Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Mengonsumsi Mi Instan Setiap Hari, Kenikmatan atau Berisiko?

7 September 2025   16:02 Diperbarui: 7 September 2025   16:09 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
"Kebiasaan kecil bisa jadi penentu besar: apa yang kita makan, itulah masa depan kesehatan kita." (dok. Alodokter)

Mengonsumsi Mi Instan Setiap Hari, Kenikmatan atau Berisiko?

"Kebiasaan kecil bisa jadi penentu besar: apa yang kita makan, itulah masa depan kesehatan kita."

Oleh Karnita

Pendahuluan

Apakah makanan sederhana yang gurih dan nikmat bisa menjadi ancaman bagi tubuh kita? Pertanyaan ini muncul setiap kali saya, seorang penyuka mi kuah, kini harus lebih berhati-hati menjaga kesehatan. Aroma mi kuah panas yang mengepul, berpadu gurih kaldu dan harum bawang goreng, seolah mengular ke indera penciuman. Uap hangatnya menampar wajah, membuat air liur berdesir tanpa sadar, sementara kepulan bumbu seperti mengikat perut agar segera menyantapnya. Setiap hirupan kuah yang kaya rasa seakan menawarkan kenyamanan instan, tetapi risikonya tidak bisa dipandang ringan.

Pada 7 September 2025, Republika menerbitkan artikel berjudul “Dampak Bagi Tubuh Jika Makan Mi Instan Setiap Hari”. Artikel itu menyoroti bagaimana kandungan natrium tinggi dalam mi instan bisa membebani jantung dan ginjal. Membaca laporan tersebut membuat saya berpikir ulang, terutama karena konsumsi mi instan sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya urban kita.

Mengapa isu ini relevan saat ini? Karena pola makan praktis, cepat, dan murah semakin mendominasi masyarakat modern. Banyak orang bergantung pada mi instan sebagai solusi harian, tanpa sadar menukar kenyamanan dengan risiko kesehatan jangka panjang. Itulah alasan saya tertarik mengulasnya lebih jauh.

1. Mi Instan, Antara Budaya dan Kenyamanan

Mi instan bukan sekadar makanan, melainkan bagian dari pengalaman hidup banyak orang. Mahasiswa di kos, pekerja sibuk, hingga keluarga yang ingin berhemat sering menjadikannya penyelamat di tengah keterbatasan waktu dan biaya. Dari sini, jelas bahwa mi instan lebih dari sekadar asupan—ia juga membawa nostalgia dan rasa keakraban.

Namun, di balik makna kultural itu, ada harga yang harus dibayar. Kandungan gizi mi instan masih jauh dari ideal, terutama karena rendah serat, protein, vitamin, dan mineral. Jika terus-menerus diandalkan, tubuh akan kehilangan nutrisi penting yang dibutuhkan untuk berkembang optimal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun