"Mengingat proyeksi yang tidak pasti, beberapa bulan mendatang kemungkinan akan menguji keberanian Bank Sentral dalam meredam inflasi." Tulisnya lagi.
Gourinchas selaku kepala Ekonom IMF pada konferensi pers pada Pertemuan Tahunan IMF dan Bank Dunia 2022 mengatakan lonjakan inflasi dan kerentanan keuangan pun masih dibayangi oleh penguatan dolar AS. Hal ini akan membuat inflasi lebih persisten, terutama jika pasar tenaga kerja tetap sangat ketat.
"Risiko kesalahan kalibrasi kebijakan moneter, fiscal, atau keuangan telah meningkat tajam pada saat ketidakpastian tinggi dan kerentanan yang meningkat," katanya.
Bagaimana di negara kita?
IMF menyebutkan bahwa saat ini asumsi kebijakan moneter di Indonesia sejalan dengan target inflasi bank sentra dalam jangka menengah.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Inflasi tahun berjalan 4,84% pada Januari-September 2022. Sedangkan berdasarkan perkiraan Bank Indonesia (BI), inflasi umum tahunan akan mencapai 5,24 % pada akhir tahun dan angkanya lebih tinggi dari batas kisaran target yaitu 4% dengan laju inflasi inti tahunan yang mencapai 4,15%.
Presiden Jokowi meyakini tidak ada negara lain yang melakukan kerja serinci Indonesia dalam mengendalikan tekanan inflasi dan biasanya negara-negara lain akan mengendalikan inflasi melalu bank sentral dengan menaikkan suku bunga acuan.
"Cari negara yang kerja kayak kita sedetail itu, enggak ada. Pengendaliannya pasti makro oleh bank sentral," ujar Presiden Jokowi saat menghadiri Investor Daily Summit 2022 di Jakarta, Selasa (11/10)
"Tapi kita tidak hanya urusan menaikkan suku bunga yang itu menjadi kewenangan dari Bank Indonesia, tetapi dalam praktik riil kita juga langsung masuk ke sumbernya, yaitu apa? Kenaikan barang dan jasa," tambahnya.
Kerja yang mendetail tersebut diklaim oleh Jokowi cukup membantu pengendalian dari inflasi yang lebih rendah dari perkiraan mencapai 6,8% menyusul penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM).