Handphone bagi saya sudah menjadi benda multifungsi. Jika dulu hanya menjadi alat komunikasi sebatas menelpon dan pesan singkat (sms) , lalu berubah untuk interaksi melalui media sosial, kerespondensi pun mulai beralih lebih banyak melalui handphone.Ketika era aplikasi chattingsemakin berkembang , lebih mempermudah komunikasi itu, membuat saya makin lama berinteraksi dengan benda yang disebut hape ini.
Kemudahan makin banyak ketika ada aplikasi notes di hape. Sehingga apapun dicatat di hape. Bukan hanya agenda aktifitas saya yang gak terlalu penting itu yang dicatat. Obrolan soal resep masakan di kalangan emak-emak pun dicatat di hape. Catatan bisa rapi jali dan cantik beserta foto. Jadi kalau mau berbagi resep masakan tinggal klik dan kirim, soal eksekusi juga urusan lain, yang penting 'kan niat masak sudah ada.
Bahkan saya bisa santai tanpa merasa berdosa membuat catatan dengan hape saat tutor berceramah di depan kelas, atau bahkan saat diskusi sekalipun, juga mencatat beberapa summary obrolan saat nongkrong cantik. Kejadian ini juga yang sering membuat geleng-geleng kepala rekan-rekan yang diajak diskusi, karena seringkali dikira saya tidak fokus dengan obrolan mereka, malah sibuk bersosmed. (Siapa suruh berfikiran negatif soal saya?).
Seneng aja jika ada yang tanya "sampe dimana tadi?", kujawab singkat "sampai pada pembahasan nganu si itu" sambil nunjukin summary di hape.
Kepraktisan menjadi alasan utama saya menempuh cara ini, mau gimana lagi coba, slide yang gak dibagi di virtual class dan suara indah mereka yang dapat ter-capture dengan cantik di hape lalu save dalam satu catatan pada aplikasi note.
Sebagai orang yang sering mangkel dengan penggunaan kertas yang sia-sia, langkah ini efektif menghemat kertas.
Kalo ada yang nanya catatan "Yuk (panggilan kakak perempuan di Palembang), catatan ayuk tadi sampe mana?", ya cukup tekan klik dan kirim. Jadi waktu untuk pergi ke tempat fotocopy untuk menyalin catatanku diganti dengan nongkrong di cafetaria.
Belum lagi jika window shopping, asyik banget. Buat tangkapan layar lalu simpan, soal belanjanya, nantilah kalau anggaran tersedia dan memang tidak akan disediakan. Bukankah tujuan awal memang cuma window shopping.
Kebiasaan membaca pun demikian, kebiasaan berubah dari buku tercetak menjadi e-book dalam bentuk pdf yang dibaca melalui layar handphone. Ini cocok buat saya yang type "satan book", bukan booklover . Buku itu cuma buat dibaca,saya tidak terlalu suka merawat buku, jadinya saya jarang menyimpan buku. Toh bacaan saya juga bacaan ringan-ringan saja, jadi lebih sering baca di hape. Dimanapun bisa baca., agar jangan dikira terlalu serius pas buka bacaan di angkot.
Kalian pikir enak jadi kaum miskin kota gemar membaca. Bagaimana tatapan mata dengan pandangan heran mengarah ke saya, mengira saya orang aneh seolah mengatkan "baca buku kok di angkot, baca buku itu di perpustakaan". Itu sangat menyiksa buat jiwa sensitif seperti aku. 😁
Anehnya, membaca di hape malah lebih bisa diterima. Mereka santai saja saat saya berlama-lama diam saja menatap layar handphone ketimbang membaca buku.