Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Menua Bugar, Menjalani Hidup Sejahtera dengan Bijak

30 September 2025   19:30 Diperbarui: 30 September 2025   19:30 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Menua Bugar dan Sejahtera  (Sumber Gambar: Dok. Elex Media Komputindo)

Menua Bugar, Menjalani Hidup Sejahtera dengan Bijak

"Tua adalah anugerah, sehat dan bermakna adalah pilihan."

Oleh Karnita

Pendahuluan: Membaca Menua dalam Perspektif Baru

Apakah menua selalu identik dengan rapuh, kesepian, dan kehilangan arti? Pertanyaan ini menghantui banyak orang yang mendekati usia senja, ketika tubuh melemah, lingkungan berubah, dan produktivitas berkurang. Namun, Mifta Novikasari melalui bukunya Menua Bugar dan Sejahtera mencoba memutar balik anggapan itu dengan deskripsi yang cair, inspiratif, dan menggelitik hati.

Buku ini diterbitkan oleh Kompas (2025) sebagai salah satu kontribusi literasi kesehatan yang menghubungkan aspek fisik, mental, dan finansial dalam merancang kehidupan lansia yang sejahtera. Dengan gaya tutur yang sederhana, penulis tidak sekadar menulis teori, tetapi menyusun panduan aplikatif yang membumi.

Penulis ulasan ini tertarik membahas buku tersebut karena relevansinya dengan konteks Indonesia yang kini menuju bonus demografi terbalik: jumlah lansia kian bertambah, sementara sistem sosial dan budaya belum sepenuhnya siap. Di sinilah urgensi buku ini: memberi inspirasi sekaligus kritik tentang bagaimana masyarakat seharusnya memandang proses menua.

Paradigma Menua dengan Bermakna

Isi bab ini mengajak pembaca mengubah cara pandang terhadap penuaan. Mifta menekankan bahwa menua bukan beban, tetapi fase baru dengan peluang berkarya. Dengan penerimaan diri dan rasa syukur, lansia tetap bisa menjaga semangat hidup.

Secara reflektif, bab ini menantang stigma bahwa lansia hanyalah beban keluarga atau negara. Ia mengingatkan bahwa lansia memiliki kebijaksanaan dan nilai hidup yang layak dihargai. Kritik tersirat muncul terhadap budaya modern yang terlalu mengutamakan produktivitas fisik semata.

Implementasinya, masyarakat perlu memberi ruang bagi lansia untuk tetap berkarya, misalnya melalui komunitas atau kegiatan sosial. Dengan begitu, paradigma menua yang bermakna dapat dihidupkan dalam praktik nyata.

Memahami Perubahan Fisik di Usia Lanjut

Bab ini menjelaskan perubahan fisiologis yang alami: menurunnya elastisitas otot, metabolisme lambat, dan keterbatasan gerak. Penulis menekankan perlunya adaptasi gaya hidup agar tubuh tetap bugar meski usia bertambah.

Refleksi kritis muncul pada kesadaran bahwa kesehatan lansia sering diabaikan sampai terlambat. Penulis mendorong pentingnya tindakan preventif, bukan hanya reaktif saat sakit datang. Kritik ini relevan bagi sistem kesehatan yang masih cenderung kuratif.

Dalam praktik sehari-hari, rekomendasi sederhana seperti berjalan kaki, senam ringan, dan pemeriksaan rutin bisa langsung diterapkan. Hal ini menunjukkan bahwa penuaan sehat bukan hal mustahil bila ada komitmen.

Nutrisi Seimbang dan Menu Sehat

Isi bab ini menyoroti pentingnya pola makan. Penulis memberi panduan praktis: mengurangi garam, memperbanyak serat, mencukupi protein, dan menjaga hidrasi. Ia melengkapinya dengan resep sederhana agar mudah dipraktikkan.

Refleksi muncul pada kesadaran bahwa pola makan masyarakat Indonesia sering kali jauh dari prinsip sehat. Penulis memberi kritik halus pada kebiasaan konsumsi berlebih yang memicu penyakit degeneratif. Buku ini hadir sebagai koreksi yang membumi.

Keluarga dapat mempraktikkanya dengan  memulai menata dapur dengan menu sehat bagi semua anggota, bukan hanya lansia. Dengan begitu, budaya gizi seimbang bisa diwariskan lintas generasi.

Kesehatan Mental dan Emosional

Bab ini mengingatkan bahwa lansia rawan kesepian dan kehilangan identitas, terutama setelah pensiun atau ditinggal pasangan. Penulis menyarankan cara menjaga kesehatan mental: meditasi, menulis, dan tetap aktif bersosialisasi.

Refleksi kritis: masalah mental lansia sering terabaikan karena masyarakat lebih fokus pada aspek fisik. Penulis dengan halus menegur bahwa kesehatan jiwa adalah fondasi kesejahteraan. Kritik ini menembus paradigma kesehatan yang terlalu medis-sentris.

Implementasinya, keluarga dan komunitas perlu membuka ruang bagi lansia untuk berinteraksi. Program komunitas lansia bisa menjadi solusi sederhana namun berdampak besar.

Menjalin Relasi Sosial dan Makna Hidup

Isi bab menekankan arti penting relasi sosial. Keterlibatan dalam komunitas, kegiatan keagamaan, atau sekadar silaturahmi memperkuat rasa memiliki dan tujuan hidup.

Refleksi muncul pada kenyataan bahwa isolasi sosial membuat banyak lansia kehilangan semangat. Penulis menyoroti pentingnya dukungan keluarga sebagai benteng emosional. Kritik diarahkan pada gaya hidup urban yang cenderung individualis.

Dalam praktik sehari-hari, membangun budaya saling kunjung antar tetangga atau arisan lansia bisa menjadi langkah kecil. Hal sederhana ini mampu memberi dampak besar bagi kesejahteraan psikososial.

Perencanaan Keuangan Sejak Dini

Bab ini menekankan pentingnya persiapan finansial jauh sebelum masa pensiun. Penulis memberi tips menabung, membuat dana darurat, dan investasi aman.

Refleksi kritis muncul pada kesadaran bahwa banyak keluarga mengabaikan edukasi keuangan. Akibatnya, lansia sering terjebak dalam ketergantungan ekonomi. Penulis mengingatkan bahwa martabat lansia sangat terkait dengan kemandirian finansial.

Yang bisa lakukan antara lain,  pembaca dapat mulai merancang perencanaan keuangan sejak usia produktif. Pendidikan keuangan juga bisa diwariskan kepada anak-anak agar budaya literasi finansial terbangun sejak dini.

Kemandirian dan Produktivitas Lansia

Isi bab menekankan bahwa lansia tetap bisa produktif dalam kapasitas sesuai. Aktivitas seperti berkebun, mengasuh cucu, atau berbagi pengalaman hidup bisa menjaga vitalitas.

Refleksi kritis: masyarakat sering memandang lansia sebagai kelompok pasif. Penulis justru menantang pandangan itu dengan contoh konkret bahwa produktivitas lansia meningkatkan rasa percaya diri. Kritik diarahkan pada sistem yang jarang memberi ruang partisipasi.

Dalam praktik sehari-hari, pemerintah atau komunitas dapat mengembangkan program wirausaha kecil bagi lansia. Dengan begitu, mereka tetap merasa dibutuhkan dan dihargai.

Sinergi Tiga Pilar Menua Bugar

Bab terakhir merangkum tiga pilar utama: fisik, mental, dan finansial. Penulis menegaskan pentingnya keseimbangan agar lansia benar-benar sejahtera.

Refleksi kritis muncul bahwa banyak orang hanya fokus pada salah satu aspek, misalnya fisik, tetapi melupakan mental atau ekonomi. Penulis mengingatkan bahwa ketiganya saling menopang. Kritik ini relevan bagi kebijakan publik yang sering terfragmentasi.

Pembaca dapat  mengimplementasikannya dengan menyusun rutinitas harian yang mengintegrasikan olahraga, interaksi sosial, dan pengelolaan keuangan. Dengan begitu, masa tua bisa menjadi fase penuh makna.

Keunggulan dan Kelemahan Buku

Keunggulan pertama buku ini terletak pada bahasanya yang sederhana dan aplikatif. Pembaca awam pun dapat langsung memahami dan mempraktikkan isinya. Keunggulan kedua adalah integrasi tiga aspek—fisik, mental, finansial—yang jarang ditemukan dalam literatur populer.

Keunggulan lain adalah adanya contoh konkret seperti resep makanan sehat dan aktivitas ringan yang mudah dipraktikkan. Hal ini membuat buku terasa membumi, tidak sekadar teoritis. Buku ini juga relevan dengan konteks demografi Indonesia yang semakin menua.

Meski demikian, kelemahannya ada pada keterbatasan data empiris. Beberapa saran masih bersifat umum tanpa dukungan riset mendalam. Selain itu, pembahasan ekonomi agak ringkas, sehingga bagi pembaca yang mencari strategi finansial detail mungkin merasa kurang puas.

Penutup

Menua Bugar dan Sejahtera adalah buku yang menyegarkan cara pandang tentang penuaan. Ia bukan hanya panduan medis, tetapi manifesto kecil tentang martabat dan kemandirian lansia.

Seperti ditulis Mifta Novikasari, “Menua bukan berhenti berkarya, melainkan menemukan cara baru untuk hidup bermakna.” Pesan ini seharusnya menjadi refleksi kolektif kita sebagai bangsa yang menua bersama waktu.

Daftar Pustaka

Novikasari, Mifta. Menua Bugar dan Sejahtera. Jakarta: Kompas, 2025.

Kompas.com. “Menua Bukan Berhenti Berkarya: Kiat Hidup Sehat dan Bermakna.” https://buku.kompas.com/read/5446/menua-bukan-berhenti-berkarya-kiat-hidup-sehat-dan-bermakna

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun