Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Ketika Influencer Berhadapan dengan Jenderal TNI

10 September 2025   10:51 Diperbarui: 10 September 2025   10:51 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ferry Irwandi dilaporkan Jenderal TNI usai patroli siber temukan dugaan pidana, kasus kini diproses hukum. (Dok. Pikiran Rakyat.com)

Refleksinya, kasus ini menegaskan urgensi tata kelola informasi digital yang lebih sistematis. Patroli siber tidak cukup hanya mengidentifikasi, tetapi juga harus menjamin bahwa penegakan hukum berjalan dengan asas keterbukaan dan keadilan.

2. Ferry Irwandi: Antara Reputasi dan Tantangan Hukum

Ferry Irwandi dikenal sebagai sosok yang cukup vokal di ruang digital. Reputasinya sebagai CEO Malaka Project dan influencer dengan jangkauan luas menjadikannya figur publik yang tak terpisahkan dari sorotan media. Maka, ketika namanya dikaitkan dengan dugaan tindak pidana, publik pun bereaksi dengan intens.

Menariknya, Ferry langsung menanggapi tuduhan dengan sikap yang tegas. Dalam unggahan di media sosialnya, ia menolak disebut sulit dihubungi dan menegaskan kesiapannya menghadapi proses hukum. Respons ini mencerminkan strategi reputasi yang berusaha menjaga kredibilitas sekaligus menghindari kesan playing victim.

Namun, pertanyaan lebih besar pun muncul: apakah reputasi digital mampu bertahan ketika berhadapan dengan legitimasi hukum? Kasus ini menjadi cermin bahwa personal branding dan pengaruh di media sosial tetap tidak kebal terhadap regulasi negara.

3. Ketegangan Antara Kebebasan Ekspresi dan Otoritas Negara

Di era digital, kebebasan ekspresi menjadi modal penting dalam membangun identitas. Namun, kebebasan itu tidak pernah absolut karena harus berdampingan dengan norma hukum dan keamanan nasional. Kasus Ferry Irwandi menggambarkan betapa tipisnya garis pemisah antara kebebasan berpendapat dengan risiko hukum.

TNI, sebagai institusi yang memiliki mandat menjaga keamanan negara, tentu berkepentingan mengawasi isu yang berpotensi mengancam stabilitas. Meski demikian, publik perlu diyakinkan bahwa langkah hukum yang ditempuh tidak bertujuan membungkam kritik atau ekspresi bebas. Di titik inilah, transparansi menjadi kunci legitimasi.

Refleksi kritisnya, negara harus memastikan bahwa hukum tidak berubah menjadi alat pembungkam, tetapi tetap menjadi ruang dialog konstruktif antara masyarakat dan otoritas. Tanpa itu, kasus-kasus seperti ini hanya akan melahirkan ketidakpercayaan.

4. Media, Publik, dan Dinamika Persepsi

Peran media dalam mengangkat kasus ini juga tidak bisa diabaikan. Publik memperoleh gambaran pertama tentang dugaan pidana Ferry Irwandi dari pemberitaan Pikiran Rakyat, yang kemudian diikuti oleh sejumlah media lain. Narasi media menjadi arena utama di mana kasus hukum berubah menjadi opini publik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun