Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Ketika Garuda Tumbang, Ayo Siapkan Sistem Sepak Bola Nasional Menuju Mimpi Piala Dunia

12 Oktober 2025   06:12 Diperbarui: 12 Oktober 2025   06:12 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Timnas Indonesia gagal ke Piala Dunia 2026 usai kalah 0-1 dari Irak. (Foto: REUTERS/Stringer)

Ketika Garuda Tumbang, Ayo Siapkan Sistem Sepak Bola Nasional Menuju Mimpi Piala Dunia!

"Burung yang jatuh bukan berarti kehilangan terbangnya; kadang ia hanya butuh waktu memperkuat sayapnya."

Oleh Karnita

Dari Jeddah, Sebuah Cermin tentang Sistem dan Harapan

Apa arti kekalahan bagi bangsa yang sedang merajut mimpi tampil di Piala Dunia? Pada Ahad dini hari, 12 Oktober 2025, di Stadion King Abdullah Sports City, Jeddah, Timnas Indonesia harus mengakui keunggulan Irak dengan skor tipis 0--1. Laga tersebut menjadi titik akhir perjalanan Garuda di putaran keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia, sebagaimana dilaporkan Republika (Fitriyanto, 2025).

Pertandingan itu sejatinya berlangsung ketat. Indonesia menguasai 55 persen bola, mencatat sembilan tembakan, dan memiliki expected goals (xG) sebesar 0,69---lebih tinggi dibanding Irak (0,27). Namun, keberuntungan berpihak pada Irak ketika Zidane Aamar Iqbal, mantan pemain Manchester United, melepaskan sepakan keras di menit ke-75 yang tak mampu diantisipasi Maarten Paes. Satu peluang, satu gol, dan berakhir sudah harapan Garuda.

Namun, di balik angka-angka itu, ada hal yang lebih dalam: semangat dan sistem. Indonesia bermain dengan determinasi tinggi, tetapi sistem di baliknya belum sepenuhnya siap menopang mimpi sebesar Piala Dunia. Kekalahan ini bukan sekadar statistik, melainkan cermin: apakah kita benar-benar sedang membangun fondasi sepak bola nasional, atau hanya menumpang pada euforia sesaat?

Kekalahan yang Mengajarkan, Bukan Menjatuhkan

Kekalahan dari Irak menyakitkan, tetapi tidak memalukan. Di babak pertama, permainan Indonesia cukup terorganisir. Transisi cepat dari lini tengah memberi tekanan pada pertahanan Irak, meski minim peluang bersih. Patrick Kluivert melakukan sejumlah pergantian strategis: memasukkan Ragnar Oratmangoen, Ole Romeny, hingga Ramadhan Sananta untuk menambah daya serang. Namun, efektivitas penyelesaian akhir masih menjadi persoalan klasik.

Dari sisi statistik, data menunjukkan Indonesia tampil dominan dalam penguasaan bola dan intensitas menyerang, tetapi gagal memanfaatkan momentum. Itulah paradoks sepak bola modern: permainan yang indah tidak selalu berbuah kemenangan, terutama jika sistem dan mentalitas belum sepenuhnya mapan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun