Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru SD Itu Menyulam Nilai di Tiap Lipatan Baju, Mari Ajarkan Kemandirian Hidup!

15 Oktober 2025   18:29 Diperbarui: 15 Oktober 2025   18:29 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keteladanan adalah bentuk pengajaran paling kuat. Anak-anak belajar lebih banyak dari apa yang mereka lihat dibandingkan apa yang mereka dengar. Maka, peran guru dan orang tua menjadi kunci. Seorang ayah yang menghormati ibunya sedang memberi pelajaran tentang kesetaraan tanpa perlu banyak kata.

Guru di Kediri itu telah memberi contoh: ia tidak hanya bicara soal kemandirian, tapi mempraktikkannya di hadapan siswa. Dengan membimbing anak laki-laki dan perempuan secara setara, ia memperlihatkan bagaimana nilai kesetaraan bekerja di kehidupan nyata. Nilai ini tidak akan lekang karena tertanam lewat pengalaman konkret, bukan sekadar slogan.

Keteladanan yang konsisten akan menciptakan resonansi moral yang kuat. Anak akan mengingat bukan sekadar siapa yang mengajarnya, tapi bagaimana ia diajarkan. Pendidikan sejati memang bukan diukur dari seberapa banyak teori yang dipahami, melainkan seberapa besar nilai yang dihidupi.

5. Arahkan dengan Kasih, Bukan Dominasi

Pendekatan lembut dan penuh kasih bukan berarti lemah. Justru di sanalah letak kekuatan sejati seorang pendidik. Orang tua dan guru yang mendidik dengan dialog dan penghargaan membuka ruang bagi anak untuk tumbuh dengan percaya diri dan berpikir kritis.

Alih-alih memaksakan otoritas dengan ancaman, guru dan orang tua sebaiknya menunjukkan tanggung jawab melalui tindakan nyata. Dengan begitu, anak memahami bahwa kekuatan sejati bukan terletak pada dominasi, tetapi pada kemampuan mengendalikan diri dan menghargai orang lain.

Menumbuhkan anak laki-laki yang bertanggung jawab bukanlah membentuk “sosok maskulin ideal”, tetapi manusia yang empatik, rendah hati, dan berintegritas. Itulah pendidikan yang berorientasi pada kemanusiaan, bukan pada peran gender yang sempit.

Menjahit Nilai, Menyetrika Stereotip

Langkah kecil guru di Kediri telah mengirimkan pesan besar: perubahan bisa dimulai dari tindakan sederhana. Ia tidak berteriak menentang patriarki, tetapi memperlihatkan bahwa kesetaraan bisa diajarkan lewat setrika di ruang kelas. Dalam kesederhanaan itulah nilai-nilai luhur menemukan bentuknya.

Sebagaimana diungkapkan Ki Hadjar Dewantara, “Pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak.” Guru ini menuntun bukan hanya dengan kata, tapi dengan teladan nyata yang menyentuh ranah batin murid. Semoga semangat ini menular ke ruang-ruang kelas lain di Indonesia—agar pendidikan kita tak hanya mencetak cerdas otak, tapi juga mulia hati. Wallahu a'lam

Disclaimer:
 Artikel ini merupakan interpretasi analitis terhadap berita Pikiran Rakyat edisi 15 Oktober 2025, dengan tujuan edukatif dan reflektif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun