Tantangan dan Konsistensi: Kunci Aksi Lokal
Sumber daya manusia menjadi tantangan utama. Pertemuan rutin dan inovasi sederhana seperti check list sampah menjaga semangat para local champion. Integrasi antara ilmu, praktik, dan partisipasi masyarakat membuktikan bahwa konservasi efektif membutuhkan strategi holistik.
Perluasan ke hulu menuntut adaptasi, termasuk penanaman bambu untuk mengatasi krisis air bersih. Kini 25 persen pendapatan CMC dialokasikan untuk konservasi pesisir dan hulu. Langkah ini menegaskan bahwa konservasi adalah investasi jangka panjang.
Kolaborasi multipihak menjadi fondasi keberlanjutan. Pemerintah memfasilitasi, memberi apresiasi, dan mendorong replikasi program seperti Lia secara nasional. Keberhasilan konservasi bergantung pada sinergi antara individu, komunitas, dan pemerintah.
Filosofi “Forest & For Rest”
Bagi Lia, konservasi bukan hanya soal hutan (“Forest”), tetapi juga memberi ruang bagi alam untuk pulih (“For Rest”). Manusia belajar menghargai kehidupan, alam diberi kesempatan untuk bernafas. Warisan yang ditinggalkan adalah ekosistem sehat yang menopang kehidupan semua makhluk.
Pesan Lia jelas: “Jangan tunggu bencana alam terjadi. Jangan tunggu oksigen harus bayar. Jangan tunggu napasmu terhenti baru peduli.” Perubahan lahir dari keyakinan, aksi kecil, dan ketekunan. Dari bocah yang bertanya ke ayahnya, Lia kini menjadi inspirasi bagi perempuan dan komunitas.
Hijaukan Dunia dari Desa Sendiri
Jejak Lia Putrinda membuktikan bahwa aksi individu bisa menciptakan perubahan kolektif. Dari pesisir gersang ke laboratorium hidup hijau, ketekunan dan keberanian menghasilkan dampak nyata.
Warisan hijau Lia adalah ekosistem sehat, masyarakat sadar lingkungan, dan generasi yang belajar mencintai bumi. Filosofi memayu hayuning bawono menjadi pedoman: mempercantik dunia, bukan sekadar menikmati atau mengeksploitasi. “Bumi sudah cantik. Tugas kita adalah mempercantiknya, tidak merusaknya,” tuturnya mantap. Wallahu a'lam.