Mohon tunggu...
Kartika Tjandradipura
Kartika Tjandradipura Mohon Tunggu... Co-Founder Writing for Healing Community

Penulis dengan tujuan utama yaitu untuk meningkatkan mental health awareness dan self compassion. Untuk mengenal tulisannya lebih jauh, bisa dilihat di akun Instagram : @kartika_olive

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Ketangguhan Mental Itu Dibangun, Bukan Diberikan: Stop Membiarkan Anak Jadi 'Lembek'

28 Februari 2025   12:45 Diperbarui: 28 Februari 2025   12:45 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (sumber: startwellbirmingham)

Beberapa waktu lalu, ada kisah viral tentang seorang mahasiswa yang stres karena tugas kuliah terlalu banyak. Bukannya mencari solusi, ia malah meminta dosennya lebih "pengertian" terhadap kesehatan mentalnya. Ada juga seorang fresh graduate yang menolak kerja lembur karena merasa itu merusak keseimbangan hidupnya, padahal dunia kerja memang menuntut lebih. Ini bukan sekadar fenomena individu---ini adalah gambaran generasi yang tumbuh dalam kenyamanan, tetapi rapuh saat menghadapi kesulitan.

Pertanyaannya, siapa yang salah?

Anak 'Lembek' Itu Hasil Didikan, Bukan Bakat Lahir

Mari kita jujur: tidak ada anak yang lahir kuat atau lemah. Semua tergantung pada bagaimana mereka dibesarkan. Jika sejak kecil anak tidak pernah menghadapi tantangan, selalu dilindungi dari kegagalan, dan setiap keluhannya langsung dipenuhi, maka jangan heran jika mereka tumbuh menjadi individu yang mudah menyerah.

Sebaliknya, anak yang pernah jatuh, pernah kecewa, dan diajarkan cara bangkit akan lebih siap menghadapi kerasnya kehidupan. Ini bukan berarti kita harus membiarkan anak menderita, tetapi mereka harus belajar bahwa hidup tidak selalu berjalan sesuai keinginan.

Mengapa Mental Tangguh Itu Penting?

Dunia nyata tidak peduli seberapa spesial anak kita. Bos tidak akan menoleransi keterlambatan hanya karena anak kita "sedang tidak mood." Klien tidak akan sabar hanya karena anak kita "sedang overwhelmed." Kompetisi semakin ketat, dan hanya yang bertahan yang bisa sukses.

Penelitian dari American Psychological Association menunjukkan bahwa resilience (ketangguhan mental) adalah faktor utama yang menentukan kesuksesan seseorang. Bukan kepintaran, bukan bakat, tetapi kemampuan untuk bangkit setelah jatuh.

Bagaimana Cara Membangun Ketangguhan Tanpa Menyakiti?

Lalu, bagaimana cara mengajarkan anak untuk tangguh tanpa membuat mereka merasa diabaikan?

  1. Ajarkan Anak Menghadapi Kegagalan
    Jangan selalu menyelamatkan anak dari kesalahan. Jika mereka lupa mengerjakan PR, biarkan mereka menghadapi konsekuensinya. Jika mereka kalah dalam perlombaan, ajarkan bahwa kekalahan adalah bagian dari perjalanan menuju kemenangan.

  2. Jangan Beri Semua yang Mereka Inginkan
    Anak yang terbiasa mendapatkan segalanya tanpa usaha akan tumbuh menjadi pribadi yang manja dan tidak menghargai proses. Latih mereka untuk memahami bahwa ada hal-hal yang harus diperjuangkan.

  3. Bantu Mereka Mengelola Emosi, Bukan Tenggelam di Dalamnya
    Validasi emosi itu penting, tetapi membiarkan anak terus-menerus larut dalam kesedihan juga bukan solusi. Ajarkan mereka bahwa perasaan sedih, kecewa, atau marah adalah normal, tetapi harus diatasi, bukan dijadikan alasan untuk menyerah.

  4. Jangan Terlalu Cepat Membantu
    Biarkan anak mencoba menyelesaikan masalahnya sendiri sebelum kita turun tangan. Jika mereka kesulitan mengikat tali sepatu, jangan langsung membantu. Jika mereka bertengkar dengan teman, ajarkan cara menyelesaikannya sendiri sebelum kita ikut campur.

  5. Jadilah Contoh yang Baik
    Anak belajar dari apa yang mereka lihat. Jika kita mudah menyerah atau selalu mengeluh, mereka akan meniru. Sebaliknya, jika kita menunjukkan bahwa tantangan adalah kesempatan untuk tumbuh, mereka akan menginternalisasi pola pikir yang sama.

Antara Kesehatan Mental dan Ketangguhan: Menemukan Keseimbangan

Ada anggapan bahwa mengajarkan ketangguhan akan membuat anak stres dan mengabaikan kesehatan mental mereka. Padahal, justru sebaliknya. Anak yang tangguh lebih mampu menghadapi tekanan tanpa mengalami gangguan psikologis.

Kesehatan mental itu penting, tetapi bukan alasan untuk selalu menghindari tantangan. Kita tidak ingin anak-anak kita tumbuh menjadi generasi yang lebih banyak "healing" daripada berjuang. Yang kita butuhkan adalah generasi yang mampu menghadapi masalah, bukan kabur dari masalah.

Dunia Tidak Akan Selalu Ramah, Jadi Siapkan Anak untuk Bertahan

Hidup itu keras, dan kita tidak bisa selalu melindungi anak dari realitas. Jika kita benar-benar mencintai mereka, kita harus membekali mereka dengan kemampuan untuk bertahan, bukan sekadar membuat mereka nyaman.

Ketangguhan mental bukan sesuatu yang bisa diberikan, tetapi harus dibangun. Dan tugas kita sebagai orang tua bukanlah membuat jalan anak bebas hambatan, melainkan membentuk mereka menjadi pribadi yang siap menghadapi segala kemungkinan.

Pada akhirnya, anak yang paling bahagia bukanlah yang selalu dilindungi, tetapi yang paling siap menghadapi hidup.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun