Mohon tunggu...
Rizki Subbeh
Rizki Subbeh Mohon Tunggu... Guru - SAYA ADALAH SEORANG GURU

Dekonstruksi Kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | (Sodor) Sodorkan

23 Maret 2018   07:30 Diperbarui: 23 Maret 2018   09:39 542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Doc. kebudayaan.kemdikbud.go.id

Desa Karang Pring, banyak kebun bambu di desa ini, bahkan bambu yang dihasilkan dikirim ke beberapa kabupaten sekitar sini. Ada banyak adat disana, karena desa itu identik dengan bambu, maka anak-anak memakai bambu menjadi permainan seperti tembak bambu, egrang, layang-layang, dll. 

Desa Pakis, karena disini lokasi pengepul sayur, ada juga yang mencari pakis disekitaran sawah dan hutan. Desa Alam atau Kabupaten Alam, ini merupakan pusat kota, semua desa yang ada di kabupaten pasti akan melakukan perdagangan atau menjual hasil buminya. Sehingga tidak heran jika Desa Alam menjadi pusat pemerintah. Dan trakhir Desa Bringin, yang memiliki ciri khas dengan ribuan pohon bringin dan kebanyakan warganya hidup dengan adat. 

Setengah perjalanan, kulihat banyak anak kecil yang berkeliaran dengan membawa kantong permen sebagai wadah uang. Anak sekecil ini seharusnya menikmati masa bermain, seperti kecilku dahulu. Aku tidak tahu kenapa mereka bisa dimanfaatkan untuk mencari uang. Padahal masih banyak cara untuk mendapatkan uang, apalagi jaman sekarang sudah begitu pesat kemajuannya. Maka mustahil anak-anak era saat ini tidak bisa meraih kesuksesan dalam hidup. Kita bisa melihat era sekarang sudah tidak seperti dulu, era sekarang anak-anak sudah benar-benar ditata demi masa depannya. 

Berbeda dengan eraku yang identik dengan kultural. Karena, eraku selalu diajarkan adat seperti bermain dengan alam (egrang, kelerang, bendan, kasti, piting, dan sodor). Ini yang membedakan jaman eraku. Dahulu tidak ada yang namanya handpone sehingga kita benar-benar hidup dengan kalangan kolot yang identik dengan ketidaktahuan.

 Lihat era sekarang, permainan adat dulu sudah diganti dengan perkembangan teknologi baik handphone maupun komputer. Jadi anak yang terlahir jaman sekarang lebih mengetahui kehidupan dan tentu orang tua juga dapat memprediksi atau mengatur anaknya agar kelak menjadi sukses.

Satu jam sudah aku merayapi jalanan kota, Aku sampai di depan rumah, klakson aku bunyikan satpampun datang dan membukakan gerbang. Dia pegawai lama di rumahku, karena kejujurannya, aku selalu memberikan bonus padanya. "suwarno, cuci mobil saya" aku menyuruhnya. Dia langsung bergegas mengganti pakaiannya, dengan sigap dia mengumpulkan alat-alat. Aku-pun tidak hanya diam saja, ku rogoh sakuku, dan ku raih dompetku, ku-julurkan uang 100.000 untuk bonusnya.

 Seperti itu caraku memberi bonus ke semua karyawan. Aku masih ingat benar, bagaimana kehidupanku dulu. Sangat berat untuk meraih kesuksesan seperti ini, aku harus menerjang waktu dan melawan segala rintangan. Meski aku hanya tamatan SMA semangat dalam bersaing tetap menjadi pedoman. Aku orang terkaya di Desaku, banyak orang yang jadi karyawan diperusahaanku. Ini memang sudah jadi kemauanku sejak dulu, menciptakan lapangan pekerjaan demi membantu warga sekitar.

 Aku masuk lewat pintu samping rumah yang kebetulan pintunya jalur untuk ke garasi mobil. Dengan tas kecil yang ku slempangkan ke pundak, aku masuk melewati pintu. Ku lihat beberapa foto masa kecil, foto itu di ambil oleh Bapak saat asik bermain sodor. Ya, sodor merupakan permainan yang paling ku gemari. Permainan ini memiliki filosofi yang mengajarkanku kekompakan, kerja keras dalam melewati tim penghalang, dan meraih kemenangan setelah melewati rintangan.

Setiap minggu atau hari libur sekolah, aku dan teman-teman sekitar rumah bapak selalu bermain sodor. Timku selalu menajdi tim dengan poin teratas. Kecerdikan yang dimiliki oleh timku menjadi modal utama. Bahkan di desaku selalu diadakan lomba sodor dan timku selalu manjadi pemenangnya. Sampai-sampai timku tidak boleh mengikuti lomba itu. Sodor sangat digemari oleh warga Desa Bringin, ini menjadi primadona sekaligus menjadi identitas utama pada desaku. Permainan itu menjadi adat dan tradisi, namun sekarang sudah berubah total, kampungku sekarang berubah jadi perumahan. Sodor sudah hilang, hanya foto itu yang aku miliki. Masih untung aku memiliki fotonya.

Tetapi kehilangan tradisi itu memberikan perubahan pada hidup, aku menerapkan filosofi permainan sodor ke perusahaan. Kerja keras yang selama ini aku lakukan telah menuai hasil sempurna. Dahulu hanya bersepeda pancal sekarang bermobil mewah. Untuk membangun perusahaan itu, butuh pengorbanan cukup pahit, aku harus menjual rumah dan 2 hektar sawah warisan bapak. Padahal itu harta satu-satunya, penjualan tersebut ku lakukan untuk modal. Sisanya aku gunakan untuk mengontrak rumah dengan istriku dan biaya hidup selama perusahaan belum maju. 

Cukup 5 tahun aku babat alas, aku sukses menembus job yang ada dalam pemerintahan. Awalnya aku hanya mendaftarkan perusahaanku, itung-itung siapa tahu diterima untuk kerjasama. 4 kali aku mencoba selalu ditolak mentah, ke-5 kalinya aku sukses memegang dan bekerjasama dengan pemerintah kota ataupun pusat. Dari sanalah aku selalu berhubungan dengan pemerintah kota atau pusat, setiap tahun selalu memegang projek pembangunan pemerintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun