Keteladanan adalah bentuk pengajaran paling kuat. Anak-anak belajar lebih banyak dari apa yang mereka lihat dibandingkan apa yang mereka dengar. Maka, peran guru dan orang tua menjadi kunci. Seorang ayah yang menghormati ibunya sedang memberi pelajaran tentang kesetaraan tanpa perlu banyak kata.
Guru di Kediri itu telah memberi contoh: ia tidak hanya bicara soal kemandirian, tapi mempraktikkannya di hadapan siswa. Dengan membimbing anak laki-laki dan perempuan secara setara, ia memperlihatkan bagaimana nilai kesetaraan bekerja di kehidupan nyata. Nilai ini tidak akan lekang karena tertanam lewat pengalaman konkret, bukan sekadar slogan.
Keteladanan yang konsisten akan menciptakan resonansi moral yang kuat. Anak akan mengingat bukan sekadar siapa yang mengajarnya, tapi bagaimana ia diajarkan. Pendidikan sejati memang bukan diukur dari seberapa banyak teori yang dipahami, melainkan seberapa besar nilai yang dihidupi.
5. Arahkan dengan Kasih, Bukan Dominasi
Pendekatan lembut dan penuh kasih bukan berarti lemah. Justru di sanalah letak kekuatan sejati seorang pendidik. Orang tua dan guru yang mendidik dengan dialog dan penghargaan membuka ruang bagi anak untuk tumbuh dengan percaya diri dan berpikir kritis.
Alih-alih memaksakan otoritas dengan ancaman, guru dan orang tua sebaiknya menunjukkan tanggung jawab melalui tindakan nyata. Dengan begitu, anak memahami bahwa kekuatan sejati bukan terletak pada dominasi, tetapi pada kemampuan mengendalikan diri dan menghargai orang lain.
Menumbuhkan anak laki-laki yang bertanggung jawab bukanlah membentuk “sosok maskulin ideal”, tetapi manusia yang empatik, rendah hati, dan berintegritas. Itulah pendidikan yang berorientasi pada kemanusiaan, bukan pada peran gender yang sempit.
Menjahit Nilai, Menyetrika Stereotip
Langkah kecil guru di Kediri telah mengirimkan pesan besar: perubahan bisa dimulai dari tindakan sederhana. Ia tidak berteriak menentang patriarki, tetapi memperlihatkan bahwa kesetaraan bisa diajarkan lewat setrika di ruang kelas. Dalam kesederhanaan itulah nilai-nilai luhur menemukan bentuknya.
Sebagaimana diungkapkan Ki Hadjar Dewantara, “Pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak.” Guru ini menuntun bukan hanya dengan kata, tapi dengan teladan nyata yang menyentuh ranah batin murid. Semoga semangat ini menular ke ruang-ruang kelas lain di Indonesia—agar pendidikan kita tak hanya mencetak cerdas otak, tapi juga mulia hati. Wallahu a'lam.
Disclaimer:
Artikel ini merupakan interpretasi analitis terhadap berita Pikiran Rakyat edisi 15 Oktober 2025, dengan tujuan edukatif dan reflektif.