Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Dari Curiga Menjadi Salut, Pelajaran dari Permintaan Maaf Suporter Garuda

9 Oktober 2025   21:00 Diperbarui: 9 Oktober 2025   21:00 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari Curiga Menjadi Salut,  Pelajaran dari Permintaan Maaf Suporter Garuda

“Kejujuran di lapangan tidak hanya milik pemain, tetapi juga penonton yang berani mengakui prasangkanya.”

Oleh Karnita

Ketika Curiga Berganti Kagum: Refleksi dari Lapangan Hijau

Apakah publik sepak bola Indonesia akhirnya belajar untuk menilai secara objektif, bahkan kepada wasit yang semula dicurigai? Pertanyaan ini muncul usai pertandingan Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia antara Indonesia vs Arab Saudi pada Selasa, 19 November 2024, di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta. Dalam laga tersebut, bukan hanya skor 2–3 yang jadi sorotan, tetapi juga perubahan sikap publik: dari curiga menjadi salut kepada wasit asal Kuwait, Ahmad Al-Ali.

Momen itu menjadi peristiwa langka di dunia sepak bola nasional. Biasanya, media sosial penuh dengan hujatan kepada wasit setiap kali Timnas kalah. Namun kali ini berbeda. Ribuan warganet justru menulis permintaan maaf kepada sang pengadil, mengakui bahwa mereka terlalu cepat menilai. Fenomena ini menunjukkan wajah baru suporter Indonesia—lebih reflektif, lebih dewasa.

Penulis tertarik membahas hal ini bukan sekadar karena konteks olahraganya, tetapi karena relevansi moralnya di tengah iklim sosial yang mudah tersulut emosi. Dalam situasi bangsa yang sedang belajar menjaga rasionalitas di tengah polarisasi opini, sikap mawas diri suporter layak diapresiasi sebagai pelajaran publik yang langka dan berharga.

1. Dari Trauma ke Prasangka: Luka Lama Suporter Indonesia

Skeptisisme terhadap wasit bukan hal baru bagi publik sepak bola Indonesia. Trauma masa lalu—dari keputusan kontroversial hingga dugaan keberpihakan—membentuk semacam memori kolektif yang sulit dihapus. Maka, ketika AFC menunjuk Ahmad Al-Ali asal Kuwait, yang masih satu subkonfederasi dengan Arab Saudi, publik pun segera mencium potensi ketidakadilan.

Namun dugaan itu terbukti keliru. Dalam laga di GBK, Al-Ali memimpin dengan profesional: tiga penalti diberikan secara proporsional—dua untuk Indonesia, satu untuk Arab Saudi. Semua keputusan bisa dijelaskan secara teknis tanpa indikasi keberpihakan. Ketegasan dan konsistensinya bahkan mendapat pujian dari penonton yang sebelumnya meragukannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun