Oleh : Tim KML Media | Kompasiana
Perubahan aturan kepabeanan dan perizinan logistik baru-baru ini bukan sekadar urusan birokrasi: mereka menentukan seberapa cepat barang bergerak, berapa besar biaya yang harus ditanggung pelaku usaha, dan apakah UMKM bisa bersaing dalam perdagangan lintas batas. Sejumlah kebijakan dan peraturan terbaru --- mulai dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) baru, penyederhanaan aturan barang bawaan penumpang, hingga dorongan revisi Perpres Penguatan Logistik Nasional --- layak dicermati karena berpotensi mempengaruhi rantai pasok impor/ekspor secara nyata.
Di bawah ini ringkasan perubahan utama, penjelasan dampak pada rantai distribusi, dan rekomendasi praktis bagi pelaku logistik.
Perubahan kebijakan utama (ringkas & sumber)
PMK tentang klasifikasi barang dan penyempurnaan tarif (PMK terbaru, termasuk PMK 62/2025 & PMK lainnya)
Kementerian Keuangan menerbitkan PMK yang menyempurnakan ketentuan klasifikasi barang (Sistem Klasifikasi Barang 2022), memperjelas terjemahan dan uraian pos tarif agar mengurangi penafsiran yang berbeda saat mengklasifikasikan barang impor. Beleid-beleid jenis ini mulai berlaku per September 2025 untuk beberapa PMK.ÂSederhanakan aturan barang bawaan penumpang (PMK 34/2025)
Pemerintah menegaskan pembebasan pungutan/pajak untuk barang bawaan penumpang dengan ambang tertentu (FOB USD 500) sekaligus memperjelas ketentuan fiskal untuk barang pribadi yang dibawa penumpang. Ini berdampak pada proses clearance barang kecil dan transaksi lintas batas yang sering dilakukan oleh penumpang.ÂDirektori & pembaruan peraturan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Situs peraturan Bea dan Cukai menunjukkan sejumlah Keputusan Menteri Keuangan dan PMK yang memperbarui daftar barang yang dibatasi impor, penetapan harga ekspor untuk perhitungan bea keluar, serta ketentuan teknis lain yang berkaitan dengan impor/ekspor. Perubahan tersebut memengaruhi dokumen yang harus disiapkan importir/eksportir.ÂInisiatif revisi Perpres Penguatan Logistik Nasional + target penurunan biaya logistik
Pemerintah menyatakan target menurunkan biaya logistik nasional menuju level single digit (target ~8% dari GDP pada 2030) dan sedang menyiapkan revisi Perpres Penguatan Logistik Nasional sebagai payung kebijakan. Revisi ini diposisikan untuk menyederhanakan regulasi lintas kementerian (bea cukai, perhubungan, perindustrian, perdagangan) demi efisiensi distribusi.ÂKebijakan fiskal/likuiditas yang berdampak tidak langsung
Langkah fiskal seperti paket stimulus & pemindahan dana pemerintah ke bank pelat merah untuk dorong penyaluran kredit meningkatkan likuiditas sektor riil; ada juga insentif spesifik (mis. diskon premi asuransi untuk sopir truk) yang bisa menurunkan beban operasional segmen tertentu. Meskipun bukan kebijakan kepabeanan, aspek ini penting karena memengaruhi cashflow pelaku logistik.
Bagaimana regulasi ini memengaruhi rantai distribusi impor/ekspor --- poin demi poin