Pro Kontra Roadmap IHT Lama
Muatan yang terkandung dalam Peta Jalan Industri Hasil Tembakau Tahun 2007-2020 dapat dikatakan sudah cukup menggambarkan arah gerak industri pertembakauan di Indonesia. Pemroyeksian terhadap kecenderungan penerapan pajak yang tinggi, pembatasan penjualan produk tembakau karena alasan kesehatan, dan pelarangan penjualan rokok batangan ikut dituliskan dalam peta jalan ini. Namun sayangnya, proyeksi terhadap kemungkinan buruk pada peta jalan ini masih belum bisa dicegah dalam implementasinya sehingga Roadmap IHT periode 2015-2020 dinilai masih kurang efektif karena bertentangan terhadap kesehatan masyarakat.
Dalam roadmap IHT periode 2015–2020 dicanangkan untuk adanya kesinambungan antara pendapatan negara dengan kesehatan masyarakat melalui pembatasan produksi rokok sebanyak 260 miliar batang dengan catatan menggunakan asumsi-asumsi yang lebih realistik serta mengutamakan harmonisasi antara perekonomian dengan kesehatan agar evaluasi roadmap IHT periode sebelumnya tidak terulang kembali. Namun sayangnya, kesalahan yang sama pada roadmap IHT periode 2009–2014 kembali terjadi, dimana seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat, angka jumlah perokok naik dalam sepuluh tahun terakhir hingga pada tahun 2021 jumlah perokok mencapai 69,1 juta jiwa (Kemenkes, 2022).Â
Hal tersebut sudah melampaui batas produksi yang telah ditetapkan dalam roadmap IHT periode 2015–2020 sehingga kebijakan roadmap IHT ini juga sudah tidak efektif dan tidak relevan dengan tujuan pengendalian tembakau di Indonesia.
Kebijakan IHT mendorong terjadinya kenaikan pada cukai tembakau. Dalam sejarah, tercatat hanya ada dua periode yang tidak mengalami kenaikan pada tarif cukai rokok, yaitu pada tahun 2014 dan 2019. Pada tahun 2020 lalu, tarif cukai rokok mencapai persentase tertinggi yang mencapai angka 23%. Jika ditelusuri, kebijakan IHT yang ada masih menitikberatkan pada sisi pemasukan kepada penerimaan negara. Hampir setiap tahun penerimaan cukai rokok mencapai target yang ditetapkan dalam APBN.
Banyak pro kontra yang menyelimuti tumbuh kembangnya roadmap IHT ini. Atong Soekirman menyatakan bahwa roadmap IHT menaikkan tarif cukai hasil tembakau setinggi-tingginya mempunyai dampak pengganda (multiplier effect). Pasalnya, jika dikenakan tarif tinggi itu bukan berarti penerimaan negara tinggi. Dampaknya, akan makin terbuka pasar rokok ilegal mengingat konsumsi rokok akan tetap, sementara jikalau harga rokok mahal maka perokok dapat beralih ke rokok ilegal yang lebih murah.
Bagi perokok usia dini, kenaikan cukai ini berhasil menurunkan prevalensi perokok usia dini (10-18 tahun) sebesar 8,7% sesuai dengan yang tertulis pada RPJMN 2019-2024. Dilihat dari sisi produsen, kenaikan tarif cukai menyebabkan produksi IHT yang menurun sejak tahun 2014. Pada tahun 2020, IHT mengalami penurunan volume produksi rokok terbesar dalam 8 tahun terakhir.
Roadmap IHT Baru, Harapan Baru?
Banyaknya polemik yang terjadi terkait IHT, ditambah lagi dengan pencabutan Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 63/M-IND/PER/8/2015 tentang Peta Jalan (Roadmap) Industri Hasil Tembakau Tahun 2015-2020 membuat pemerintah didesak untuk membuat kebijakan baru untuk menyelesaikan polemik yang terjadi dengan menimbang segala aspek yang  sudah dijelaskan di atas. Peta jalan IHT yang diciptakan harus berkeadilan mengingat banyak ego kepentingan yang ada.Â