Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

IKN Jadi Ibu Kota Politik 2028, Ambisi Serius atau Mimpi Siang Bolong?

21 September 2025   10:01 Diperbarui: 21 September 2025   10:01 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Prabowo Subianto saat memberikan keterangan pers usai kunjungi SRMA 10 Margaguna, Jakarta Selatan, (11/9/2025).(Dok. Sekretariat Presiden)

Pesan penting dari kebijakan ini adalah konsistensi. Politik tidak boleh berhenti pada peraturan di atas kertas, melainkan harus diwujudkan dalam ekosistem pemerintahan yang transparan dan berpihak pada rakyat. Refleksinya, IKN hanya akan berhasil jika mampu menjembatani visi besar dengan implementasi nyata.

2. Infrastruktur dan Hunian sebagai Fondasi Awal

Perpres mematok angka: minimal 20 persen gedung kantor dan 50 persen hunian layak terbangun sebelum 2028. Target ini terlihat rasional, tetapi memerlukan kerja nyata yang terukur. Tanpa hunian yang layak, ASN akan kesulitan menjalankan fungsi pemerintahan.

Fakta di lapangan sering berbeda dengan rencana di dokumen resmi. Keterlambatan infrastruktur dasar bisa mengganggu kepercayaan publik terhadap proyek IKN. Hal ini juga menimbulkan pertanyaan tentang keberlanjutan dan efisiensi penggunaan anggaran.

Kritiknya, pembangunan harus menempatkan manusia sebagai pusat, bukan hanya gedung megah. Refleksinya, IKN hanya akan diakui rakyat jika benar-benar menjadi kota layak huni yang adil dan berkelanjutan.

3. Kota Cerdas atau Sekadar Cangkang Digital?

IKN ditargetkan memiliki layanan kota cerdas dengan cakupan minimal 25 persen. Digitalisasi pemerintahan diyakini dapat mempercepat pelayanan dan mengurangi praktik birokrasi yang berbelit. Namun, kota cerdas sejati tidak berhenti pada aplikasi digital.

Teknologi tidak akan berarti jika budaya integritas tidak dibangun. Apakah digitalisasi akan benar-benar menekan praktik pungli atau sekadar menambah lapisan baru birokrasi elektronik? Pertanyaan ini penting sebagai refleksi kebijakan.

Pesannya jelas: kota cerdas harus berakar pada pelayanan publik yang bersih dan efisien. Refleksinya, tanpa kejujuran dan etos pelayanan, kota cerdas hanya akan menjadi slogan yang hampa makna.

4. ASN, Perpindahan, dan Budaya Kerja Baru

Pemindahan 1.700–4.100 ASN menjadi syarat penting keberhasilan IKN. Namun, perpindahan ini tidak sekadar logistik manusia, melainkan transformasi budaya kerja. ASN dituntut meninggalkan pola lama dan menyesuaikan diri dengan sistem pemerintahan cerdas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun