Di banyak rumah tangga hari ini, kita menemukan satu pola yang begitu familiar tapi jarang dibicarakan serius: anak dikasih gadget terlalu dini, tumbuh jadi susah makan, emosinya meledak-ledak, dan... yang pertama disalahkan siapa?
Tentu saja: ibu.
Yang dianggap terlalu memanjakan, terlalu cerewet, terlalu keras, terlalu lemah, pokoknya terlalu segalanya.
Sementara si ayah?
Datang hanya saat ada "kecelakaan besar". Dengan gaya aparat penegak ketenangan rumah tangga, dia berdiri di pinggir "jalan" sambil tiup peluit, "Duh, ngomel mulu sih. Bisa nggak sih rumah ini tenang sedikit?"
Padahal kalau boleh jujur, siapa yang diam saja saat anak nonton YouTube di HP dengan alasan "biar bisa makan"?
Dan siapa yang tiap malam menikmati ketenangan saat anaknya diam?
Dikasih "Mobil" Tapi Nggak Diajarin Rambu
Mari kita ulang analogi yang semakin relevan ini. Anak belum bisa membaca rambu, tapi sudah diberi "mobil", alias gadget. Ketika mereka "nabrak" (entah itu tantrum, kecanduan layar, atau tidak paham batasan), yang kena semprot adalah ibunya.
"Kenapa sih anak ini susah banget diatur? Kamu ngajarinnya gimana sih?"
Padahal, ibu itu yang 24/7 berdiri di persimpangan:
- Menyuapi sambil lari ke meeting online
- Menenangkan anak yang ngamuk saat HP-nya disita
- Menyusun strategi antara batas layar dan tangis balita
Sedangkan "polisi rumah" itu datang hanya untuk kasih teguran, bukan bantu atur lalu lintas.
Ketika Ibu Tegas, Dibilang Ngomel