Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Ketika Fasilitas Publik Bagai Kerakap, Hidup Segan Mati Tak Mau, di Mana Rasa Legasi Kita?

14 Oktober 2025   17:31 Diperbarui: 14 Oktober 2025   22:36 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak-anak bermain di taman kota, fasilitas publik | FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY/KOMPAS

4. Ruang Publik yang Kehilangan Jiwa

Ruang publik semestinya menjadi tempat warga saling mengenal dan merawat kebersamaan. Namun kini, banyak taman justru menjadi ruang yang anonim—tak berjiwa, tak bertuan. Ketika coretan muncul di dinding taman, sesungguhnya yang dicorat bukan tembok, tapi kesadaran sosial kita sendiri.

Dalam teori urban, taman kota adalah ruang rekreasi sekaligus ruang refleksi. Ia menunjukkan seberapa sehat relasi antara warga dan pemerintahnya. Ketika taman berubah menjadi tempat tidur gelandangan atau lapak pedagang sementara, yang gagal bukan tamannya, melainkan tata sosial di sekitarnya.

Kota yang sehat bukan kota dengan taman terbanyak, tetapi kota dengan taman yang paling dijaga. Keindahan sejati lahir bukan dari desain arsitektur, melainkan dari perilaku warganya.

5. Dari Bangga Membangun ke Tulus Merawat

Taman Vanda di Jl. Merdeka Kota Bandung/Septian Maulana.
Taman Vanda di Jl. Merdeka Kota Bandung/Septian Maulana.

Bangsa ini masih memuja pembangunan baru, seolah kemajuan hanya diukur dari jumlah proyek. Padahal, peradaban tumbuh bukan karena banyaknya yang dibangun, tetapi karena tekunnya yang dijaga. Taman-taman tematik Ridwan Kamil adalah cermin kecil: ide yang lahir dari cinta kota, tapi kini menunggu giliran untuk dicintai kembali.

Barangkali, kita memang belum selesai belajar menghargai warisan. Dalam politik, kita terbiasa menilai dari siapa yang membangun, bukan untuk siapa dibangun. Padahal, ruang publik semestinya berdiri di atas nama bersama.

Menjaga warisan pemimpin terdahulu bukan berarti tunduk pada sosoknya, tetapi menghormati nilai yang pernah ia tanamkan. Di situlah letak kedewasaan kita sebagai bangsa.

Merawat Warisan, Menjaga Peradaban

Kita bisa terus membangun gedung baru, tetapi tanpa budaya merawat, kota hanya menjadi museum proyek tanpa jiwa. Merawat bukan pekerjaan kecil—ia adalah wujud penghargaan terhadap masa lalu dan keyakinan akan masa depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun