juga disebabkan oleh membengkaknya biaya pelayanan untuk penyakit kronis atau katastropik karena rokok, seperti penyakit jantung (kardiovaskular), kanker, diabetes, paru-paru kronis, dan lain-lain. WHO (2018) menyatakan prevalensi merokok berbanding lurus dengan penderita penyakit katastropik.  Selain dampaknya pada meningkatnya penyakit kronis atau katastropik, rokok juga meningkatkan risiko stunting dan memperparah dampak kesehatan akibat Covid-19 (Institute of Health Metrics and Evaluation, 2019).

Dalam menyikapi hal ini, pemerintah Indonesia menyusun kebijakan Roadmap IHT (Peta Jalan Industri Hasil Tembakau). Peta jalan ini pada prinsipnya ingin meletakkan berbagai aspek/kepentingan pada titik kesetimbangan yang disepakati semua pihak, terutama bagaimana menjaga eksistensi dan keberlanjutan usaha Industri Hasil Tembakau (IHT) di sepanjang rantai pasok dari hulu hingga hilir, pengendalian aspek kesehatan, penyerapan tenaga kerja dan penerimaan negara (Putu, 2022).


Kebijakan Roadmap IHT yang Telah dicabut

Sumber gambar: lawcolumn.in
Sumber gambar: lawcolumn.in
Pemerintah Indonesia sebelumnya pernah membuat kebijakan terkait roadmap IHT melalui Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor 63/M-IND/PER/8/2015 tentang Peta Jalan (Roadmap) Industri Hasil Tembakau Tahun 2015-2020. Namun, kebijakan Roadmap IHT tahun 2015-2020 dicabut pada tahun 2016 melalui Putusan Mahkamah Agung Nomor 16 Tahun 2016 berdasarkan uji materi oleh Solidaritas Advokat Publik untuk Pengendalian Tembakau Indonesia (SAPTA). Naskah Roadmap IHT 2015-2020 dapat diakses disini

Roadmap IHT 2015-2020 dianggap bertentangan terhadap kesehatan dan HAM karena mendorong produksi jumlah batang rokok sebanyak 5-7% per tahun, menjadi 524,2 miliar batang pada tahun 2020. Hal tersebut bertentangan dengan:

  • Pasal 1 ayat 11 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
  • Pasal 4 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
  • Pasal 6 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
  • Pasal 47 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
  • Pasal 158 ayat 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
  • Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1996 tentang Cukai


Selain itu, pada putusan Mahkamah Agung tersebut disebutkan pula bahwa Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2015 tentang Peta Jalan (Roadmap) Industri Hasil Tembakau Tahun 2015-2020 bertentangan dengan perundang-undangan yang lebih tinggi lainnya, yaitu:

  • Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
  • Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya
  • Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Pro Kontra Roadmap IHT Lama

Sumber gambar: thinkway.id
Sumber gambar: thinkway.id

Muatan yang terkandung dalam Peta Jalan Industri Hasil Tembakau Tahun 2007-2020 dapat dikatakan sudah cukup menggambarkan arah gerak industri pertembakauan di Indonesia. Pemroyeksian terhadap kecenderungan penerapan pajak yang tinggi, pembatasan penjualan produk tembakau karena alasan kesehatan, dan pelarangan penjualan rokok batangan ikut dituliskan dalam peta jalan ini. Namun sayangnya, proyeksi terhadap kemungkinan buruk pada peta jalan ini masih belum bisa dicegah dalam implementasinya sehingga Roadmap IHT periode 2015-2020 dinilai masih kurang efektif karena bertentangan terhadap kesehatan masyarakat.

Dalam roadmap IHT periode 2015–2020 dicanangkan untuk adanya kesinambungan antara pendapatan negara dengan kesehatan masyarakat melalui pembatasan produksi rokok sebanyak 260 miliar batang dengan catatan menggunakan asumsi-asumsi yang lebih realistik serta mengutamakan harmonisasi antara perekonomian dengan kesehatan agar evaluasi roadmap IHT periode sebelumnya tidak terulang kembali. Namun sayangnya, kesalahan yang sama pada roadmap IHT periode 2009–2014 kembali terjadi, dimana seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat, angka jumlah perokok naik dalam sepuluh tahun terakhir hingga pada tahun 2021 jumlah perokok mencapai 69,1 juta jiwa (Kemenkes, 2022). 

Hal tersebut sudah melampaui batas produksi yang telah ditetapkan dalam roadmap IHT periode 2015–2020 sehingga kebijakan roadmap IHT ini juga sudah tidak efektif dan tidak relevan dengan tujuan pengendalian tembakau di Indonesia.

Kebijakan IHT mendorong terjadinya kenaikan pada cukai tembakau. Dalam sejarah, tercatat hanya ada dua periode yang tidak mengalami kenaikan pada tarif cukai rokok, yaitu pada tahun 2014 dan 2019. Pada tahun 2020 lalu, tarif cukai rokok mencapai persentase tertinggi yang mencapai angka 23%. Jika ditelusuri, kebijakan IHT yang ada masih menitikberatkan pada sisi pemasukan kepada penerimaan negara. Hampir setiap tahun penerimaan cukai rokok mencapai target yang ditetapkan dalam APBN.

Banyak pro kontra yang menyelimuti tumbuh kembangnya roadmap IHT ini. Atong Soekirman menyatakan bahwa roadmap IHT menaikkan tarif cukai hasil tembakau setinggi-tingginya mempunyai dampak pengganda (multiplier effect). Pasalnya, jika dikenakan tarif tinggi itu bukan berarti penerimaan negara tinggi. Dampaknya, akan makin terbuka pasar rokok ilegal mengingat konsumsi rokok akan tetap, sementara jikalau harga rokok mahal maka perokok dapat beralih ke rokok ilegal yang lebih murah.

Bagi perokok usia dini, kenaikan cukai ini berhasil menurunkan prevalensi perokok usia dini (10-18 tahun) sebesar 8,7% sesuai dengan yang tertulis pada RPJMN 2019-2024. Dilihat dari sisi produsen, kenaikan tarif cukai menyebabkan produksi IHT yang menurun sejak tahun 2014. Pada tahun 2020, IHT mengalami penurunan volume produksi rokok terbesar dalam 8 tahun terakhir.

Roadmap IHT Baru, Harapan Baru?

Sumber gambar: rm.id
Sumber gambar: rm.id

Banyaknya polemik yang terjadi terkait IHT, ditambah lagi dengan pencabutan Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 63/M-IND/PER/8/2015 tentang Peta Jalan (Roadmap) Industri Hasil Tembakau Tahun 2015-2020 membuat pemerintah didesak untuk membuat kebijakan baru untuk menyelesaikan polemik yang terjadi dengan menimbang segala aspek yang  sudah dijelaskan di atas. Peta jalan IHT yang diciptakan harus berkeadilan mengingat banyak ego kepentingan yang ada. 

Rancangan Kebijakan IHT ini diharap menjadi suatu kepastian dan kejelasan terkait arah kebijakan industri hasil tembakau, termasuk didalamnya kenaikan tarif cukai tembakau, diversifikasi produk  tembakau, dan peningkatan kinerja ekspor tembakau. 

Pada draf Perpres roadmap IHT diproyeksikan akan berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dalam negeri, peningkatan kualitas SDM melalui pelatihan, pengembangan produk tembakau alternatif, dan pengembangan standarisasi produk IHT.

Saat ini Kemenko Perekonomian sedang menyusun draf rancangan Peraturan Presiden tentang roadmap IHT sebagaimana arahan presiden Jokowi.  Pembahasan roadmap melibatkan lintas kementerian/lembaga, baik dari petani tembakau (Kementerian Pertanian), dari sisi mata rantai pasok industri (Kementerian Perindustrian), penerimaan negara, juga aspek kesehatan. Draf ini sebagai pengganti Roadmap IHT tahun 2015-2020 yang dicabut oleh Mahkamah Agung.

Kebijakan terbaru ini guna mencapai kebijakan yang berkeadilan di tengah berbagai ego kepentingan dalam IHT, maka penyusunan peta jalan yang komprehensif dengan mempertimbangkan aspek kesehatan, ekonomi, pendapatan negara, tenaga kerja, pertanian, serta menjaga kelestarian budaya mendesak untuk segera dilakukan pemerintah. 

Adanya peta jalan yang disepakati bersama, termasuk oleh DPR akan memberikan kepastian mau dibawa ke mana IHT ke depan. Asisten Deputi Pengembangan Industri Kemenko Perekonomian, Atong Soekirman mengungkapkan pihaknya mencoba untuk menemukan titik keseimbangan antara kepentingan-kepentingan agar industri tetap tumbuh, termasuk mengakomodir kepentingan kesehatan. 

Dibutuhkan kebijakan berkeadilan dalam mengurus masalah IHT yang ada di Indonesia. Aspek-aspek yang menyangkut dan saling berkaitan, seperti kesehatan, ekonomi, pendapatan negara, tenaga kerja, pertanian, dan lain-lain perlu diperhatikan serta dimasukan ke dalam kebijakan tersebut.

Roadmap IHT Baru, Jangan Buru-Buru!

Sumber gambar: Arsip RI
Sumber gambar: Arsip RI

Seiring dengan terjadinya polemik yang berkepanjangan mengenai penetapan tarif cukai hasil tembakau, peta jalan atau yang disebut juga sebagai kebijakan roadmap IHT harus segera dicanangkan untuk mengakhiri polemik ini. Kebijakan IHT yang dikoordinatori oleh Kemenko Perekonomian dibuat dalam rangka meningkatkan penyerapan tenaga kerja, meningkatkan penerimaan negara melalui cukai dan pajak, menjamin kelangsungan usaha budidaya tembakau dan cengkeh sehingga industri-industri tumbuh dengan baik, kesejahteraan petani meningkat dan menumbuhkan industri terkait dengan tetap memperhatikan aspek kesehatan masyarakat.

Dalam menimbang arah kebijakan ini, menurut Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Tulus Abadi berpendapat bahwa arah kebijakan Roadmap IHT terlihat seperti sebuah strategi untuk pendapatan negara, bukan sebagai upaya instrumen pengendalian produk yang kena cukai. Padahal menurut Tulus, jika dilihat secara fungsional, pokok dari kebijakan cukai seharusnya menjadi upaya untuk instrumen pengendalian konsumsi tembakau bukan untuk upaya pengendalian pendapatan.

Menurut, Advokat senior FAKTA, Tubagus Haryo Karbiyanto menilai alasan pembuatan kebijakan roadmap IHT yang baru bagaikan istilah Irreconcilable Conflict of Interest, yang artinya di dalam roadmap ini terdapat dua kepentingan yang tidak mungkin disatukan. Kebijakan roadmap IHT menurut Tubagus Haryo Karbiyanto setiap tahunnya memiliki fokus masing-masing dimana misalkan pada tahun ini industri, tahun selanjutnya tenaga kerja, lalu berikutnya kesehatan. Sehingga, pada realitanya belum sampai terealisasi hingga ke aspek kesehatan, sudah membuat kebijakan peta jalan industri tembakau yang baru. Hal ini yang mendasari pada tahun 2015, Tubagus Haryo Karbiyanto bersama dengan solidaritas Advokat Pengendalian Hasil Tembakau berhasil menggugat peta jalan IHT ke Mahkamah Agung yang kemudian hasilnya menunjukkan peta jalan IHT tahun 2015 justru bertentangan dengan UU Kesehatan, UU Cukai, UU HAM, dan UU Perlindungan Anak.

Adapun pernyataan dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian terkait IHT yang akan digagas akan menitikberatkan pada beberapa sisi diantaranya sisi pertanian tembakau, sisi fiskal dan penerimaan negara, sisi konsumsi di dalam negeri, serta optimalisasi rantai tembakau. Pada sisi pertanian tembakau, roadmap IHT bertujuan untuk meningkatkan produksi dan mutu tembakau melalui penerapan budidaya sesuai dengan budidaya yang baik. 

Di sisi fiskal dan penerimaan negara, nantinya akan diatur mengenai penetapan kebijakan tarif cukai yang akan mengoptimalisasi penerimaan cukai sebagai upaya menjaga kesinambungan fiskal berupa APBN yang sehat diiringi dengan penerimaan negara yang ditargetkan meningkat.  Pada sisi konsumsi dalam negeri, akan diatur mengenai pengendalian produk tembakau yang dilakukan dalam bentuk kebijakan non fiskal dengan tujuan menurunkan tingkat prevalensi perokok penduduk yang ditargetkan turun sebesar 0,4% di tahun 2024.

Pemerintah seharunya berkaca dari kebijakan yang telah dibuat sebelumnya, yaitu Roadmap IHT 2015-2020 yang lebih mengutamakan aspek sosial dan ekonomi namun merugikan kesehatan masyarakat sehingga telah dicabut. Penyusunan peta jalan IHT yang baru jangan sampai menyesatkan pada kenaikan produksi batang rokok yang dapat merugikan kesehatan masyarakat. Pemerintah diharapkan menggunakan strategi yang tepat dalam pembuatan kebijakan peta industri hasil tembakau (roadmap IHT) yang baru agar komprehensif dan mencakup segala sisi, tidak hanya menguntungkan industri tembakau, tenaga kerja, dan pendapatan negara, tetapi juga mengedepankan aspek kesehatan masyarakat yang komprehensif sehingga tercipta keseimbangan win-win solution dan tidak bertentangan dengan UU Kesehatan.

Artikel ini disusun berdasarkan draft kajian yang ditulis oleh:

  • BEM IM FKM UI 2022
  • BEM UI 2022
  • HAPSA FKM UI 2022
  • BEM IKM FK UI 2022
  • BEM FAKULTAS PSIKOLOGI UI 2022

DAFTAR PUSTAKA

Azizah, N. 2019. Kemenkes: JKN Terbebani Pengobatan Penyakit Akibat Rokok. [online]. Available at: https://www.republika.co.id/berita/pxzc5b463/kemenkes-jkn-terbebani-pengobatan-penyakit-akibat-rokok [Diakses pada 23 November 2022]

Fitrotun, S. (2022, November 3). Peta Jalan IHT: Dua Kepentingan yang Tak Mungkin Bersatu. Prohealth.id. https://prohealth.id/peta-jalan-iht-dua-kepentingan-yang-tak-mungkin-bersatu/

Kahfi. (2022, Juli 13). Pemerintah Siapkan Peta Jalan Industri Hasil Tembakau. Bisnis.com. https://ekonomi.bisnis.com/read/20220713/257/1554673/pemerintah-siapkan-peta-jalan-industri-hasil-tembakau

Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2022, November 4). Wamenkeu: Penetapan Kebijakan Cukai Rokok Pertimbangkan Empat Aspek Penting. Kemenkeu.go.id. https://www.kemenkeu.go.id/informasi-publik/publikasi/berita-utama/Wamenkeu-Penetapan-Kebijakan-Cukai

Media DPR RI. (2022, November 23). Potensi Pendapatan Negara dari Cukai Rokok | E Media - Dewan Perwakilan Rakyat - DPR RI. E Media - Dewan Perwakilan Rakyat - DPR RI | Merupakan Platform Digital Dengan Beragam Informasi Yang Lugas, Akurat, Dan Terpercaya Terkait Aktivitas, Kegiatan, Dan Topik Pembahasan Isu-Isu Oleh DPR RI. https://emedia.dpr.go.id/article/potensi-pendapatan-negara-dari-cukai-rokok/

WHO. 2020. Menaikkan Cukai dan Harga Produk Tembakau untuk Indonesia Sehat dan Sejahtera. [online] Available at: https://cdn.who.int/media/docs/default-source/searo/indonesia/menaikkan-cukai-dan-harga-produk-tembakau-untuk-indonesia-sehat-dan-sejahtera.pdf?sfvrsn=bb058f70_2

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun