Mohon tunggu...
Rizki Subbeh
Rizki Subbeh Mohon Tunggu... Guru - SAYA ADALAH SEORANG GURU

Dekonstruksi Kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | (Adek-Kakak) Suatu Penjara Suci

22 Maret 2018   07:30 Diperbarui: 22 Maret 2018   09:38 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Doc. serambiminang.com

Pada awalnya biasa saja, berjalan semestinya, tidak mencolok mata, dan mengelabuhi semua. Saya kira ini main-main saja, berlanjut terus dan terus berlanjut tanpa mengetahui aturan, pelanggaran, dan etika dari penjara suci. Sudah Bertahun-tahun saya mengabdi, penjara suci, mengharap perubahan diri, dari kemursalan duniawi. 

Kadang saya bingung menanggapinya, kerapkali dikelabuhi, meski pengalaman terlebih dahulu dialami. Zaman dapat mengubah semuanya, baik dari segi ekonomi, hukum, pendidikan, dan sosial. Tidak ada yang mengajari, setiap tahunnya pasti ada, entah siapa yang lalai. Kenapa bisa terjadi dipenjara suci. Saya tidak dapat menghentikan, ini siklus dan rantai turun temurun, seperti hukuman, dan seperti karma.

Penjara suci ini terletak sangat jauh dari pemukiman kota, ini dikarenakan agar penghuni dapat melepaskan gemerlap kebebasan kota. Beberapa pengabdi seperti saya juga merasakannya, begitu hebat pengaruhnya, sampai-sampai ada yang gagal menyelesaikan beberapa kewajiban di penjara suci. Penjara ini dilengkapi dengan fasilitas pendidikan sebagai penunjang ilmu umum. Dari MTs/SMP, dari SMA/MA/SMK sudah berdiri disini. Penghuni bebas memilih, siapa saja memiliki hak untuk menentukannya. Tidak ada unsur mengelabuhi atau provokasi, ini mutlak pilihan penghuni.

Dahulu, penjara suci ini tidak dikenal dengan kemegahannya, lambat tahun semakin berkembang, hingga penjara ini dikenal semua kalangan. Banyak kejadian yang tidak terelakan, bahkan tidak dapat dihentikan. Sehingga banyak berceceran kertas di selempitan pakaian penghuni. Terkadang saya tertawa membaca isi suratnya, kadang juga saya naik pitam dibuatnya, dan kadang saya merobek surat itu. Sebab, ini penjara suci harus ternetralisir dari segala ancaman yang dapat merubah citra dan merubah etika. Maka ada beberapa peraturan yang harus dijalankan, bagi siapa saja yang melanggarnya. Namun penghuni adalah manusia, menentukan jalan dengan rasa penasaran sudah kepastian. Tentu faktor lain juga menjadi penyebab utamanya.

Suatu hari, saya menemukan sepenggal surat yang sudah tersobek sebagian. Hanya tersisa separuh kertasnya. Saya baca dengan seksama, beberapa kalimat yang masih utuh dan selebihnya sudah kusam tintanya karena terkontaminasi oleh air. "Kakak, kamu jangan nakal ya..? Meski banyak pertengkaran diantara kita. habis, kamu genit sih di kelas" isi surat yang masih dapat dibaca. 

Saya tidak menyangkal dan tidak terlalu mempersoalkan isi surat itu, karena masih dianggap biasa saja. Apalagi, penjara suci ini tergolong ketat, karena penghuni wanita dipisahkan dengan penghuni laki-laki. Dan dalam isi surat itupun, hanya memanggil kakak, mungkin saja dia memang saudara, meskipun ada kata "genit" yang menjurus ke hubungan pacaran. Namun saya anggap itu bentuk perhatian dan kepedulian saja.

Aktivitas penjara suci ini sangat padat, jika pagi para penghuni bersekolah, usai sekolah mereka melanjutkan pelajaran yang diwajibkan oleh penjara suci. Itu berlangsung hingga malam hari pukul 22.00. Ini sudah rutinitas, bagi siapa yang melanggar akan ada hukuman, mulai dari pemotongan rambut,  bersih penjara suci, dipulangakn, dan dikeluarkan tergatung konteks kesalahan para penghuninya. 

Cuaca disini dingin, karena diapit bukit dan gunung samping kanan kiri dan belakang. Kawasan ini ramah lingkungan, tidak ada asap kendaraan kecuali asap rokok dari beberapa pengabdi. Disini memiliki aturan bagi penghuni yang sudah lulus dari mata pelajaran Penjara Suci, maka dia wajib mengabdikan diri, sebagai simbol balas budi, dan menerima jabatan pengabdi.

Suatu malam hujan mengguyur genting asrama, gemuruh air sungai menebar ketelinga. Petir menyambar kesan-kesini, tidak ada penangkal, dan tidak ada yang menyangkal keberadaannya. Saya mencoba melihat keluar asrama, sambil hujan yang ngocor dari genting turun kepermukaan tanah, saya menemukan potongan surat kembali. Potongan surat kedua ini berisi "adek, jangan cemburu, kakak cuma gurauan saja, apa yang kamu lihat tidak sama dengan kenyataannya, adek tetap yang terbaik bagi kakak". 

Saya tercengang membaca surat ini, dalam benak aku bertanya "apakah kata adek-kakak memang sebuah paggilan sayang?". Entahlah, yang jelas bukti masih kurang kuat, jika saya mengadu ke pengasuh Penjara Suci bisa saja dia marah. Namun, saya tidak terburu-buru, harus ada bukti yang bisa membantu. Diam-diam saya menyembunyikan ini, sebagai pengabdi, saya lebih tahu aktifitas penghuni, maka ini sebagai landasan agar dapat menangkap basah dan melaporkan ke pengasuh Penjara Suci.

Sebulan sudah, saya tidak menemukan tanda. Setiap malam saya selalu berkeliling area asrama laki-laki. Dengan melihat kondisi sekaligus mengumpulkan bukti. Malam sabtu telah tiba, aktivitas Penjara Suci terhenti. Memang setiap jum'at aktivitas kosong, tidak ada kegiatan, penghuni dapat bebas melakukan kegiatan lain. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun