Mohon tunggu...
Kartika Kariono
Kartika Kariono Mohon Tunggu... Pengacara - Ibu Rumah Tangga

Mengalir mengikuti kata hati dan buah pikiran

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Nadir dalam 75 Detik

25 Juli 2016   15:38 Diperbarui: 25 Juli 2016   15:54 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tali itu semakin meregang terbeban oleh bobot tubuh yang menjuntai di ujung bawahnya. Satu simpul terikat pada sebuah kayu yang berada di langit-langit kamar itu, sedangkan simpul lainnya melilit di leher seorang perempuan, mencekik batang tenggorok begitu kencang.

Tubuh itu mulai meronta, ia tidak memahami lagi, rasa panas mulai terasa pada wajahnya, semakin panas karena oksigen mulai terhambat menuju otaknya. Ia berusaha meronta, tetapi setiap gerakannya malah semakin mengikat kencang simpul tali itu ke lehernya, muka perempuan itu yang selama ini bersemu merah kali ini semakin memerah, ia merasakan panas , sangat panas, padahal ia jauh dari sumber panas manapun. Awalnya ia merasakan panas itu menjalar dari tengkuk dan lehernya, kemudian perlahan namun pasti ke arah mulut hidung dan semakin panas mengarah pada bola matanya, airmatanya bercucuran, ia semakin merasakan sesak yang begitu hebat,  dadanya mulai terasa panas dan pedih, ya pedih, ia merasakan seolah berjuta jarum mulai menghujami dadanya.

Ia ingin berteriak tetapi tenggorokannya tercekat dan semakin memperdalam pengalamannya akan rasa sakit itu. Air matanya terus  mengalir semakin deras, ia menyesali keputusannya. Dalam hati ia menyebut nama Tuhannya, ia beristighfar, meski ia sadar jika saat itu telah terlambat.

Ia berusaha meronta-ronta, ia ingin menjerit ia tidak semakin tidak tahan dengan penderitaan yang ia rasakan, celananya basah oleh kotoran yang ia keluarkan.

Hanya erangan yang terdengar dari balik bilik itu “eghh…eghhh…” tetapi tidak ada satu pun yang menyadari keadaan itu karena suara itu begitu lirih.

Kembali perempuan itu mencoba merintih,tetapi jeratan tali itu justru semakin mengikatnya dengan kuat.  Ia ingin meronta tetapi usahanya sia-sia, ia merasakan semakin besar tarikan tali itu di urat lehernya.

Hingga berkilasan di hadapannya berbagai gambaran yang ia hadapi selama perjalanan hidupnya, ia melihat ruang putih yang pertama kali ia lihat ketika ia membuka mata, salama ini perempuan itu tidak pernah mengingat kejadian itu. Tetapi saat ini sangat jelas dimatanya gambaran ruang yang dilahirkan, seorang laki-laki yang ia panggil Ayah mengiqomatkan dirinya, serta senyuman lebar ibu sambil meneteskan air mata, juga seorang laki-laki dan beberapa perempuan berbaju putih yang tidak ia kenal.

Terlihat pula kejadian secara jelas ketika Nono, pembantunya semasa kecil tengah memegang kepalanya yang bersimbah darah, setalah terjatuh dari lantai dua karena didorong perempuan itu ketika ia masih kecil.

Puluhan, ratusan, jutaan entah ia tidak mengerti berapa hitungan tepatnya gambaran-gambaran kehidupan selama ini ditayangkan dengan begitu cepat, tetapi ia dapat memahami setiap detail peristiwa itu dan mengingatnya kembali. Padahal banyak kejadian yang sesungguhnya telah ia lupakan selama ini.

Terlihat pula pertengkaran-pertengkaran perempuan itu dengan ayah ibunya. Ia baru menyadari bagaimana tangisan ibunya pecah setiap terjadi pertengkaran dengannya, selama ini ia tidak pernah melihat gambar itu. Karena setiap ia marah kepada Ayah Ibunya ia akan berlalu begitu saja.

Sebuah gambaran lain pun muncul, ketika Fatih, pemuda yang selama ini  dikaguminya bertandang ke rumah. Ia yang biasa datang sendiri kali ini datang bersama dengan seorang perempuan, yang tidak cantik. Sama sekali tidak cantik, rambutnya sebah berwarna burgundy dengan mata cokla berkulit sawo matang. Tetapi sekali lagi ia sama tidak cantik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun